
MATA INDONESIA, JAKARTA – Di Istana Negara, Selasa 11 Desember 2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui usulan para seniman dan budayawan bahwa setiap 9 November diperingati sebagai Hari Wayang Nasional. Tanggal itu merupakan saat UNESCO menetapkan wayang sebagai warisan budaya dunia.
Soal perwayangan Indonesia, terutama Pulau Jawa memang gudangnya kesenian tersebut, bahkan dunia itu mampu melambungkan nama sejumlah dalang di dalam maupun luar negeri. Dari jumlah itu MataIndonesia.id memilahnya menjadi lima nama dalang yang sangat dikenal setidaknya masyarakat Indonesia dan sebagian besar sudah meninggal dunia. Kelimanya adalah,
1.Ki Anom Suroto

Dia mulai terkenal sebagai dalang wayang kulit purwa sekitar 1975 -an. Ilmu pedalangan dia pelajari sejak 12 tahun dari ayahnya sendiri Ki Sadiyun Harjadarsana. Selain itu dia secara langsung atau tidak langsung belajar Ki Nartasabdo maupun beberapa dalang senior lainnya.
Anom Suroto lahir di Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada Rabu Legi 11 Agustus 1948. Pada 1968, Anom tampil di RRI (Radio Republik Indonesia) setelah melalui seleksi ketat.
Tahun 1978 dia diangkat sebagai abdi dalem Penewu Anon-anon dengan nama Mas Ngabehi Lebdocarito. Tahun 1995 ia memperoleh Satya Lencana Kebudayaan RI dari Pemerintah RI.
Hingga akhir abad ke-20, Anom Suroto adalah satu-satunya orang yang pernah mendalang di lima benua. Negara-negara yang memintanya tampil antara lain Amerika Serikat pada tahun 1991, selain itu pernah juga mendalang di Jepang, Spanyol, Jerman Barat, Australia, dan banyak negara lainnya.
Ketua Umum Sena Wangi, Dr Soedjarwo, juga pernah mengirimnya ke India, Nepal, Thailand, Mesir, dan Yunani untuk membuka wawasan ilmu pewayangan.
2.Ki Nartosabdo

Ki Nartosabdo adalah seorang seniman musik dan dalang wayang kulit legendaris dari Jawa Tengah, Indonesia. Nama asli Ki Nartosabdo adalah Soenarto dan anak seorang perajin sarung keris bernama Partinoyo.
Dalang satu ini dapat dikatakan sebagai pembaharu dunia pedalangan di tahun 80-an. Gebrakannya dalam memasukkan gending-gending ciptaannya membuat banyak dalang senior yang memojokkannya. Bahkan ada RRI di salah satu kota memboikot hasil karyanya. Meskipun demikian dukungan juga mengalir antara lain dari dalang-dalang muda yang menginginkan pembaharuan di mana seni wayang hendaknya lebih luwes dan tidak kaku.
Selain sebagai dalang ternama, Ki Narto juga dikenal sebagai pencipta lagu-lagu Jawa yang sangat produktif. Melalui grup karawitan bernama Condong Raos yang didirikannya, lahir sekitar 319 buah judul lagu atau gending yang terkenal antara lain Gambang Suling, Klinci Ucul, dan Prau Layar.
Ki Nartosabdo lahir di Klaten, 25 Agustus 1925 – meninggal di Semarang, 7 Oktober 1985 pada umur 60 tahun.
3.Asep Sunandar Sunarya

Asep Sunandar Sunarya yang lebih dikenal dengan panggilan Asep Sunarya adalah dalang wayang golek yang menciptakan si Cepot. Boneka wayang itu bisa digerakkan sehingga bisa dimainkan seperti sedang berbicara.
Wayang itu juga dimainkan seperti sedang memegang busur dan melepaskan anak panah, tanpa bantuan tangan dalang. Dengan karyanya itu, dia pantas disebut sebagai pendobrak jagat wayang golek di Indonesia.
Asep yang sering dipanggil Abah itu dipuji dan juga dikritik dengan karyanya itu. Namun, hal itu makin memacu semangat dan kreativitasnya.
Keuletannya membuahkan hasil, namanya semakin populer. Terutama setelah Asep meraih juara dalang pinilih I Jawa Barat pada 1978 dan 1982. Kemudian pada 1985, ia meraih juara umum dalang tingkat Jawa Barat dan memboyong Bokor Kencana.
Pengakuan atas kehandalan dan kreativitasnya mendalang, bukan saja datang dari masyarakat Jawa Barat dan Indonesia, tetapi juga dari luar negeri. Dia pernah menjadi dosen luar biasa di Institut International De La Marionnete di Charleville Prancis. Dari institut itu dia mendapat gelar profesor.
Asep Sunarya lahir 3 September 1955 di Kampung Jelengkong, Kecamatan Baleendah, 25 km arah selatan Kota Bandung. Bernama kecil Sukana, anak ketujuh dari tiga belas bersaudara keluarga Abah Sunarya yang dikenal sebagai dalang legendaris di tanah Pasundan. Dia meninggal dunia pada 31 Maret 2014.
4.Ki Manteb Soedharsono

Karena keterampilannya memainkan wayang, dia dijuluki para penggemarnya sebagai Dalang Setan. Ki Manteb juga dianggap sebagai pelopor perpaduan seni pedalangan dengan peralatan musik modern.
Manteb Soedharsono adalah putra seorang dalang pula, bernama Ki Hardjo Brahim. Ia dilahirkan di desa Jatimalang, Kelurahan Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada tanggal 31 Agustus 1948.
Ki Manteb mulai mendalang sejak kecil. Namun, popularitasnya sebagai seniman tingkat nasional mulai diperhitungkan publik sejak menggelar pertunjukan Banjaran Bima sebulan sekali selama setahun penuh di Jakarta pada tahun 1987.
Ki Manteb mengaku, Banjaran Bima merupakan tonggak bersejarah dalam hidupnya. Sejak itu namanya semakin terkenal. Bahkan, pada tahun 90-an, tingkat popularitasnya telah melebihi Ki Anom Suroto, yang juga menjadi kakak angkatnya.
5. Ki Enthus Susmono.

Enthus dibesarkan dari lingkungan keluarga dalang. Ia adalah anak semata wayang Soemarjadihardja, dalang wayang golèk Tegal dengan istri ke-tiga bernama Tarminah. Bahkan kakek moyangnya, R.M. Singadimedja, merupakan dalang terkenal dari Bagelen pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat di Mataram.
Gaya sabetannya yang khas, kombinasi sabet wayang golek dan wayang kulit membuat pertunjukannya berbeda dengan dalang-dalang lainnya. Dia juga memiliki kemampuan dan kepekaan dalam menyusun komposisi musik, baik modern maupun tradisi (gamelan).
Kekuatan mengintrepretasi dan mengadaptasi cerita serta kejelian membaca isu-isu terkini membuat gaya pakeliran-nya menjadi hidup dan interaktif. Didukung eksplorasi pengelolaan ruang artisitik kelir menjadikannya lakon-lakon yang ia bawakan bak pertunjukan opera wayang yang komunikatif, spektakuler, aktual, dan menghibur.
Selain mendalang dia juga menjabat Bupati Tegal periode 2014-2019. Ki Enthus lahir di Kabupaten Tegal, 21 Juni 1966 – meninggal di Kabupaten Tegal, 14 Mei 2018 pada umur 51 tahun. (Nefan Kristiono)