Pemerintah juga terus menambah dana bergulir untuk UMKM yang mencapai Rp 2,5 triliun pada 2018. Selain itu, dana pinjaman untuk pelaku usaha pun dipermudah untuk meningkatkan produksi.
Majunya UMKM berdampak pada kuatnya sektor pariwisata Tanah Air. Banyak wisatawan dalam maupun luar negeri yang berwisata, sekaligus berbelanja oleh-oleh untuk dibawa pulang. Industri kreatif ini benar-benar memberi efek domino yang panjang.
Tapi, semua itu ternyata mulai berjalan terseok-seok saat memasuki 2019. Pelaku UMKM, khususnya yang bergerak memproduksi oleh-oleh menemui masalah besar yang baru. Kebangkrutan ada di hadapan mereka.
Bukan karena pemerintah tak lagi menggulirkan dana bantuan, atau pinjaman. Masalah utamanya adalah pada pembeli atau wisatawan yang sudah mulai enggan membawa pulang oleh-oleh akibat penerapan tarif bagasi oleh maskapai penerbangan, seperti Lion Air.
Permintaan lesu, penjualan menurun. Hal ini terjadi di beberapa daerah yang selama ini terkenal cukup populer dikenal sebagai tempat berbelanja oleh-oleh khas.
Baru-baru ini, penjualan oleh-oleh di Padang disebut sedang anjlok sampai ke angka 40 persen. Edan! Penyebab utamanya adalah tarif bagasi berbayar yang membuat wisatawan enggan belanja karena takut terbebani biaya lainnya saat akan pulang menggunakan pesawat.
Data itu diperoleh dari hasil survei yang dilakukan Dinas Pariwisata Kota Padang. Penerapan bagasi berbayar membuat wisatawan harus membayar lebih, dan akhirnya memilih untuk mengurangi pembelian oleh-oleh.
Bahkan, kondisi yang mengkhawatirkan ini membuat Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno sampai harus menyurati salah satu maskapai terkait penerapan bagasi berbayar.
“UMKM penjual oleh-oleh sangat bergantung pada wisatawan. Kebijakan ini akan membuat wisatawan enggan belanja, lalu UMKM mati,” kata Irwan, baru-baru ini.
Permasalahan yang sama juga terjadi di Riau. Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Riau, Dede Firmansyah memprediksi UMKM penjual oleh-oleh khas akan banyak yang gulung tikar setelah pemberlakuan tarif bagasi berbayar.
“Tarif bagasi berbayar akan memberatkan penumpang secara ekonomi, mereka akan mengurangi pembelian oleh-oleh,” kata Dede di Pekanbaru, Jumat 25 Januari 2019 lalu.
Lampung menjadi daerah lain yang UMKM-nya juga terkena imbas penerapan bagasi berbayar. Usaha keripik pisang aneka rasa di Jalan Pagaralam atau Gang PU menemui puncak kelesuannya usai kebijakan itu diterapkan.
Padahal selama ini, para pedagang selalu mengandalkan orang-orang dari luar Lampung sebagai pelanggan utama. Sayang, bagasi berbayar membuat daya beli menurun.
Sebenarnya, efek negatif tarif bagasi ini pernah ditolak oleh DPR-RI Komisi V. Apalagi, penerapan kebijakan ini tidak tepat karena diberlakukan saat daya beli menurun dan harga barang masih relatif mahal.
“Kebijakan bagasi berbayar adalah bentuk disinsentif bagi industri pariwisata. Bagasi pesawat berbayar juga bisa mengganggu pertumbuhan UMKM,” kata Anggota DPR-RI Komisi V, Intan Fauzi, Jumat 1 Februari 2019 lalu.
“Bayangkan, masyarakat pulang kampung membeli oleh-oleh, souvenir, makanan, kopi, dodol, dan lainnya tapi terpaksa ditinggal di bandara karena takut kena biaya bagasi. Padahal, sedang mendorong UMKM supaya mereka bisa jualan sovenir yang ujungnya membuat UMKM kita bisa baik kelas. Nah, bagasi berbayar ini sama saja mematikan usaha rakyat,” ujar Intan menambahkan.
Pertanyaan besarnya, sampai kapan kebijakan yang mencekik UMKM ini akan terus diberlakukan maskapai penerbangan? Sampai hari ini, dalam pantauan Mata Indonesia, belum ada langkah konkrit dari pemerintah dalam menangani masalah ini. (Ryan)
]]>“The gentle art of gastronomy is a friendly one. It hurdles the language barrier, makes friends among civilized people, and warms the heart.” – Samuel Chamberlain
DIPLOMASI SEBAGAI ALAT
Diplomasi menjadi sebuah alat dalam usaha sebuah negara mencapai tujuanpolitis dan promosi negara di dunia internasional. Dalam teori hubungan internasional, istilah people to people contact menargetkan masyarakat sebagai komunitas internasional, yang perlu dipengaruhi melalui cara diplomasi yang lebih familiar dan lebih ‘cair’.
Sebagian kalangan menyebutkan cara ini sebagai bentuk diplomasi yang didefinisikan sebagai usaha dari satu atau lebih aktor internasional untuk mempengaruhi lingkungan internasional lewat hubungan langsung dengan publik luar negeri.
Toshiya Nakamura dalam artikel Japan’s New Public Diplomacy: Coolnessin Foreign Policy Objectives mengatakan bahwa diplomasi publik sendiri adalah satu metode untuk meningkatkan soft power dan diplomasi project suatu negara sebagaimana soft power itu sendiri memberikan pengaruh yang signifikan pada perncapaian-pencapaian diplomatik sebuah negara.
Artikel George F. Kennan dalam Foreign Affairs yang berjudul Diplomacy Without Diplomats sangat menarik dan relevan dengan diplomasi publik. Kennan mengemukakan bagaimana Amerika Serikat yang mulai merasakan aktivitas diplomasi Amerika Serikat yang terfragmentasi, sehingga diperlukan people to people contact.
Hubungan antar individu kini semakin mudah dan kian bebas, mampu melewati batas negara di belahan dunia manapun dapat dilakukan secara mudah dan cepat. Salah satunya adalah melalui diplomasi kebudayaan yang bertujuan mempengaruhi pendapat umum masyarakat dalam upaya mendukung tercapainya kepentingan nasional.
Salah satu cabang yang tumbuh dan berkembang secara kreatif dan dinamis adalah kuliner. Produk ini dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia selain menampilkan corak budaya yang khas, juga telah berperan secara nyata dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan Indonesia melalui kuliner khas nusantara sebagai alat diplomasi. Diplomasi melalui makanan ini dikenal dengan istilah gastro diplomacy.
Linda Morgan dalam thesisnya Diplomatic Gastronomy: Style and Power at the Table bahkan menyimpulkan ‘the power symbolism of diplomatic meals, creating the term “diplomatic gastronomy” to describe the prestige based power interactions that use food as a medium for interaction’. Sebagai salah satu contoh praktis, pada Januari 2012, Duta Besar Indonesia untuk Spanyol Adiyatwidi Adiwoso Asmady melancarkan gastro diplomacy dengan mengundang para Duta Besar untuk mencicipi kuliner Indonesia yang disajikan di Hotel Intercontineltal, Madrid Spanyol, dengan maksud untuk lebih memperkenalkan Indonesia khususnya dari sisi kuliner kepada masyarakat di Spanyol.
APA ITU GASTRO DIPLOMACY?
Banyak yang belum memahami apa itu gastronomi dan bisa jadi lebih banyak yang mengerti kuliner daripada gastronomi. Secara singkat, gastronomi dalam bahasa Indonesia disebut sebagai upaboga yang mempunyai pengertian yang berbeda dengan kuliner. Indra Ketaren, Presiden Indonesia Gastronomy Association pernah menyampaikan, gastronomi dalam bahasa akademis disebut sebagai the art of good eating alias seni makan yang baik. Secara universal gastronomi adalah sebuah pengetahuan yang mempelajari mengenai hubungan kuliner dengan berbagai komponen budaya dan sejarah dimana makanan sebagai poros tengah yang fokusnya pada hidangan yang berkualitas prima (gourmet). Sedangkan kuliner dalam bahasa akademisnya adalah the art of good cooking alias seni memasak yang baik. Secara sederhana, Indra Ketaren ingin menyampaikan bahwa gastronomi adalah pemerhati, pecinta dan penikmat makanan (culinary connoisseur) dan menilai makanan dari sisi sejarah, budaya, lanskap geografis dan metoda memasak.
