Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, banyak kisah dari dosen program pascasarjana kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia ini yang bisa dikenang masyarakat. Salah satunya saat Bambang berhasil menghentikan pembajakan pesawat Merpati.
Buat kalian tahu nih, pembajakan Merpati ini terjadi pada 5 April 1972, atau sebelum terjadinya pembajakan pesawat Garuda di Woyla. Pesawat jurusan Surabaya-Jakarta tersebut dibajak desertir KKO TNI AL, Hermawan yang memaksa pilot mendarat di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta.
Ketika itu, Bambang yang saat itu berpangkat Inspektur Polisi Tingkat II, bersama perwira reserse Kepolisian Yogyakarta lainnya meluncur untuk menumpas aksi pembajakan tersebut.
Keberanian Bambang saat itu patut diacungi jempol. Sebab saat itu dirinya merupakan perwira muda yang baru lima bulan lulus Akademi Kepolisian. Usianya baru 24 tahun. “Saat kami sampai, di Bandara sudah ramai. Ada TNI AU berjaga di sekeliling pesawat jenis Vickers Viscount MZ-171 tersebut,” kata Bambang Widodo Umar.
“Saya terus lihat ke pesawat. Saya perhatikan, kaca pilot itu kok membuka dan menutup terus. Saya ambil kesimpulan, pilot mencoba memberi tanda. Kalau kaca membuka, pembajak ada di belakang. Kalau kaca menutup, pembajak ada di kokpit,” kata Bambang.
Melihat kondisi itu, Bambang tiba-tiba maju mendekat ke pesawat. Naluri polisinya berkata dia harus mengambil tindakan. Jika kaca menutup, pertanda ada pembajak, Bambang mencoba merunduk agar tak ketahuan.
“Jarak antara apron dan pesawat itu kira-kira 200 meter. Saya maju pelan-pelan. Banyak orang di bandara memperhatikan saya, Tapi waktu itu saya benar-benar terfokus pada pesawat itu,” ujarnya.
Setelah dekat Bambang mencabut pistol revolver miliknya. Dia meminta tangga dan mencoba naik ke kokpit pesawat. Sayangnya, tangga itu kurang tinggi. Bambang tak bisa melihat situasi dengan jelas, pandangannya terhalang. “Saya bicara dengan pilot. Dia bilang kalau tidak bisa menembak, serahkan saja pistolnya pada saya (pilot). Saya bisa menembak. Pilotnya itu anggota TNI AU yang dikaryakan,” kata Bambang menirukan ucapan Kapten Pilot Hindiarto.
“Saat itu saya refleks memberikan pistol saya padanya. Saya takut juga kalau ketahuan pembajak malah nanti pistolnya diambil, tapi saat itu saya yakin saya harus memberikan pistol itu.”
Tiba-tiba Hermawan berbicara, pembajak ini kesal karena permintaannya tak dipenuhi. Dia memutuskan untuk meledakkan pesawat dan seluruh penumpangnya. Suasana tegang, semua orang di bandara menahan napas meyaksikan detik-detik menegangkan itu.
Tiba-tiba terdengar tembakan pistol tiga kali. ‘Dor..dor..dor! Pilot Hindiarto berhasil menembak mati Hermawan.
Drama pembajakan berakhir. Kapten Pilot Hindiarto mengembalikan pistol milik Bambang sambil memeluk dan mengucapkan terima kasih. Inspektur Bambang dipuji Presiden Soeharto.
Kejadian itu merupakan pertama kalinya perwira muda itu terbang naik pesawat. Sayangnya Bambang batal naik pangkat luar biasa. Dia dipanggil ke Mabes Polri dan ditanyai macam-macam, mereka menilai tindakan Bambang memberikan pistol pada pilot sangat berbahaya.
Inspektur Bambang pun adu argumen, Mabes Polri akhirnya bisa menerima penjelasan perwira muda berani ini.
Selamat jalan Prof Bambang! Indonesia bangga memilikmu!
]]>Potensi wisata yang luar biasa dan menjadi incaran turis-turis asing karena pantainya yang indah, memang sempat rusak karena beberapa wilayahnya diobrak abrik terjangan air laut akibat erupsi Gunung Anak Krakatau.
