HeadlineKisah

7 Benteng Ini Jadi Saksi Kekejaman Belanda Membantai Ribuan Rakyat Aceh

MATA INDONESIA, JAKARTA – Rakyat Aceh pasti takkan pernah melupakan tragedi 105 tahun yang lalu. Ketika itu, mereka menjadi saksi bisu peristiwa pembantaian pertama kali di abad ke-20 di 7 benteng pertahanan Tanah Gayo Lues, Provinsi Aceh.  

Pembantaian tersebut dilakukan seorang perwira Belanda Gotfried Coenraad Ernst van Daalen. Aksi genosida itu pun turut mencoreng wajah Negeri Kincir Angin untuk selama-lamanya.

Saat peringatan 100 tahun Perang Aceh 2014 lalu, foto-foto pembantaian rakyat Gayo sempat ditampilkan. Termasuk sebuah foto yang menampilkan seorang anak kecil terluka menghisap puting sang ibu yang telah menjadi bangkai.

Mirisnya, serdadu Marsose berdiri pongah di dekat anak kecil itu. Marsose alias Korps Marechaussee te Voet, satuan militer yang bernaung di bawah Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) alias Tentara Kerajaan Hindia Belanda. 

Peristiwa ini berawal dari hasil riset Snouck Hurgronje bertajuk “Het Gajolan en Zijn Bewoners” atau “Tanah Gayo dan Penduduknya” kepada van Heutsz. Sang Gubernur Jenderal pun merespons dengan menunjuk van Daalen sebagai pemimpin ekspedisi operasi militer ke Aceh, pada 8 Februari 1904.

Van Daalen dipilih karena keluarganya dikenal sudah sangat berpengalaman di Aceh. Ayahnya, Gotfried, van Daalen Sr., pernah menjabat kapten dalam Perang Aceh periode kedua (1874-1880).

Van Daalen muda pun menerima penunjukan tugas militernya sekaligus menuntaskan tugas bapaknya yang gagal saat itu. Setelah tiba, van Daalen langsung mengirimkan surat kepada raja-raja Gayo untuk segera menandatangani perjanjian takluk. Cara ini diakukan seperti banyak pemimpin rakyat di wilayah Aceh lain (Dien Madjid, Catatan Pinggir Sejarah Aceh,2014:280).

Namun para pemimpin Gayo menolak memenuhi undangan itu. Van Daalen pun murka dan menggerakkan pasukan untuk menyisir satu demi satu perkampungan di wilayah tersebut. 

Lalu terjadilah pembantaian terhadap warga di tujuh benteng pertahanan Gayo. Ajudan van Daalen, J.C.J. Kempees, dalam laporan berjudul “De tocht van Overste van Daalen door de Gajo, Alas-en Bataklanden” (1904), menyebut ekspedisi militer Belanda di pedalaman Aceh itu setidaknya menelan korban nyawa hingga 4.000 orang.

Setiap kali usai penyerbuan, van Daalen memerintahkan ajudannya untuk memotret tumpukan-tumpukan mayat dengan para Marsose yang berpose di sekitarnya (Dien Madjid, 2014: 282). 

Berikut 7 benteng yang menjadi lokasi pembantaian tersebut :

1. Benteng Pasir

Pada 10 maret 1904, pasukan Van Daalen tiba di kampung Kla, Kecamatan Tripe Jaya, Gayo Lues, di hari yang sama mereka bergerak memasuki kampung Kloang. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Desa Rerebe.

Gempuran peluru Marsose, membuat pejuang Gayo Lues memilih untuk mundur. Pasukan Marsose melanjutkan gerakan militernya menuju kampung Pasir.

Dan di kampung tersebut ternyata para pejuang Gayo telah menyiapkan benteng pertahanan, maka hingga sekarang dikenal sebagai Benteng Pasir.

Pasukan Marsose memasuki wilayah Kampung Pasir pada 14 Maret 1904 dan menggempur benteng pertahanan rakyat di pasir. Benteng pasir ini adalah benteng pertama rakyat Gayo Lues yang menjadi sasaran serbuan Belanda. Persiapan pertahanan rakyat di benteng pasir ini terbilang lemah karena perencanaannya tergesa-gesa.

Benteng Pasir diserang oleh satu setengah brigade penggempur marsose, sedang beberapa pasukan lainnya berjaga-jaga di tempat-tempat yang strategis, di luar benteng. Pertempuran tidak bisa dihindarkan.

2. Benteng Gemunyang

Serangan ke Benteng Gemunyang merupakan lanjutan dari Van Daalen menghabisi rakyat Gayo di Pasir. Pada 18 Maret 1904 Van Daalen memerintahkan 3 Brigade Marsose dibawah pimpinan Kapten Scheepens dibantu oleh Letnan Ebbink, 2 Brigade dibawah Komando Letnan Watrin dan yang lain dibawah pimpinan Van Daalen sendiri sebagai cadangan bergerak menuju benteng.

Pasukan pengempur marsose pun terkejut ketika dalam posisi kira-kira 10 meter dari dinding benteng, tiba-tiba meledaklah semburan api dari dalam benteng, ditambah lemparan batu, kayu-kayu runcing, semprotan air cabe yang terus-menerus.

Dari catatan Kempees jumlah korban tewas di pihak Gayo Lues sebanyak 308 orang di antaranya 168 laki-laki, 92 perempuan dan 48 anak-anak. Sementara pihak Belanda 2 orang mati dan 15 orang luka-luka. 

Sekedar tahu Benteng Gemuyang terletak di tepi gunung di kecamatan Kutapanjang sekarang dekat kampung Peparik. Benteng ini panjangnya 54 meter, dan lebarnya 42 meter, tingginya 2 meter dan tebal dindingnya 1,5 meter dan kakinya 0,9 meter.

