News
Begini Strategi BI untuk Kembalikan Stabilitas Ekonomi Nasional

MATA INDONESIA, JAKARTA – Setelah rupiah menyentuh Rp 15 ribu per dolar AS sejak Rabu 3 Oktober 2018 kemarin, banyak yang menduga-duga stabilitas ekonomi nasional mulai terancam dengan kondisi tersebut.
Namun, Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan strategi khusus untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dengan melakukan koordinasi antar otoritas terkait.
Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, ada tiga langkah koordinasi yang akan ditempuh BI kepada semua otoritas terkait urusan perekonomian.
Langkah pertama adalah koordinasi dalam stabilitas nilai tukar untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik, khususnya obligasi pemerintah serta menyiapkan mekanisme rekening simpanan khusus menampung Devisa Hasil Ekspor (DHE).
Kedua, koordinasi penurunan transaksi berjalan melalui implementasi B20 untuk menekan angka impor minyak dan mendorong ekspor kelapa sawit, penerimaan devisa pengembangan pariwisata, mendorong ekspor, dan langkah-langkah lain melalui kebijakan fiskal.
Terakhir, BI dan instansi terkait akan melakukan koordinasi dalam akselerasi pendalaman pasar keuangan untuk pembiayaan ekonomi, termasuk infrastruktur melalui pembiayaan infrastruktur serta pembiayaan korporasi.
BI juga masih aktif melakukan bauran kebijakan untuk memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Salah satu caranya dengan menaikkan suku bunga kebijakan moneter sebesar 150 bps menjadi 5,75 persen selama tahun 2018.
Ada juga cara lain dengan melakukan intervensi ganda di pasar valas dan pembelian SBN dari pasar sekunder untuk stabilitas nilai tukar.
Khusus masalah rupiah yang tak berdaya di hadapan dolar AS belakangan ini, Perry Warjiyo berkata kondisi ini harus dilihat secara relatif.
“Maksudnya, kalau kita bicara rupiah, jangan lihat pada levelnya, tapi pada tingkat depresiasinya dibanding negara lain,” kata Perry.
Per 2 Oktober 2018 lalu, secara year to date, depresiasi rupiah mencapai 9,82 persen. Tapi bagi Perry, angka ini masih kecil jika dibandingkan negara lain seperti India yang mencapai 12,40 persen, Afrika Selatan 13,83 persen, Brazil 17,59 persen, dan Turki 37,26 persen. (Awan)