News
Bukan Hoax! Indonesia Aman dari Krisis Moneter, Ini Buktinya
Nomura menyatakan Indonesia saat ini memiliki cadangan devisa sebesar 117 miliar dolar dan ratio utang terhadap PDB yang rendah

MATA INDONESIA, JAKARTA – Banyak masyarakat mengkhawatirkan bangsa Indonesia bakal kembali mengalami krisis moneter. Ya, isu krisis moneter ini memang seksi ‘digoreng’ menjadi senjata pemukul jelang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada 2019 mendatang.
Tapi tahukah kalian bahwa isu bakal terjadinya krisis moneter tersebut sebenarnya tidak benar. Kok bisa? Mengutip Financial Times, Jumat 14 September 2018, berdasarkan hasil analisa perusahaan holding asal Jepang, Nomura Holding Inc, menyebut Indonesia menjadi salah satu dari delapan negara yang memiliki risiko terendah terkena krisis moneter.
Hasil analisa tersebut bukanlah isapan jempol semata, karena Nomura menyatakan Indonesia saat ini memiliki cadangan devisa sebesar 117 miliar dolar dan ratio utang terhadap PDB yang rendah, yakni sekitar 30 persen dan membuat Indonesia mampu menahan pelemahan nilai tukar rupiah.
Dengan menggunakan model Damocles score, Nomura menganalisis indeks peringatan dini Indonesia berada di level 0 dari skala 0-200. Semakin rendah indeks mengindikasikan semakin kecil terjadi krisis, sebaliknya semakin besar indeks maka semakin rentan terjadi krisis. Jika indeks suatu negara di atas 100 mengindikasikan negara tersebut berpotensi terjadi krisis dalam 12 bulan ke depan.
Buat yang masih bertanya apa sih model Damocles Score itu? Jadi Damocles digunakan untuk mengidentifikasi krisis nilai tukar di 30 negara berkembang. Model tersebut memeriksa sejumlah faktor seperti cadangan devisa, tingkat utang, suku bunga, dan impor.
Model Damocles mampu memprediksi 2/3 dari 54 krisis nilai tukar di negara berkembang sejak 1996 hingga 12 bulan ke depan. Dari situ muncul skor, dimulai dari 0 sampai 200.
Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan, minimnya risiko Indonesia terkena krisis tak lepas dari kebijakan yang diambil oleh pemerintahan. ”Kebijakan pemerintahan dalam hal ini, tentu policy mix, yaitu kombinasi kebijakan moneter dan fiskal. Tetapi proyek infrastruktur tetap menjadi panglima. Semua pihak mengakui itu,” ujarnya.
Selain itu ada dua faktor positif yang mendukung analisis Nomura. Pertama, banyaknya proyek infrastruktur strategis yang menjadi daya tarik investor asing untuk menanamkan modal ke Indonesia sehingga mampu menangkal krisis.
Kedua, kondisi sektor perbankan yang baik. Saat ini Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal perbankan berada di angka 22 persen. Hal itu menjadi garansi tidak akan terjadi krisis ekonomi yang berasal dari sektor perbankan, seperti terjadi pada krisis 1998.
”Bank masih bisa memberikan kredit (lending) dengan ekspansi 9 sampai 10 persen. Suatu hal yang tidak terjadi pada krisis 1998 lalu,” kata dia.
Tony berharap pemerintah bisa mengendalikan defisit transaksi berjalan (CAD) yang mencapai 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Caranya dengan mengerem proyek-proyek berbasis impor atau menggunakan devisa negara.
”Pemerintah harus menginjak pedal rem. Proyek-proyek yang berbahan baku impor atau menggunakan devisa, harus dikendalikan. Lebih selektif. Defisit transaksi berjalan harus dikendalikan di bawah 3 persen terhadap PDB,” ujarnya. (Tian)