News

BPPT: Anak Gunung Krakatau Belum Selesai, Maka Indonesia Harus Pasang Alat Deteksi Tsunami

MATA INDONESIA, JAKARTA – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan siap membangun sistem peringatan dini tsunami di Indonesia khususnya Selat Sunda karena aktivitas Anak Gunung Krakatau belum selesai.

Pakar tsunami BPPT Widjo Kongko yang melakukan kaji cepat peristiwa tsunami Selat Sunda itu menyatakan kemungkinan besar musibah itu dipicu oleh flank failure/collapse atau longsoran yang diakibatkan aktivitas Anak Gunung Krakatau.

“Aktivitas Anak Krakatau belum selesai dan flank atau collapse yang terjadi bisa memicu ketidakstabilan berikutnya,” ujar Widji Kongko seperti ditulis laman bppt.go.id.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho. Melalui akun twitternya dia menyatakan erupsi Anak Gunung Krakatau belum akan berhenti.

Data yang dia miliki menunjukkan erupsi Sabtu 22 Desember 2018 malam itu bukan yang terbesar dalam beberapa bulan ini. Menurutnya letusan terbesar terjadi antara periode Oktober – November 2018. Hal itu membuat tubuh gunung terus bertambah tinggi empat sampai dengan enam meter setiap tahun.

datakrakatausutopo
Sumber: Twitter @Sutopo_PN

Meski pemerintah masih menetapkan status waspada untuk Anak Gunung Krakatau namun dia meminta masyarakat selalu waspada.

Untuk mengeliminir jumlah korban bencana khususnya tsunami, Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT Hammam Riza, lembaganya itu siap membangun sistem peringatan dini tsunami dengan alat deteksi yang canggih.

Dia menegaskan BPPT bisa membangun sistem berdasarkan buoy yang disebar di lepas pantai kawasan rawan tsunami atau menggunakan kabel yang disebut cable based tsunameter (CBT).

Hal itu sudah menjadi kajian rutin Pusat Teknologi Reduksi dan Risiko Bencana (PTRRB) BPPT saat ini memang sedang melakukan kajian di wilayah terdampak bencana.

Menurut Hamam teknologi yang dimiliki BPPT mampu mengantisipasi dan mengurangi risiko akibat bencana.(Nefan Kristiono)

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close