Nah, bicara Tanjung Lesung ternyata memiliki kisah di balik nama unik daerah ini. Kisah ini merupakan kisah rakyat turun temurun yang berasal dari daerah Banten.
Dikutip dari HikayatBanten, di pesisir Laut Selatan Pulau Jawa, ada seorang pengembara bernama Raden Budog. Ia adalah seorang pemuda tampan dan gagah perkasa. Dalam pengembaraannya, ia selalu ditemani oleh seekor anjing dan kuda kesayangannya.
Suatu siang, seusai mandi di pantai, Raden Budog beristirahat di bawah pohon ketapang yang rindang. Buaian angin pantai yang sejuk membuat pemuda itu begitu cepat terlelap. Dalam tidurnya, ia bermimpi mengembara ke Utara dan bertemu dengan seorang gadis cantik jelita.
Namun, saat ia hendak menyambut uluran tangan gadis itu tiba-tiba sebuah ranting kering jatuh mengenai dahinya. Ia pun terkejut dan langsung terbangun dari tidurnya. Sejak peristiwa itu, hati Raden Budog tidak tenang karena senyum manis gadis itu selalu terbayang di pelupuk matanya.
Walaupun hanya mimpi, namun ia merasa bahwa pertemuannya dengan gadis itu seperti kenyataan. Oleh karena rasa penasaran, ia pun memutuskan pergi mengembara ke Utara untuk mencari gadis impiannya. Setelah berhari-hari berjalan menapaki jalan-jalan terjal, tibalah Raden Budog di sebuah tempat tinggi yang dikenal bernama Tali Alas atau yang kini disebut Pilar.
Dari tempat itulah, Raden Bulog dapat melihat pemandangan samudera biru yang membentang luas dan serta pantai yang indah. Sejenak ia beristirahat di tempat itu sambil menikmati bekalnya yang masih tersisa.
Setelah dirasa cukup beristirahat, Raden Budog melanjutkan perjalanannya menuju ke pantai, yakni yang dikenal dengan sebutan Pantai Cawar. Sejuknya air di Pantai Cawar benar-benar menghilangkan rasa lelah Raden Budog. Setelah badannya kembali segar, pemuda itu pergi ke muara sungai yang ada di sekitar pantai untuk membasuh tubuhnya dengan air tawar.
Diceritakan bahwa akhirnya Raden Budog berhasil menyebrangi sungai yang di dalamnya terdapat kampung yang diyakininya sebagai tempat tinggal gadis pujaan dalam mimpinya tersebut. Beberapa saat kemudian, alunan bunyi lesung yang merdu dari dalam kampung itu terdengar. Hati Raden Budog semakin berdebar kencang karena merasa gadis itu semakin dekat di hatinya.
Ia pun segera berdiri dan melangkah menuju ke sumber bunyi lesung tersebut. Begitu ia tiba di depan sebuah rumah, tampaklah gadis-gadis kampung sedang asyik bermain lesung atau ngagondang.
Kebiasaan bermain lesung tersebut sudah merupakan tradisi penduduk kampung itu saat akan menanam padi. Namun, tradisi itu tidak mereka lakukan jika bertepatan di hari Jumat, karena hari Jumat dianggap sebagai hari keramat.
Akhirnya Raden Budog berhasil bertemu dengan pujaan hatinya dan mereka pun menikah. Setelah menikah dengan Sri Poh Haci, Raden Budog pun menetap di kampung itu. Setiap kali istrinya bermain lesung bersama gadis-gadis kampung, ia selalu datang menyaksikannya karena senang mendengar nada lesung itu dan sesekali belajar memainkan lesung.
Semakin lama, Raden Budog semakin senang bermain lesung sehingga terkadang lupa waktu. Saking senangnya, ia tetap bermain lesung walaupun pada hari Jumat. Padahal istrinya sudah memberitahu sebelumnya bahwa bermain lesung pada Jumat sangat dipantangkan. Berkali-kali para tetua kampung memperingatkan akan hal itu, namun Raden Budog yang keras kepala itu tidak menghiraukannya dan tetap bermain lesung pada hari Jumat.