Diplomasi gastronomi menjadi alat yang paling populer dalam diplomasi publik. Dengan berbekal pisau, garpu dan bendera serta menggunakan restoran untuk mempromosikan kebudayaan dan makanan serta berbagi keberagaman yang unik setiap makanan berbagai negara. Mantan Menteri Luar negeri Amerika Serikat Hillary Clinton bahkan pernah menyatakan bahwa penggunaan makanan dalam berdiplomasi adalah cara yang sudah lama digunakan dalam praktik-praktik diplomasi. Selain itu di era tahun 2000, beberapa negara sudah melakukan gastro diplomacy. Gastro diplomacymerupakan inisiatif awal diplomasi kuliner yang diluncurkan Pemerintah Thailand pada tahun 2002 untuk mendorong lebih banyak orang di seluruh dunia makan masakan Thailand. Contoh lain adalah Korea dengan diplomasi kimchi dan Malaysia dengan proyek Malaysian Kitchen.
Sebetulnya Indonesia memiliki ragam seni dan budaya kuliner yang keberadaannya perlu dikembangkan dan dilestarikan agar tidak hilang ditelan waktu. Kekayaan kuliner yang merupakan kearifan lokal patut dipertahankan bahkan perlu dilakukan pengembangan makanan daerah dengan semakin banyak ragam makanan yang muncul untuk menjadi ciri khas dari daerah. Kuliner tradisional merupakan salah satu kekayaan budaya yang sepatutnya harus digali kembali popularitasnya. Sebagai salah satu aset budaya, upaya itu dapat dilakukan melalui revitalisasi dan proses transformasi melalui konsep invented tradition yang bernilai ekonomis dan daya jual untuk pariwisata dan budaya.
Hal tersebut di atas, sudah menjadi perhatian dari Presiden Joko Widodo. DalamRapat Terbatas tanggal 3 Februari 2017, beliau mengingatkan bahwa brand power Indonesia belum kuat dibandingkan dengan negara tetangga.”Saya ingin mengingatkan bahwa brand power di Indonesia baik untuk perdagangan, untuk investasi maupun pariwisataLaporan diterima, brand power Indonesia di bidang perdagangan dan investasi berada pada tingkat 6,4 persen. Jauh di bawah Singapura dengan angka yang nyaris mencapai 10 persen dan Thailand yang berada sedikit di atas Indonesia. Sedangkan di bidang pariwisata, Indonesia berada di tingkat 5,2 persen. Sementara brand powerpariwisata di Thailand berada pada tingkat 9,4 persen dan Singapura yang ada pada tingkat 8,6 persen.Oleh sebab itu, Presiden berharap rapat terbatas ini lahir rancangan kebijakan yang berorientasi ke pembentukan nation brandingIndonesia yang kuat.
GASTRO DIPLOMACY UNTUK MENINGKATKAN BRANDING
Melalui gastro diplomacy, dikaitkan dengan beragamnya keunggulan yang dimiliki oleh Indonesia, sebetulnya keinginan dari Presiden Joko Widodo dapat dipenuhi bila semua stakeholders bekerjasama dengan keras untuk mewujudkannya. Ada tiga cara yang sebetulnya dapat dilakukan yaitu :
Acara Diplomatik, Erik Goldstein dalam the Politic of the State Visit mengatakan diplomatic ceremony -especially its pomp and circumstance -is a useful diplomatic tool. Both bilateral and multilateral diplomatic ceremonies provide a means of communicating ideas and information.One rational for the meeting of agents and the use of diplomatic ceremony is provided through the medium of food. Salah satu barometer penggunaan upacara diplomatik adalah melalui media makanan. Ketika kepala negara berkumpul dalam konteks bilateral atau multilateral, fitur inti dari acara-acara diplomatik yang paling penting adalah perjamuan makanan. Seringkali dalam beberapa acara diplomatik, kita ‘terjebak’ untuk memberikan western food daripada makanan lokal. Sudah saatnya para menteri dan pejabat tinggi di negara kita, mulai menyajikan makanan lokal kepada tamu-tamu asing untuk memperkenalkan budaya Indonesia melalui makanan. Salah satu contoh yang sangat menarik yang sudah dilakukan adalah ketika Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menjamu Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrovdengan rendang yang telah terpilih menjadi makanan paling enak di dunia versi CNN.
Pariwisata, Liz Sharples dalam Food Tourism Around the World: Development, Management and Markets menyampaikan the growth of culinary tourism is seen as an outcome of a trend where people spend much less time cooking, but choose to pursue their interest in food as a part of a leisure experience such as watching cooking shows, dining out and the like.Adanya perkembangan trend wisata gastronomi atau yang lebih popular dikenal sebagai wisata kuliner yang pada saat ini didorong oleh local genius. Salah satu upaya untuk menarik wisatawan melalui wisata gastronomi adalah dengan menggelar pagelaran atau festival. Beberapa contoh penyelenggaraan kegiatan di atas atara lain Madrid Fusion & Gastro Festival, Internationale Tourismus-Borse di kota Berlin, Los Angeles Food and Wine Festival dan World Expo Milano. Pagelaran dan festival di atas dikenal sebagai ajang gastronomi yang banyak sekali menarik minat wisatawan mancanegara. Selain festival, beragam program liburan banyak disampaikan oleh pihak tour travel untuk mengunjungi suatu tempat hanya untuk mencicipi makanan yang sudah dikenal wisatawan melalui program televisi. Kegiatan seperti ini sudah digagas oleh komunitas Jakarta Food Traveler yang sering mengadakan kegiatan berkeliling Jakarta hanya untuk memcicipi kuliner khas daerah tersebut.
Pengembangan UMKM Informal, Anthony Bourdain dalam acara televisi No Reservation pernah mengatakan the more street food we have, the more it’s embraced by every income strata, the better world we have.Hasil Sensus Ekonomi 2016 mendata jumlah usaha non pertanian di Indonesia mencapai 26,7 juta usaha. Dari total jenis usaha tersebut, sekitar 70,8% merupakan kategori usaha tidak menempati bangunan. Jenis usaha tersebut misalnya pedagang keliling, usaha kaki lima, usaha dalam rumah tempat tinggal dan sebagainya. Diakui atau tidak, sebagian besar masyarakat Indonesia mengkonsumsi makanan baik pagi, siang dan malam dari makanan kaki lima dan menjadi tulang punggung penggerak roda ekonomi indonesia.Untuk itu diperlukan langkah terpadu terhadap pelaku UMKM di Indonesia dengan mengangkat dan mengkukuhkan harkat martabat makanan jalanan dan usaha industri makanan rumah tangga sebagai bagian dari wajah gastronomi Indonesia.
Salah satu jalannya adalah membangun citra produk makanan jalanan dan usaha industri makanan rumah tangga secara menyeluruh dan konsisten baik di Indonesia maupun di luar negeri.Thailand, Vietnam dan Malaysia telah mendorong pengembangan makanan kaki lima agar lebih go internasional, melalui penayangan di channel televisi berbayar yang menayangkan makanan. Selain itu perlu upaya untuk memberikan fasilitas bagi para pelaku UMKM yang bergerak di bidang makanan serta memberikan pelatihan menjadi entrepeneurship, food higienic, marketing dan lain-lain, secara otomatis akan menggerakan roda perekonomian bangsa dengan perluasan tenaga kerja dan kedaulatan pangan.
Saat ini banyak negara yang sudah all out untuk menggarap nation branding, untuk itu sudah saatnya Indonesia terus untuk meningkatkan melalui diplomasi film, olahraga, kebudayaan dan kuliner/gastronomi. Kecenderungan pola hubungan internasional yang lebih mendorong people to people contact seyogyanya disambut oleh Indonesia menjadi sebuah keunggulan baik dari sumber daya alam maupun manusia. Salah satu event besar yang sangat mendunia yang akan diselenggarakan di Indonesia adalah Asian Games tahun 2018. Diperlukan upaya bersama meliputi semua pihak baik pemerintah, sektor swasta dan masyarakat agar Indonesia dapat menjadi champion dalam gastro diplomacy.
———-
*) Penulis adalah Staf Ahli Bidang Hukum dan Hubungan Internasional, Sekretariat Kabinet
(Setkab.go.id)
]]>MATA INDONESIA – Terasa sudah komunikasi sebagai bagian dari kebutuhan hidup manusia. Keperluan untuk berkomunikasi seakan tak pernah surut, pergerakan arus pesan dan informasi terus dilakukan oleh siapa saja, dimana saja serta kapan saja.
