
MATA INDONESIA, JAKARTA – Ada sebuah pertanyaan retoris, siapa umat Muslim di dunia ini yang tak ingin masuk surga? Jawabannya, umat Muslim yang tergolong munafik yang getol membawa nama Islam untuk kepentingan politik pun juga ingin masuk surga.
Pertanyaannya sekarang siapa yang dapat menjamin umat Islam menjadi ahli surga ? Apakah seorang Novel Bakmumin bisa memberikan syarat tambahan yakni jika cinta pasangan calon presiden dan wakil presiden, Prabowo-Sandiaga Uno bisa masuk surga?
Jawabannya adalah kita, baik Novel Bakmumin tidak mengetahui siapa saja di antara kita yang ahli surga maupun ahli neraka. Kecuali orang-orang yang mendapatkan nash jaminan masuk surga, seperti beberapa orang yang telah dijanjikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Sa’ad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf. Di luar orang-orang tersebut tidak ada makhluk manapun yang bisa memastikan siapa saja masuk ke surga atau neraka.
Menurut Abdullah bin Zaid radliyallahu anh sebagaimana dikutip oleh Abdul Wahab as-Sya’rani dalam Mukhtashar at-Tadzkirah lil Qurthubi (Kairo, Dâru Ihya’ al-Kutub al-Arabiyyah, halaman 93) memberikan gambaran ciri-ciri orang ahli surga yang dapat dilihat saat mereka masih di dunia sesuai dengan sifat.
Seperti yang telah difirmankan dalam Al-Qur’an adalah orang yang hidupnya penuh dengan kesedihan, galau, menangis, dan takut akan azab Allah. Kesedihan dan galau di sini bukan sebab memikirkan masalah dunia, namun sedih tentang bagaimana hubungannya dengan Allah, nasibnya di akhirat kelak dan seterusnya.
Dengan kesedihan yang mendalam tersebut, Allah subhânahu wa ta’âlâ menggantinya dengan hidup penuh kebahagiaan di akhirat kelak.
قَالُوا إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِي أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ، فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَانَا عَذَابَ السَّمُومِ
Artinya: “Mereka berkata ‘Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab). Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka’.” (QS At-Thȗr: 26-27)
Demikian berlaku sebaliknya. Allah juga memberikan ciri-ciri orang yang kelak akan menghuni neraka. Yaitu orang yang di dunia selalu bergembira ria dan tertawa-tawa (melupakan akhirat, red).
إِنَّهُ كَانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُورًا
Artinya: “Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya.” (QS Al-Insyiqaq: 13)
Dalam tafsir al-Jalalain dikatakan, maksud bergembira di sini adalah dengan mengikuti hawa nafsunya. Dengan demikian kita dapat mengambil pelajaran, betapa pentingnya memikirkan nasib kita di akhirat. Kata Buya Hamka, “Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja.” Oleh karena itu, sebagai umat Islam kita tidak boleh sekadar makan, bekerja dan bercanda.
Islam tidak menentang kemajuan. Islam tidak anti terhadap inovasi. Tapi terobosan-terobosan manusia Muslim tetap berdasar keimanan dan ketakwaan. Umat Islam perlu memikirkan kehidupan setelah mati secara serius supaya tidak terbuai dengan rayuan dunia yang bisa menjadikan orang lalai, korupsi, dan lain sebagainya. Wallahu a’lam.
Artinya, menjadi penghuni surga tergantung apa yang kita lakukan di dunia ini, bukan karena pilihan politik. Jaminan masuk surga hanya dengan menjalankan kewajiban perintah Allah SWT, seperti setiap hari (shalat 5 waktu). Dan banyak sekali amalan-amalan yang menambahkan keimanan dan ketakwaan seorang muslim.
Bukan mudah untuk menjadi seperti ciri-ciri diatas. Namun kita harus berusaha agar mendapat surga (jannah-Nya) di hari akhir nanti. Semoga kita mendapatkan dan menjadi penghuni surga Allah SWT. Amin ya Rabbal ‘Alamin. (Rayyan Bahlamar)