Perilaku Raden Budog semakin menjadi-jadi, ia terus menabuh lesung sambil melompat-lompat kegirangan kesana kemari seperti seekor lutung (kera hitam berekor panjang). Rupanya, Raden Budog tidak menyadari jika dirinya telah menjadi seekor lutung. Alangkah terkejutnya ia setelah melihat tangan dan kakinya telah penuh dengan bulu-bulu.
Setelah meraba wajahnya dan merasa penuh dengan bulu, ia pun langsung lari terbirit-birit masuk ke dalam hutan di pinggir kampung tersebut. Sejak itu, Raden Budog menjadi lutung dan tidak pernah lagi kembali ke wujud aslinya sebagai manusia.
Menurut cerita, Sri Poh Haci akhirnya menghilang dan konon katanya menjelma menjadi Dewi Padi. Maka untuk mengenang kemahiran Sri Poh Haci bermain lesung, penduduk setempat menyebut kampung itu dengan nama Kampung Lesung. Berlokasi di sebuah tanjung, maka kampung itu diberi nama “Tanjung Lesung”.
]]>Lokasi pekuburan ini ternyata menyimpan jejak sejarah yang cukup bernilai bagi warga Jawa Barat. Karena disinilah terdapat kompleks makam bupati-bupati Bandung.
Kompleks makam ini terletak agak tersembunyi di tengah kampung. Di ujung gang sudah tampak sebuah gapura putih dengan pintu besi yang masih terkunci. Kompleks makam seluas satu hektare ini dibentengi oleh tembok yang juga berwarna putih. Tanah ini adalah tanah wakaf dari keluarga Dewi Sartika, salah satu pahlawan nasional.
Pada tembok depan terpasang sebuah prasasti marmer bertuliskan nama-nama tokoh yang dimakamkan di situ :
– Ratu Wiranatakusumah (Raja Timbanganten ke-7)
– R. Tmg. Wira Angun-Angun (Bupati Bandung ke-1)
– R. Tmg. Anggadiredja II (Bupati Bandung ke-4)
– R. Adipati Wiranatakusumah I (Bupati Bandung ke-5)
– R. Dmg. Sastranegara (Patih Bandung)
– R. Rg. Somanegara (Patih Bandung)
– R. Dmg. Suriadipradja (Hoofd Jaksa Bandung)
Selain nama-nama yang tercantum di atas, masih banyak nama tokoh lain yang dimakamkan di sini yang mungkin menarik untuk ditelusuri karena sedikit-banyak mungkin menyimpan cerita tentang sejarah Bandung.
Di tengah kompleks terdapat empat buah makam bercungkup yang seluruhnya adalah makam pindahan. Masing-masing adalah makam R. Tumengung Wira Angun-Angun, Bupati Bandung pertama (1641-1681), yang dipindahkan dari Pasirmalang, Bale Endah, pada tahun 1984; Ratu Wiranatakusumah yang dipindahkan dari tempat asalnya di Cangkuang, Leles, pada tahun 1989; Makam R. Rg. Somanegara yang dipindahkan dari tempat pembuangannya di Ternate; dan R. Dmg. Suriadipradja yang dipindahkan dari tempat pembuangannya di Pontianak. R. Dmg. Suriadipradja adalah ayahanda Dewi Sartika.
Dua tokoh terakhir ini dipindahkan pada tahun 1993. Seluruh pemindahan dilakukan oleh Yayasan Komisi Sejarah Timbanganten-Bandung.
Peristiwa apakah yang melatari pembuangan Somanegara dan Suriadipradja? Pada tanggal 14 dan 17 Juli 1893 telah terjadi suatu keriuhan yang dikenal dengan sebutan “Peritiwa Dinamit Bandung”.
Saat itu di Pendopo Bandung tengah berlangsung perayaan pengangkatan R Aria Martanegara sebagai Bupati Bandung. Beliau yang keturunan Sumedang, sebelumnya menjabat sebagai Patih Onderafdeling Mangunreja (Sukapurakolot) dan diminta oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk menggantikan Bupati Bandung R. Adipati Kusumadilaga yang wafat pada 11 April 1893.