Artinya, kegiatan inilah yang semakin mewarnai kehidupan manusia dan tampak sebagai kebutuhan yang tak dapat ditunda. Adanya smartphones memungkinkan manusia di era ini sangat mudah memperoleh informasi dan informasi terus menerus menembus waktu kehidupan manusia.
Di era digital saat ini, pemakaian komputer dan smartphones memiliki andil besar dalam mendorong terjadinya proses komunikasi. Proses komunikasi melalui telepon genggam saat inipun tidak lagi mengandalkan pengiriman pesan singkat seperti yang biasa dikenal dengan sebutan SMS (short message service) namun telah berkembang ke banyak alternatif lain seperti melalui Whatsapp, path, line dan sebagainya.
Selain itu, berkembang pula metode komunikasi penyampaian pesan yang memiliki jangkauan lebih luas lagi yaitu facebook, twitter, you tube, instagram, blog yang kesemuanya memiliki karakteristik keunikan sendiri-sendiri sebagai media penyampai pesan. Namun , kesemuanya memiliki kesamaan dalam menjangkau audience dalam jumlah yang cukup besar. Kemampuan dalam jangkauan pengguna dan audience yang teramat luas inilah yang dikenal sebagai media sosial. Laluapakah yang dimaksud dengan media sosial?
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein dalam jurnal Business Horizons (2010) mendefinisikan media sosialsebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun Web 2.0 ideologi dan teknologii, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran pesan diantara pengguna.(Social Media is a group of Internet-based applications that build on the ideological and technological foundations of Web 2.0, and that allow the creation and exchange of User Generated Content). Keunikan media sosial bukan hanya sebagai aplikasi berbagi pesan dalam tulisan, namun juga kemudahan berbagi foto atau video lewat berbagai jejaring sosial lainnya dan setiap penggunadapat saling memberi respon atau tanggapan.
Dari berbagai survei, pengguna aplikasilayananjejaringsosialtersebutdiseluruh dunia mencapai jumlah ratusan juta pengguna. Data menunjukkan, Asia merupakan kawasan dengan jumlah pengguna internet terbesar.
Sebagai gambaran dan bukan hal yang biasa tentunya, dengan populasi 250 juta,pengguna internet di Indonesia hingga Maret 2017 telah mencapai sejumlah 132,700,000 pengguna dengan tingkat penetrasi sebesar 50,4% dari jumlah penduduk. Indonesia juga menempati jumlah pengguna terbesar di kawasan ASEAN(http://www.internetworldstats.com).
Cukup menarik, Indonesia merupakan pengguna twitter terbanyak ketiga di dunia. umumnya pengguna teknologi komunikasi ini tidak hanya untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk menyampaikan pendapat terkait dengan isu tertentu. Pengguna media sosial (netizen) twitter di Indonesia termasuk cukup aktif dalam menyampaikan komentar.
Sebuah survey baru-baru ini terhadap pengguna internet di Indonesia menemukan bahwa 95 persen adalah untuk beraktivitas di sosial media, 74 persen untuk berkirim pesan, 65 persen membaca peta dan 61 persen untuk bisnis(www.mastel.id).
Terjadinya proses komunikasi dua arah antara pengirim dan penerima pesan tanpa batasan waktu dan tempat telah dimungkinkan oleh adanya media sosial. Inilah bentuk masyarakat di era informasi yang dikenal dengan istilah masyarakat digital.
Masyarakat digital (digital society) adalah realitas hidup di abad 21, dan Indonesia adalah contoh bagaimana komunitas digital mengubah banyak sektor dalam kehidupan.
Kecanggihan teknologi informasi yang ditandai dengan semakin luasnya penggunaan sosial media telah mempermudah pernyataan perasaan, pikiran dan pendapat seseorang. Segala keunggulan media sosial untuk mengakses dan menyebarkan informasi secara cepat, ternyata memiliki peluang bagi adanya penggunaan media sosial sebagai penyebar segala informasi baik yang menyenangkan maupun yang berpotensi menimbulkan keresahan.
Di era kekinian, semua pengguna sangat diharapkan untuk mempersiapkan diri dalam membentuk karakter pribadi kekinian yang sesuai dengan karakter pribadi masyarakat digital.
Disinilah pengguna perlu memiliki kecanggihan dalam mengelola perasaan, pikiran dan tindakan dalam bermedia sosial. Singkat kata, pengguna media sosial harus memiliki kecerdasan dalam menyampaikan suatu informasi, bijak, dan kritis serta berhati-hati dalam menyikapi segala informasi yang ada serta yang paling utama adalah mengutamakan etika dalam menyampaikan pesan, termasuk dalam pemilihan kata yang baik maupun kesantunan dalam gaya penyampaian.
Berlakunya UU No. 11 Tahun 2008 yang telah diubah menjadi UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan pedoman yang bermanfaat bagi pengguna media sosial.
Selain itu, Majelis Ulama Indonesia juga mengeluarkan fatwa No. 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial,yang berisi larangan menyebarkan konten media sosial yang berisi informasi tidak benar dan mengarah pada upaya penyebaran kebencian di tengahmasyarakat.
Masyarakat yang cerdas bermedia sosial adalah ciri dari masyarakat digital, yaitu masyarakat yang tidak hanya mampu menggunakan media sosial namun juga mampu meraih manfaat tertinggi dari kemajuan teknologi informasi sebagai sarana untukmemperluas wawasan, pengetahuan dan meningkatkan kepercayaan diri, semangat bersaing sehat sekaligus menjaga keharmonisan dan martabat setiap individu di dalamnya.
Masyarakat digital adalah masa depan Indonesia. Ditangan kita, karakter Indonesia di masa depan akan terbentuk dan ditangan kita pula Indonesia di masa depan mampu tampil sebagai sosok bangsa terdepan atau sebaliknya. Tentunya kita semua memilih sebagai bangsa terdepan….
*) Widyaiswara Kementerian Sekretariat Negara dengan latar belakang komunikasi, gender, dan hubungan internasional (Setkab.go.id)
]]>Fakta bahwa cinta itu buta benar-benar terjadi di Desa Bontokatute, Sulawesi Tenggara. Yakni dibuktikan dengan adanya pernikahan antara Daeng Saing dan Tika. Usia mereka terpaut 57 tahun!
Lalu apa yang ‘membutakan’ cinta Tika kepada Daeng yang berusia 75 tahun tersebut? “Saya nikahkan Tika bin salabim dengan mas kawin mahar Rp 25 juta dan kebun cengkeh.”
Sampai di sini kalian sudah paham kan, apa yang membuat Tika menerima pinangan Daeng Saing khan? Yaps bukan nilai maharnya ya, tapi kebun cengkehnya.
Apakah Tika disini salah? Oh tentu tidak. Justru apa yang dilakukan ‘gadis’ berusia 18 tahun ini patut dicontoh anak muda jaman sekarang. Kok bisa?
Bisa dong gaes..Tika ini contoh anak muda yang punya pemikiran yang out of the box dan investasi jangka panjang. Coba deh bandingkan gadis-gadis muda lainnya, yang cuma menikmati pacaran tanpa status yang jelas dan sekedar have fun aja. Tentunya hanya dikasih mimpi serta angin sepoi-sepoi dari pacar yang gak jelas mau dibawa ke mana hubungan kalian tersebut.
Ah..gimana out of the box..lah wong pas foto pernikahannya aja Tika tidak senyum sama sekali, dan malah datar gitu mimik wajahnya!..Selow gaes, kita positif thinking dulu aja.
Bisa jadi Tika itu sedang memikirkan sesuatu yang berkaitan bagaimana dia memulai memanfaatkan kebun cengkeh yang diberikan suaminya tersebut. Cuz Tika ini tahu diri, dia gak punya pengalaman mengurus kebun cengkeh atau background ilmu pertanian or perkebunan.
Gimana kalau kita coba simulasikan apa yang dipikirkan Tika saat foto itu diambil. Kita mulai saja ya, seolah-olah dalam kalimat yang ditulis dalam artikel ini adalah curahan hati seorang Tika kepada kalian generasi milenial. Deal khan? Sipp.