3. Benteng Durin

Benteng kampung Durin ini terletak di tengah-tengah gundukan perkampungan besar Penampaan – Kutelintang. Di bagian kanan perkampungan ini terletak kampung Kute Bukit, dan Kute Sere. Tidak jauh dari perkampungan ini terletak kampung Blangkejeren, Bacang, Bener Kalifah, dan Kampung Kong.

Van Daalen mengira bahwa setelah jatuhnya benteng Gemuyang ke tangan pihak Belanda, dia akan dengan mudah dapat menaklukan rakyat Gayo Lues. Namun ternyata Van Daalen salah, rakyat tidak mau menyerah, mereka lebih memilih berjuang.

Atas sikap itu, Belanda mengatur siasat dan pada 22 Maret 1904 Van Daalen mengeluarkan perintah kepada pasukan marsose untuk menyerang benteng Durin.

Pasukan itu berjumlah diperkiarakan, 8 (delapan) Brigade yang dipimpin oleh pasukan serbu Kapten Scheepens dibantu oleh Letnan Aukes, 2 brigade dipimpin oleh Letnan Watrin dan dibantu oleh Ebbink, 3 brigade berada dibawah pimpinan Letnan Winter untuk cadangan, termasuk barisan kesehatan di bawah pimpinan perwira kesehatan Neeb, 2 brigade di bawah pimpinan Christoffel membantu mengawasi lapangan sedangkan Van Daalen sebagai cadangan.

Tercatat dari buku karangan JCJ. Kempees, korban dari rakyat Gayo yang tewas sebanyak 164 orang terdiri dari perempuan dan anak-anak. Sedangkan dari pihak Belanda berjumlah 30 orang luka-luka diantaranya 2 perwira Belanda.

4. Benteng Badak

Tepatnya 4 April 1904, Marsose menyerang benteng ini, setelah mereka berhasil menguasai Benteng Durin.

5. Rikit Gaib

Pertempuran di Benteng Rikit Gaib terjadi pada 21 April 1904. Dalam penyerangan ke benteng ini, Belanda mengerahkan seluruh kekuatan induk marsose ditambah dengan bala bantuan baru.

Pasukan penggempur 3 Brigade di bawah pimpinan Kapten Scheepens dibantu oleh Letnan Aukes, 2 seksi dipimpin oleh Kapten De Graaf dibantu oleh Letnan Harbord dan Delgorde. Selanjutnya 2 Brigade di bawah pimpinan Letnan Ebbink ditugaskan menduduki bukit sebelah barat benteng Tungel.

Kemudian 1 Brigade dipimpin oleh Letnan Christoffel ditugaskan menduduki bukit sebelah utara Rempelam dan 2 Brigade yang dipimpin oleh Letnan Watrin dan 1 seksi dipimpin oleh Letnan Velsing bersama Van Daalen sendiri dan 1 seksi ditugaskan mengawasi lapangan.

Persenjataan yang tidak seimbang, Benteng Rikit Gaib jebol berhasil direbut dan rakyat berguguran. Tercatat korban tewas di pihak Gayo Lues sebanyak 184 orang, 143 laki-laki dan 41 perempuan dan anak-anak.

Benteng Rikit Gaib adalah gabungan dari dua kampung yang bertetangga yaitu kampung Cane Uken dan kampung Tungel.

6. Benteng Penosan

Pada tanggal 11 Mei 1904, Van Daalen mengeluarkan perintah untuk menyerang benteng Penosan dengan kekuatan penuh. Untuk menyerbu benteng setinggi 3 meter ini, Van Daalen mengerahkan 10 Brigade marsose, dibantu oleh 4 pasukan mobil dari Kuala Simpang dan pasukan penggempur terdiri dari 3 Brigade di bawah komando Kapten Scheepens.

Pertempuran pun berkecamuk dengan hebat, pejuang Aceh menyambut pasukan Belanda di atas tanggul dan pinggiran benteng. Rakyat Gayo, laki-laki dan perempuan serta anak-anak mempertahankan dengan gagah berani.

Untuk membendungan kekuatan rakyat, Dallen memerintahkan prajuritnya untuk membakar rumah, perlindungan rakyat, lubang-lubang perlindungan sehingga banyak pejuang Gayo yang hangus terbakar.

Diperkirakan warga Gayo yang tewas sebanyak 284 orang gugur, 200 orang laki-laki, 71 orang perempuan, 23 orang anak-anak. Korban luka-luka 19 orang laki-laki, perempuan dan anak-anak. Di pihak Belanda korban 39 orang, 6 orang mati, 3 orang luka-luka dan 30 serdadu marsose.

7. Benteng Tampeng

Pertempuran di benteng Tampeng terjadi tanggal 18 Mei 1904. Benteng yang terletak tidak jauh dari Penosan diserbu 10 Brigade pasukan marsose ditambah pasukan infantry bala bantuan dari Kutaraja dan Kuala Simpang.

3 Brigade dipimpin oleh Kapten Scheepens dibantu Letnan Winter. 3 Brigade dipimpin Letnan Watrin dibantu Letnan Braam Morris, 3 Brigade dipimpin Letnan Christoffel yang bertugas sebagai pembantu bagian selatan bersama 4 seksi di bawah komando Kapten De Graaf lengkap dengan dokter, ambulans dan 250 orang hukuman. Penyerangan dimulai.

Menurut catatan korban di pihak Gayo Lues 176 orang gugur, 125 orang laki-laki dan 51 orang perempuan dan anak-anak. Hanya 4 orang perempuan dan anak-anak yang masih hidup. Korban di pihak Belanda 39 orang, 1 orang mati dan luka-luka 38 orang. 

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close