“Betapa bahagianya aku diberi kebun cengkeh oleh suamiku. Mengingat usia suamiku yang sudah tua, mau tidak mau aku harus belajar bagaimana mengelola maupun manajemen kebun cengkeh itu. Toh itu sudah jadi hak milikku khan.”
“Tapi aku belum tahu nih gaes berapa hektar kebun tersebut.”
“Aku kemarin sih sempet coba google, kira-kira dalam satu hektar lahan cengkeh itu kita bisa dapat keuntungan berapa. Ternyata lumayan juga gaes..Rp 300 juta sekali panen. Itu keuntungan bersih ya, dan sudah dipotong oleh biaya perawatan dan pengerjaan pascapanen.”
“Mbah google juga menyebutkan bahwa satu hektar kebun cengkeh biasanya rata-rata ditanami sekitar 100 pohon bahkan lebih. Berarti aku harus punya tenaga baik untuk urusan perawatan hingga pascapanen.”
“Masa perawatan nanti juga ada dua pengeluaran yang harus dilakukan petani. Pertama, membersihkan kebun dan pemupukan yang bakal dikerjakan tenaga pekerja kebun untuk membantu petani. Total sih butuh 5 sampai 10 pekerja dengan estimasi dua hari kerja, upahnya sih Rp 100 ribu sehari. Dan setahun biasanya bisa tiga kali kegiatan untuk membersihkan kebun ini.”
“Nah untuk pemberian pupuk ini, temen sih ada yang rekomendasiin, setiap satu pohon membutuhkan pupuk kimia dengan merek seperti Ponska sebanyak lima kilogram. Berarti, satu hektar kebun membutuhkan 500 kilogram pupuk ponska. Pupuk ponska mungkin dikisaran Rp 400.000 per kuintal.”
“Jadi untuk kebutuhan pupuk satu hektar, aku dan suamiku harus mengeluarkan biaya dua juta rupiah. Pemupukan dilakukan oleh lima orang pekerja kebun dengan estimasi waktu satu hari. Maka, biaya tambahan yang harus dikeluarkan sebesar Rp500.000. Setiap tahun, pemupukan dilakukan satu hingga dua kali.”
“Saat panen, aku juga harus mengeluarkan biaya membeli tangga sebanyak lima buah per hektar dengan harga Rp 300.000 per buah. Jadi, petani mengeluarkan uang sebesar Rp 1.500.000. Untuk pemetik, dalam sistem borongan, mereka akan dibayar Rp 5.000.”
“Jika satu pohon cengkeh menghasilkan 120 kilogram cengkeh basah, maka petani harus membayar upah sebesar Rp 600.000 untuk satu pohon. Maka, satu hektar dibutuhkan dana sebesar 60 juta rupiah untuk pemetikan.”
“Habis fase pemetikan, aku juga harus memisahkan cengkeh basah antara bunga dan tangkainya (kepik). Proses pengepikan memakan biaya sebesar Rp 1.000 per kilogram. Maka, biaya yang dikeluarkan untuk proses pengepikan sebesar Rp 120.000 per pohon dan 12 juta rupiah per hektar. Sebenarnya tekor juga sih dengan mahar yang dikasih suamiku, yang cuma Rp 25 juta. Tapi gak papa lha gaes, khan masih ada untung 275 juta di tiap panennya.”
“Belum lagi biaya yang dikeluarkan adalah untuk sewa lahan pengeringan sebesar Rp 1.500.000 juta per tahun dan ongkos pengeringan sebesar Rp 100.000 per kuintal. Dengan tingkat penyusutan 1:3 dari berat basah, cengkeh kering yang dihasilkan sebanyak 40 kilogram per pohon atau empat ton per hektar. Ongkos pengeringannya sebesar empat juta rupiah.”
“Asumsinya sih harga cengkeh rata-rata Rp 100.000 per kilogram, maka nilai penjualan cengkeh petani dalam satu hektar sebesar 400 juta rupiah.”
“Alhamdulillah. Terima kasih suamiku telah memilih mahar kebun cengkeh. Keuntungan ini membuat keluarga ktia memiliki tabungan dalam bentuk hasil panen yang bisa dijual ketika membutuhkan uang.”
Ini hanya sebuah asumsi ya gaes..Jangan terlalu baper dan dianggap serius!!Hhe
]]>MATA INDONESIA – Beberapa waktu lalu Pemerintah Pusat sibuk mempersiapkan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Ada 62 kementerian/lembaga di pusat pemerintahan dan satu pemerintah provinsi (Pemprov) membuka lowongan. Yang menakjubkan adalah, merujuk Merdeka.com, total pelamar posisi CPNS pada kementerian/lembaga dan Pemprov yang terdiri dari dua gelombang tersebut mencapai 2,4 juta pelamar.
Sebagai contoh penerimaan CPNS di Kementerian Sekretariat Negara. Tercatat sebanyak 8.760 orang pelamar dari total 12.239 orang pendaftar. Apabila di salah satu formasi seperti Petugas Protokol Kepresidenan hanya menerima 10 orang, maka satu orang memiliki 88 kompetitor. Hal ini dikarenakan total pelamar pada posisi Petugas Protokol Kepresidenan jumlahnya mencapai 888 orang pelamar!
Di lain pihak, jumlah pelamar CPNS di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga tak kalah jumlah. Yang dapat dilihat dari portal resmi Kementerian PUPR, sebanyak 32.976 pelamar menyerbu 1.000 formasi. Formasi yang paling banyak diserbu adalah Teknik Tata Bangunan dan Perumahan Ahli Pertama yang mencapai 6.271 pelamar, sementara jumlah yang bakal diterima hanya untuk 149 formasi jabatan. Artinya dari statistik tersebut, satu orang harus mampu mengalahkan paling tidak 40-an orang.
Persaingan untuk merebut posisi sebagai abdi Negara ini makin sengit, mengingat saat ini Pemerintah hanya mengizinkan pelamar memilih satu posisi di satu lembaga dalam satu gelombang penerimaan. Sehingga, jika pada akhirnya seseorang mampu terpilih menjadi CPNS, maka sepertinya tidak diragukan lagi kemampuan intelektualnya.
Namun demikian, apakah CPNS dengan intelektual tinggi tersebut capable dalam menunaikan tugas-tugas pemerintahan yang tentunya membutuhkan kemampuan yang multi sekaligus integritas tinggi? Bagaimana proyeksi kinerja CPNS tersebut di masa depan dalam upaya menakhodai laut birokrasi Indonesia?
Hal tersebut, nampaknya, bukan hanya wacana yang menyeruak pada tataran pengelolaan sumber daya manusia-atau meminjam terminologi yang tengah tren saat ini: talenta-di pemerintahan tanah air, namun juga merupakan isu global. Generasi millenial yang terlahir di tengah pasar teknologi yang sedang berkembang tidak dipungkiri memiliki tingkat kecerdasan tinggi.
Namun menjadi kekhawatiran banyak pihak bahwa tingkat kecerdasan tinggi tersebut urung diselaraskan dengan pemahaman terhadap norma-norma yang telah terbangun. Di satu sisi sistem dalam organisasi juga masih mempunyai pekerjaan rumah untuk mengoptimalkan mesin penggerak potensi-potensi muda yang luar biasa, inovatif, dan kreatif tersebut.
Pendekatan Teknologi yang Humanis
Generasi millennial, mengutip Lyons, Schweitzer, dan Ng dalam tulisannya New Generation, Great Expectations: A Field Study of the Millennial Generation, adalah generasi yang lahir pada tahun 1980-an atau sesudahnya. Hal ini diperkuat oleh Economic Co-operation and Development atau OECD (2017) dimana generasi millennial merupakan segmen penduduk yang memasuki fase dewasanya setelah tahun 2000.
Lembaga Survei Nielsen, Amerika Serikat memerinci bahwa generasi millenial salah satunya memiliki karakter mengutamakan penggunaan teknologi, pop culture, liberal/toleran, dan eksis di media sosial. Secara kontras, para pendahulunya baik generasi Baby Boomers atau generasi X lebih mengutamakan “work ethic” atau etika kerja untuk mendefinisikan karakteristik pada generasi tersebut.
Pada sebuah konferensi internasional, Asian Regional Training and Development Organization (ARTDO) 44th yang digelar 12-14 Oktober 2017 di Penang, generasi millennial menjadi salah satu sorotan utama. Berbagai teori dan upaya digali secara komprehensif guna mendapatkan cara terbaik untuk menjembatani alias bridging the gap adanya perbedaan generasi khususnya di dalam dunia kerja.
Serely Geraldine Alcaraz, Country Head Institute of Training and Development (ITD) World Filipina menekankan pada keterikatan para pegawai atau employee engagement pada tempat kerja dengan berbasis digital.
Menurut Serely, pada dasarnya employee engagement akan memunculkan komitmen dari pekerja yang nantinya berhilir pada tercapainya goal dari organisasi dan rasa memiliki terhadap tempat kerja. Sayangnya, berbanding terbalik, hasil survei menunjukkan bahwa 71 persen pegawai tidak memiliki keterikatan pada tempat kerjanya.
Kondisi tersebut memunculkan rendahnya tanggung jawab pribadi terhadap keberlangsungan pekerjaan. Padahal, pegawai yang memiliki engagement yang kuat akan merasa puas dengan pekerjaan mereka dan cenderung lebih produktif.
Melihat kondisi tersebut, untuk mengantisipasi risiko yang terjadi pada dunia kerja terhadap gelombang generasi millenial adalah mempersiapkan organisasi untuk lebih aware dengan pendekatan teknologi di segala lini.
“Misalnya mulai dari kesempatan pengembangan skill dan profesionalitas, program benefit dan kesehatan serta traveling, budaya, dan kesempatan untuk menjadi ahli. Berikan sentuhan teknologi. Banyak aplikasi dan gadget yang mendukung upaya tersebut,” ungkapnya.
Berbicara tentang teknologi, tidak dipungkiri bahwa saat ini Indonesia telah masuk dalam komunitas era digital. Data yang dihimpun dari situs Republika.co.id tercatat penetrasi internet di Indonesia mencapai 104 juta orang.
Penetrasi internet tersebut diproyeksi naik 30 persen mencapai 136 juta orang pada 2020. Padahal, pada 2016 menurut data World Bank atau Bank Dunia, jumlah penduduk Indonesia sebesar 261,1 juta orang. Artinya, invasi internet sudah sampai 39,8 persen dari total jumlah penduduk saat ini.
Capture atau protret perilaku pengguna internet di Indonesia pun menggambarkan perkembangan yang positif setiap tahunnya. Dari data We Are Social Singapore, pertumbuhan pengguna internet aktif meningkat 15 persen pada 2016 dibandingkan tahun sebelumnya (year on year/yoy). Begitu pula pertumbuhan pengguna media sosial aktif naik 10 persen yoy.
Penggunaan internet yang masif tersebut apabila dihubungkan dengan employee engagement terjadi di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero). Perusahaan pelat merah yang digawangi oleh Sofyan Basir, seorang yang berlatar belakang bankir tersebut, menggunakan media yang berbasis internet untuk mengikat komitmen para pegawainya terhadap visi misi perusahaan. Goal-nya satu, minimal mereka mengetahui visi dan misi perusahaan, terlebih lagi mampu menginternalisasikannya. ”Pengetahuan mereka (para pegawai) terhadap visi dan misi organisasi jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya yang bahkan tidak mengetahui,” tutur Budi Aprianda, assistant officer Pengendalian Keseharan dan Keselamatan Kerja PLN dalam gelaran ARTDO.Dalam hal ini pihak Human Resource PLN memiliki aplikasi Code of Conduct (CoC) Online untuk memonitor aktivitas CoC. Dalam esai singkatnya, Aprianda menerangkan bahwa Aktivitas CoC merupakan kegiatan yang digunakan oleh para pemimpin di PLN untuk men-deliver visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan kepada semua pegawainya. CoC tersebut juga untuk memastikan bahwa key performance indicator (KPI) unit dapat dicapai, dan juga apabila terdapat hambatan dapat diselesaikan dengan komunikasi antar departemen. ”Dengan CoC, pegawai mengetahui bagaimana berperilaku sesuai nilai-nilai perusahaan, dan memberikan kontribusi untuk mencapai KPI dan nilai tambah tehadap kostumer,” jelasnya.
Belajar dari Negeri Tetangga
Di sisi lain, invasi teknologi tersebut harus pula diimbangi dengan “humanisasi” agar mesin tak mengambil alih peran manusia. Dalam hal ini, menyiapkan talenta yang tidak hanya depend on teknologi dalam memajukan kinerjanya bukan perkara mudah. Oleh karena itu, apabila belajar dari Malaysia maka blueprint atau cetak biru pendidikan menjadi penting. Titik berat cetak biru itu adalah-meminjam istilah Guru Besar Universitas Sains Malaysia Prof. Datuk Dr. Asma Bt Ismail: humanizing the student atau memanusiakan para pelajar. ”Apakah lulusan dengan indeks prestasi 4,0 menjamin akan berkinerja baik? Belum tentu. Indeks prestasi 4,0 harus balance antara pengetahuan dan hal lain seperti management skill, entrepreneur skill, dan problem solving,” terang Asma yang menjadi salah satu pembicara panel ARTDO tersebut.
Professor yang ahli dalam bidang Medical Microbiology tersebut menerangkan bahwa organisasi saat ini perlu menyiapkan generasi yang tak hanya smart namun juga mampu berpikir secara fleksibel dan memiliki kemampuan untuk beradaptasi. Di Malaysia sendiri melalui cetak biru pendidikan 2015-2025 menargetkan setiap lulusan yang nantinya akan menjadi bagian dari masyarakat internasional siap dan mampu menjadi lulusan yang tak hanya berilmu namun juga berakhlak dan beradab. Misalnya melalui penegasan dalam hal perilaku yang baik, etika, moralitas, budaya, dan pola pikir.
Dalam laporan terbaru World Economic Forum tahun 2017, Indonesia masuk peringkat 65 dari 130 negara dalam hal Global Human Capital Index 2017. Indonesia bahkan berada di bawah Vietnam, Filiphina, dan Malaysia yang masing-masing pada posisi 64, 50, dan 33. Laporan tersebut pada intinya menggambarkan profil potensi dari sumber daya manusia setiap Negara. Saat ini Norwegia masih menjadi Negara dengan performa pengembangan kualitas manusia terbaik di dunia, dibuktikan salah satunya dengan tingkat pengangguran yang rendah.
Fenomena generasi millennial ini tentunya bakal menjadi pekerjaan rumah bagi para pembina kepegawaian di instansi pemerintahan. Yakni bagaimana Pemerintah mampu menyeleraskan langkah dengan “darah-darah” baru yang nantinya diproyeksi menjadi suksesor para petinggi di kemudian hari. Jika belajar dari lembaga-lembaga yang cukup fokus pada pengembangan pegawainya, maka visi dan misi institusi tak dibiarkan menjadi prasasti, namun menjadi nafas pada setiap talenta yang hidup di dalam organisasi. Tentu saja hal tersebut tak mampu diraih apabila tak dibarengi dengan peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia, yang nantinya berfungsi sebagai katalis internalisasi visi misi tersebut.
*) Staf di Sekretariat Kabinet. Email: [email protected]. (Tulisan adalah pendapat pribadi penulis, tidak mewakili kebijakan institusi tempat penulis bekerja).
]]>Sebenarnya, banyak kok hal-hal yang bisa kamu lakukan supaya kesepian tak selalu menggerogotimu. Tentunya, kamu pun harus niat ‘move on’ dong, jangan membuka celah bagi rasa sepi untuk hinggap kembali.
Mengutip dari banyak sumber, Mata Indonesia merangkum 5 hal yang bisa kamu lakukan untuk mengusir kesepian yang mendera status jomblomu. Berikut selengkapnya:
1. Menjalankan Hobi
Rasa sepi kadang membuat seseorang jadi malas. Kamu harus lawan itu dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang selama ini menjadi hobimu, misalnya membaca buku, nonton, olahraga, atau memancing.
2. Bersosialisasi
Cobalah keluar rumah, dan mulai melakukan sosialisasi dengan orang-orang sekitar. Ya bolehlah dimulai dengan basa-basi, setidaknya kamu harus sadar, di dunia ini dirimu tidak sendirian, maka tidak layak merasa kesepian.
3. Bangun Hubungan di Media Sosial
Ini yang kadang dilupakan. Tak sedikit orang menggunakan media sosial hanya untuk melihat-lihat pembaruan saja, tanpa berkomunikasi dengan orang lain. Padahal, dengan komunikasi di media sosial, kamu bisa mendapat teman baru, atau bahkan jodohmu. Tapi, ingat jangan gunakan untuk stalking mantan. Pedih!
4. Jadi Sukarelawan
Gak ada salahnya kamu menjadi seorang sukarelawan dan terlibat dalam kegiatan sosial. Kamu akan dikeliling banyak orang, banyak tugas dan tantangan. Pelan-pelan, kamu bakalan lupa bahwa sebelumnya dirimu pernah dihajar tanpa ampun oleh kesepian.
5. Bertaubat
Bertaubat itu adalah kunci kebahagian lho. Dengan menyadari diri banyak kesalahan dan dosa, kamu bakalan merasa lebih dekat dengan Tuhan. Semakin hari, kamu bakalan merasa bahwa dirimu ternyata tak pernah sendiri, ada Tuhan selalu bersama dan menjagamu. Super kan.
]]>Ancaman Dewan Parlemen Eropa yang akan melarang penggunaan biofuel nabati khususnya yang berasal dari produk kelapa sawit mengancam perekonomian Indonesia dan kehidupan sekitar 17 juta masyarakat Indonesia yang hidupnya secara langsung maupun tidak langsung bergantung pada industri kelapa sawit.
Karena itu, masalah ini harus menjadi prioritas diplomasi Kementerian Luar Negeri dan stakeholder terkait terutama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pemerintah/negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi kehidupan, kesejahteraan, hak ekonomi dan sosial warganya.
Untuk mengatasi masalah ancaman ini saya merekomendasikan kepada Pemerintah khususnya Menteri Luar Negeri dan Menteri Perdagangan untuk menggunakan pendekatan atau strategi diplomasi apa yang saya sebut The Whole/Total Diplomacy and Governance Approach(TDGA) dengan penguatan efektifitas hubungan antarlembaga.
Masalah Kelembagaan
Masalah hubungan dan koordinasi kelembagaan khususnya dalam perumusan dan implementasi kebijakan sudah lama menjadi problem tata kelola pemerintahan (defective governance) yang serius dalam pemerintahan kita. Proses perumusan dan implementasi kebijakan dan program pemerintah (tata kelola pemerintahan) diantara kementerian dan lembaga pemerintah berjalan tersekat, tidak terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik (fragmented government).
Masing-masing kementerian dan lembaga seringkali memiliki tujuan, agenda dan kepentingannya sendiri. Peraturan menteri terkadang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, atau menegasikan tujuan peraturan menteri lainnya.
Contoh yang paling konkret adalah ketentuan yang tidak saling menguatkan dalam proses ratifikasi perjanjian internasional khususnya perjanjian perdagangan internasional antara UU No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dan UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Dalam Pasal 10 UU Perjanjian Internasional ditentukan bahwa hanya perjanjian internasional yang substansinya terkait HAM, lingkungan, hak berdaulat dan kedaulatan negara, masalah politik, perdamaian, pertahanan dan keamanan negara, perubahan batas wilayah, pembentukan kaidah hukum internasional baru (jus cogens) dan hutang lah yang harus diratifikasi dengan undang-undang (melalui persetujuan DPR).
Sementara, berdasarkan Pasal 11 UU Perjanjian Internasional substansi perjanjian di luar itu terutama yang bersifat teknis (technical agreement) cukup disahkan dengan keputusan presiden.
Namun, UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan menyatakan lain. Ketentuan Pasal 84 UU tersebut menentukan bahwa semua pengesahan perjanjian perdagangan internasional harus melalui pertimbangan dan persetujuan DPR untuk ditentukan apakah suatu perjanjian perdagangan internasional, termasuk yang perjanjian minor atau yang bersifat teknis, akan diratifikasi dengan undang-undang atau cukup dengan peraturan presiden.
Akibatnya, sekitar delapan perjanjian perdagangan internasional, termasuk beberapa perjanjian teknis, proses ratifikasinya macet (deadlock) di DPR. Jika hal ini terus dibiarkan maka perdagangan internasional Indonesia bisa terancam dan komitmen Indonesia pada perdagangan internasional khususnya dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA bisa dipertanyakan.
Hal ini saya rasakan sendiri ketika diminta Delegasi Indonesia untuk berbicara di depan sembilan negara anggota ASEAN lainnya dalam sidang perundingan Protokol Perubahan Perjanjian ASEAN–Australia–NewZealand Free TradeArea(AANZFTA) tahun 2017 lalu di Auckland, Selandia Baru. Dalam sidang itu Indonesia layaknya seperti terdakwa dipermalukan dan dipertanyakan komitmennya karena menjadi satu-satunya negara yang belum meratifikasi Protocol to Amend AANZFTA.
Semua permasalahan kelembagaan dan tata kelola pemerintahan (governance problem) seperti itu,terutama dalam mengatasi ancaman Dewan Parlemen Eropa terhadap pelarangan penggunaan biofuel nabati yang berasal dari produk kelapa sawit Indonesia, dapat diatasi secara lebih efektif dengan menggunakan pendekatan atau strategi diplomasi The Whole/Total Diplomacy and Governance Approach (TDGA) dengan penguatan efektifitas hubungan antarlembaga.
Total Diplomacy and Governance Approach (TDGA)
Penggunaan strategi TDGA dilakukan baik dengan penguatan efektivitas hubungan antarlembaga dengan lembaga-lembaga dalam maupun luar negeri. Penggunaan strategi TDGA dengan penguatan efektivitas hubungan antarlembaga dengan lembaga-lembaga di dalam negeri dilakukan dengan beberapa langkah/kebijakan.
Pertama, pembentukan “Satuan Tugas/Tim Diplomasi Sawit” yang keanggotaannya terdiri dari Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, KADIN, pelaku industri sawit dan stakeholder lainnya. Pembentukan Satgas demikian dilakukan agar diplomasi sawit dapat dilakukan dengan lebih total, terintegrasi, holistik, terkendali dan terarah sehingga diplomasi untuk menekan/melunakan ancaman Dewan Parlemen Eropa (dan Pemerintah Uni Eropa) bisa lebih efektif.
Kedua, hubungan kelembagaan antara kementerian dan lembaga khususnya Kementerian Luar Negeri dengan Kementerian Perdagangan harus diperkuat. Dalam era liberalisasi dan globalisasi perdagangan kedua kementerian tersebut harus memiliki visi dan misi yang terintegrasi dan saling menguatkan terutama dalam perundingan-perundingan perjanjian perdagangan internasional.
Untuk tujuan ini, ke depan staf dan pejabat Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan sebaiknya bisa mengikuti pendidikan diplomasi di Sekolah Dinas Luar Negeri Kementerian Luar Negeri.
Untuk jangka panjang juga perlu dikaji penyatuan (merger) antara Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan sehingga bisa disebut Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan (Ministryof Foreign Affairs and Trade). Hal ini untuk mengatasi masalah fragmented government terutama transaction costs dalam proses perizinan dan masalah koordinasi kebijakan.
Ketiga, hubungan kelembagaan antara Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan dan DPR juga harus diperkuat. Mereka harus punya visi dan misi yang saling menguatkan dalam masalah hubungan dan politik luar negeri khususnya dalam proses ratifikasi perjanjian perdagangan internasional.
Pemerintah harus segera mencari jalan keluar sehingga tidak terjadi deadlock di DPR dalam proses ratifikasi perjanjian perdagangan internasional, misalnya dengan mengamendemen UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pemerintah perlu membentuk forum konsultasi yang efektif antara Pimpinan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan dengan Pimpinan DPR untuk melancarkan proses ratifikasi ini.
Di pihak lain, untuk mengatasi ancaman Dewan Parlemen Eropa selain penguatan efektifitas hubungan kelembagaan antara Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan, perlu juga dilakukan penguatan dengan lembaga atau pemerintah di luar negeri, dan dengan lembaga non pemerintah atau LSM di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Strategi diplomasi sawit harus terus diperkuat dengan negara-negara pengekspor sawit (Council of Palm Oil Producing Countries). Langkah-langkah diplomasi yang terintregasi dari negara-negara tersebut akan memperkuat bargaining power untuk menekan Dewan Parlemen Eropa (dan Pemerintah Uni Eropa).
Penggalangan kekuatan dengan pressure groups/LSM di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat yang pro Indonesia atau berpihak pada perlindungan hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat termarginalkan di Indonesia juga perlu dilakukan.
Dalam policy community di Eropa dan Amerika Serikat kelompok-kelompok penekan ini, melalui lobi-lobi kebijakan, memiliki pengaruh yang signifikan dalam memengaruhi pembuatan kebijakan baik di Eksekutif maupun Parlemen. Karena itu penting membentuk dan menggalang aliansi strategis (strategic alliance) dengan kelompok-kelompok penekan ini untuk melunakkan ancaman Dewan Parlemen Eropa (dan Pemerintah Uni Eropa).
Pada kesimpulannya, untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan hubungan dan politik luar negeri sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 dan UU No.37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, khususnya mengatasi ancaman Dewan Parlemen Eropa (dan Pemerintah Uni Eropa) tersebut, hanya akan dapat dicapai dengan lebih efektif dengan menggunakan strategi diplomasi The Whole/Total Diplomacy and Governance Approach (TDAG) melalui penguatan efektifitas hubungan (koordinasi dan integrasi kebijakan) antarlembaga baik dengan lembaga di dalam maupun di luar negeri. (Setkab.go.id)
]]>MATA INDONESIA, JAKARTA – Membayangkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bekerja di luar negeri tetapi serasa menguasai negeri itu, barangkali kita perlu menengok Hong Kong, bekas koloni Kerajaan Inggris yang kini menjadi Wilayah Administratif Khusus Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Memang pada hari-hari kerja, di wilayah berpenduduk sekitar 7,3 juta orang itu, tidak banyak terlihat TKI berjalan-jalan memenuhi pusat kegiatan. Namun jangan ditanya pada hari-hari libur khususnya Minggu, bisa dikatakan TKI yang bekerja di sana serasa ‘menguasai’ Hong Kong. Mereka ada di semua sudut mulai Kowloon, Central, Mongkok, dan terutama di Taman Victoria Causeway Bay, bahkan sampai ke wilayah Macao.
Jangan kaget jika pada hari Minggu itu, saat kita naik kereta massal atau Mass Transit Railway (MTR) dari segala sudut pandang akan ketemu TKI, baik yang sedang berjalan bersama-sama dalam rombongan yang besar, maupun yang berlalu lalang hanya dengan 2-3 kawannya. Usianya pun beragam, dari belasan, dua sampai tiga puluhan, hingga yang sudah masuk generasi ‘emak-emak’ sekitar 40-50 tahunan.
Soal penampilan, barangkali hanya di Hong Kong, TKI tidak kalah model dengan tenaga kerja asal negara lain seperti Filipina. Tidak sekadar baju dengan aneka model, rambut dengan bermacam warna (juga banyak yang berjilbab), tapi juga pegangan bermacam merk gadget yang umumnya dari Samsung hingga Iphone.
Sedikit yang membedakan TKI dengan tenaga asing lainnya di Hong Kong, terutama Filipina atau India, mungkin cuma bahasa. Jika bertemu tenaga kerja dari Filipina atau India, kita banyak mendengar percakapan mereka dalam Bahasa Inggris, maka ketika bertemu TKI bahasanya bermacam-macam, ada Jawa Solo, Jawa Banyumasan, sedikit Sunda, sampai Jawa Pantura.
Surganya TKI
Dibanding dengan TKI yang bekerja di negara-negara lain, di negara-negara Timur Tengah (Saudi Arabia dan lain-lain), Brunei Darussalam, termasuk Singapura, Malaysia, Korea Selatan, atau negara-negara di Eropa dan Amerika, tampaknya TKI di Hong Kong lebih bisa mengekspresikan kenyamanannya dalam bekerja di luar negeri.
Dengan gaji resmi 4.410 dolar Hong Kong (Rp7.717.500), namun biaya hidup yang lebih rendah dibanding negara-negara penerima TKI lainnya, TKI di Hongkong lebih memiliki keleluasaan dalam mengatur keuangan, termasuk mengikuti gaya hidup modern di wilayah tersebut.
Dari sisi kebebasan, tidak ada batasan kultural atau alasan-alasan lain yang menghambat TKI mengekspresikan kebebasannya, baik kebebasan dalam berkumpul maupun kebebasan dalam mengomentari berbagai hal, termasuk membicarakan kasus korupsi para pejabat di Indonesia
Sementara di sisi lain, banyak akses yang memungkinkan TKI berkomunikasi dengan keluarganya di Indonesia, baik karena kemudahan dalam kepemilihan alat komunikasi, kemudahan berhubungan dengan kantor perwakilan pemerintah RI, maupun juga karena banyaknya akses penerbangan yang memungkinkan TKI untuk setiap saat bisa terbang kembali ke tanah air.
Tidak berlebihan, jika para TKI di Hong Kong umumnya mereka tidak sendiri saja yang bekerja di sana. Tetapi suami, adik, kakak, saudara, anak dan bahkan tetangganya juga bekerja di sana. Ini menjadikan TKI di Hongkong lebih kerasan dibandingkan dengan di negara-negara lain, karena komunitas yang mereka bangun, menjadikan mereka tidak tercerabut dari akar keluarga atau kampung halaman masing-masing.
Jadi, tidak berlebihan jika dikatakan Hong Kong adalah surganya TKI. Surga dalam pengertian, mereka mendapatkan penghasilan yang layak sebagaimana gaji TKI di negara-negara lain, tetapi di sisi lain biaya hidup yang lebih murah memungkinkan mereka memiliki simpanan atau mengikuti gaya hidup warga setempat.
Selain itu, tidak ada aturan-aturan yang membatasi TKI untuk berkumpul bersama komunitasnya, melakukan aktivitas sebagaimana warga setempat, termasuk bersama-sama melakukan aktivitas keagamaan, menyampaikan ekspresi politik, maupun aturan-aturan yang membuat mereka terbelenggu dalam rumah-rumah majikan.
Warga Hong Kong pun menurut penuturan sebagian besar TKI umumnya sangat menghargai mereka. Sedikit sekali bahkan bisa dikatakan hampir tidak ada terjadi kasus kekerasan yang menimpa TKI. Malah sejumlah TKI selain harus melaksanakan tugas-tugas harian, ada yang diberikan kesempatan sambil melanjutkan pendidikannya.
Hong Kong agaknya perlu jadi contoh negara penempatan yang beradab, manusiawi, dan menghormati harkat dan martabat TKI, dan bisa jadi benchmark Indonesia dalam menentukan negara penempatan. (Setkab.go.id)
]]>MATA INDONESIA, JAKARTA – Sejak Tahun 1979, penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilakukan menggunakan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS.
Kenyataan empirik menunjukkan proses penilaian dengan DP3 cenderung hanya proses formalitas, memiliki bias dan subjektifitas yang tinggi, tidak objektif, lebih berorientasi pada penilaian kepribadian (personality) dan perilaku (behavior) yang merupakan penilaian kualitatif atasan, serta tidak dapat mengukur secara langsung produktivitas dan hasil akhir kerja PNS.
Akhirnya DP3 kehilangan fungsi sebagai salah satu instrumen untuk menciptakan aparatur yang berkinerja tinggi sebagaimana nilai-nilai DP3 yang meliputi aspek kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan.
Seiring dengan derasnya arus reformasi birokrasi, aparatur negara dituntut untuk meningkatkan kinerja dalam rangka peningkatan pelayanan publik. Maka pada Tahun 2014 Pemerintah Republik Indonesia melakukan penyempurnaan penilaian kinerja PNS yang semula menggunakan DP3 menjadi pola dan mekanisme penyusunan serta penilaian dengan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) yang diatur dalam PP Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi kerja PNS dan secara efektif diimplementasikan pada 1 Januari 2014.
Secara umum, penilaian menggunakan SKP jika dilihat dari sistem penilaiannya lebih efektif dan lebih obyektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan, sehingga memiliki nilai edukatif karena hasil penilaian dikomunikasikan secara terbuka serta dapat mengukur secara langsung produktivitas dan hasil akhir kerja PNS.
Pengelolaan Kinerja PNS berbasis SKP hakikatnya mencakup tiga tahap utama, yaitu tahap perencanaan (planning), tahap pemantauan (monitoring), dan tahap evaluasi (evaluation).
Pada tahap pertama yaitu perencanaan (planning), setiap PNS wajib menyusun SKP berdasarkan tugas dan fungsi, wewenang, tanggung jawab, dan uraian tugasnya yang secara umum telah ditetapkan dalam struktur organisasi dan tata kerja dengan memperhatikan perjanjian kinerja di awal masa jabatannya atau secara periodik setiap awal tahun pada jabatan yang sama. Pada prinsipnya, target di breakdown dari tingkat jabatan tertinggi sampai jabatan terendah secara hierarki sesuai kesepakatan pimpinan pada masing-masing unit kerja.
Selanjutnya pada tahap kedua yaitu pemantauan (monitoring), SKP yang telah ditetapkan pada awal tahun dimonitor pencapaiannya secara terus-menerus untuk memastikan pencapaian target kinerja. Ada kalanya perlu diberikan feedback, couching dan konseling, ataupun tindakan disiplin sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Pada tahap ketiga yaitu evaluasi (evaluation), dilakukan penilaian prestasi kerja PNS berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2011 dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2013 yang bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier, dengan titikberat pada sistem prestasi kerja, serta diarahkan sebagai pengendalian perilaku kerja produktif yang disyaratkan untuk mencapai hasil kerja yang disepakati.
Penilaian prestasi kerja PNS dilaksanakan oleh pejabat penilai sekali dalam 1 (satu) tahun yaitu akhir bulan Desember tahun bersangkutan atau paling lambat akhir bulan Januari tahun berikutnya, atau pada saat berakhirnya masa jabatan dalam hal terjadi perubahan struktur organisasi baik yang berhubungan dengan pengangkatan dan pemberhentian, promosi, atau mutasi.
Penilaian prestasi kerja PNS dengan SKP terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu pencapaian SKP dengan bobot 60% dan perilaku kerja dengan bobot 40%. Penilaian perilaku kerja PNS meliputi aspek orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama, dan kepemimpinan. Aspek kepemimpinan dinilai hanya untuk PNS yang menduduki jabatan. Penilaian perilaku kerja dilakukan melalui pengamatan oleh pejabat penilai terhadap PNS sesuai kriteria yang ditentukan.
Dalam hal realisasi kerja melebihi target, maka penilaian capaian SKP dapat lebih dari 100 (seratus). Nilai total capaian prestasi kerja memiliki potensi fluktuatif. Hal ini terjadi karena penilaian prestasi kerja tidak harus memiliki tren positif, namun dilihat dari capaian riil kinerja periode yang bersangkutan, misalnya apabila pada periode sebelumnya pegawai yang bersangkutan mendapatkan tugas tambahan, namun pada tahun berikutnya tidak mendapatkan tugas tambahan, maka otomatis akan terdapat penurunan nilai prestasi kerja.
aplikasi skpGuna memudahkan proses penilaian kinerja pegawai, sejak tahun 2014 Sekretariat Kabinet telah menggunakan aplikasi SKP online sebagai alat penyusunan SKP dan penilaian prestasi kerja PNS di lingkungan Sekretariat Kabinet. Dalam pelaksanaannya, inventarisasi dokumen SKP maupun hasil penilaiannya membutuhkan waktu lama karena masih banyak pejabat dan pegawai yang kurang memahami akan pentingnya dokumen SKP bagi peningkatan karier ke depan, sehingga banyak yang menyerahkan dokumen SKP melebihi batas waktu yang telah ditentukan.
Sementara itu dalam perkembangannya, pada Tahun 2016 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor B/2810/M.PAN-RB/08/2016 perihal penilaian prestasi kerja PNS, yang menyebutkan bahwa “Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah melaporkan hasil Penilaian Prestasi Kerja PNS kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan penilaian prestasi kerja paling lama akhir Maret tahun berikutnya”. Kemudian ditindaklanjuti oleh BKN melalui SE Kepala BKN Nomor: K.26-30/V.104-4/99 dalam butir 3 yang menyebutkan bahwa “Pelaporan Penilaian Prestasi kerja PNS mulai Tahun 2016 sudah harus menggunakan aplikasi e-lapkin (laporan kinerja secara elektronik). Aplikasi e-lapkin ini digunakan untuk meng-input laporan kinerja individu tahunan yang berisi nilai prestasi kerja dan perilaku kerja setiap pegawai di Instansi.
Fungsi dari e-lapkin antara lain memudahkan Instansi dalam menyampaikan laporan kinerja individu tahunan serta menyajikan profil instansi, prestasi kerja pegawai, grafik perbandingan penilaian pertahun dan status pegawai. Pada Tahun 2017, aplikasi e-lapkin masih dalam tahap ujicoba. Selanjutnya penerapannya akan berlaku efektif pada Tahun 2018. Sekretariat Kabinet telah menyampaikan laporan kinerja individu tahun 2016 kepada BKN melalui aplikasi e-lapkin pada tanggal 13 Juni 2017.
Dengan adanya kewajiban pelaporan kinerja PNS secara elektronik ini, maka diharapkan setiap PNS dapat bekerja sama untuk menyampaikan hasil penilaian prestasi kerja setiap tahunnya secara tepat waktu agar pelaporan kinerja secara elektronik ke dalam aplikasi e-lapkin dapat dilaksanakan sesuai target waktu yang telah ditentukan. Perlu diketahui pula bahwa PNS yang tidak menyusun SKP dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai disiplin PNS, dalam hal ini yaitu PP Nomor 53 Tahun 2010.
Implementasi pengelolaan kinerja PNS berbasis SKP sangat penting karena bermanfaat dalam proses pengelolaan sumber daya manusia dengan lebih baik, antara lain dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka peningkatan kinerja organisasi melalui peningkatan prestasi kerja, pengembangan potensi dan karier, pengembangan manajemen, organisasi, dan lingkungan kerja, serta sebagai acuan standar penggajian, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan motivasi kerja PNS guna mewujudkan pencapaian kinerja organisasi yang optimal. (setkab.go.id)
]]>Maka, sosok seperti Ustaz Abu Bakar Ba’asyir harusnya menyadari hal itu, bukan malah menentangnya jika masih ingin tinggal di Indonesia. Menentang NKRI dan Pancasila, harusnya segera angkat kaki dari Indonesia.
Masih banyak kok negara-negara lain yang menerima orang-orang seperti Ba’asyir. Di antara negara-negara itu, ini lima yang paling cocok untuk sosok seperti Ba’asyir si terpidana kasus terorisme:
1. Suriah
Selama perang saudara di Suriah berkecamuk, beberapa organisasi teroris ikut dalam konflik tersebut dan merepotkan pemerintahan Bashar Al Assad. Di antaranya adalah Jabhat Al Nusra, Jaysh Al Izza dan Hayat Tahrir Al Sham
Tujuan mereka ya apalagi kalau bukan menjadikan Suriah sebagai negara Islam versi mereka. Nah, harusnya sosok seperti Ba’asyir yang punya tujuan sama dipindahkan saja ke negara ini dan gabung dengan organisasi-organisasi tersebut.
2. Afganistan
Negara ini pun cocok buat Ba’asyir. Di Afganistan, ada beberapa kelompok teroris pendamba negara Islam yang cukup besar hingga kini, seperti Al Qaeda dan Taliban.
Ya, mungkin saja kalau Ba’asyir ditempatkan di Afganistan, ia menemukan medan juang yang selama ini didambakan dan dicita-citakannya tentang pemerintahan Islam.
3. Arab Saudi
Nah, boleh juga nih buat Ba’asyir. Arab Saudi adalah negara berbentuk kerajaan Islam, yang saat ini tongkat komandonya dipegang oleh Putera Mahkota Muhammad bin Salman.
Tapi, meskipun kerajaan Islam, Ba’asyir jangan berbuat aneh-aneh loh di negara ini. Soalnya, kalau ketahuan atau kedapatan melakukan aksi terorisme, hukumannya nggak ringan, bisa-bisa hilang kepala atau digantung.
4. Republik Islam Iran
Uhhh, namanya saja sudah meyakinkan banget kalau negara ini adalah negara Islam. Ya, benar sih, Iran adalah negara dengan pemerintahan Republik Islam yang dipimpin Presiden di bawah kontrol ulama. Bahkan, saat ini Presiden Iran saja berasal dari kalangan ulama.
Tapi, Iran terkenal sebagai negara yang penduduknya menganut Islam bermazhab Syiah. Ya, kalau sekedar menikmati suasana republik Islam, boleh lah Ba’asyir ke negara ini, tapi mungkin dia juga nggak akan suka karena penduduknya yang mayoritas Syiah 12 Imam yang terkenal cukup damai dan menentang terorisme.
Jadi, kira-kira, dari empat negara tersebut, mana menurut kalian yang cocok untuk sosok seperti Abu Bakar Ba’asyir?
(Ryan)
]]>