Saat itu putera Kusumadilaga, R. Muharam baru berusia empat tahun, sehingga tidak bisa menggantikan ayahnya. Pejabat sementara dipegang oleh Patih Bandung, R. Rg. Somanegara.
Pengangkatan Martanegara sebagai bupati ternyata diterima dengan kekecewaan mendalam oleh Somanegara. Menurut tradisi yang berlaku, pengganti pejabat pribumi yang wafat adalah putra sulungnya. Hak ini tidak dapat diganggu-gugat, namun dengan syarat tambahan sang pelanjut harus cakap untuk jabatan tersebut.
Dalam kasus tertentu, dapat juga menantu melanjutkan jabatan mertuanya seperti yang terjadi pada bupati Bandung pertama, Wira Angun-Angun, yang menyerahkan jabatan kepada menantunya. Kasus lain terjadi juga pada Bupati Tanggerang pada 1739. Walaupun bupati tersebut memiliki tiga orang putera, namun pemerintah memilih untuk mengangkat menantunya sebagai pengganti jabatan bupati Tangerang.
Rg. Somanegara adalah menantu Dalem Bintang atau Adipati Wiranatakusumah IV, Bupati Bandung sebelum R. Kusumadilaga. Kesempatannya untuk menjadi Bupati Bandung telah dua kali diabaikan oleh pemerintah Hindia-Belanda.
Pertama, saat mertuanya, R. Adipati Wiranatakusumah IV, wafat pada 1874, ia harus menerima keputusan pemerintah yang memilih untuk mengangkat saudara Wiranatakusumah IV yaitu R. Kusumadilaga. Yang kedua, saat pemerintah memilih mengangkat seorang keturunan Sumedang, R. Aria Martanegara, sebagai pengganti Bupati Bandung, R. Kusumadilaga.
Karena itulah mungkin Somanegara merasa kecewa sehingga merencakan pembunuhan terhadap residen, asisten residen, bupati Bandung dan sekretarisnya. Caranya adalah dengan melakukan pendinamitan di beberapa lokasi. Di antaranya di sebuah jembatan di atas Ci Kapundung dekat Pendopo dan di panggung direksi pacuan kuda di Tegallega. Hasil pengusutan polisi mendapatkan 8 orang tertuduh yang berada dalam pimpinan R. Rg. Somanegara dan ayahanda Dewi Sartika, R. Dmg. Suriadipradja. Pemerintah memutuskan untuk membuang kedua tokoh ini masing-masing ke Ternate dan Pontianak.
Kembali ke kompleks makam. Dulu, wilayah kompleks makam ini adalah bekas pusat pemerintahan Kabupaten Bandung saat masih berada di Krapyak. Di sinilah terletak Pendopo Kabupaten. Mengelilingi Pendopo ini terdapat bangunan-bangunan seperti tajug (sekarang sudah menjadi mesjid) dan kantor kabupaten yang lahannya sekarang sudah habis menjadi permukiman. Bale pertemuan terletak di wilayah Bale Endah sekarang. Dekat dengan pusat pemerintahan ini terletak titik pertemuan sungai Ci Kapundung dengan Ci Tarum, yaitu di Cieunteung yang sekarang bernama Mekarsari.
]]>Asal tahu saja, pemberotakan Kaiin Bapa Kayah tergolong kecil, hanya menyertakan petani di tanah-tanah para tuan di Pangkalan dan Kampung Melayu. Tapi mampu membuat takut hampir seluruh masyarakat Cina.
Berbeda dengan peristiwa Pao An Tui merebak di Rajeg, Gandu, Balaraja, Cikupa, dan Mauk, dengan pengaruh hampir ke seluruh Tangerang.
Akibatnya, laporan koran-koran tentang Peristiwa 1946 menggambarkan seolah tidak ada lagi wilayah aman bagi masyarakat Cina di Tangerang pada saat itu. Semua Cina Tangerang, atau Cina Benteng, berbondong-bondong mengungsi ke Jakarta dan berdesakan di gedung Sin Ming Hui.
Namun laporan itu tak melulu benar. Arie Novrie Purnama, pengamat Cina Benteng, menemukan bukti masih banyak desa masyarakat Cina saat itu terlindung dari pengaruh buruk kerusuhan. Empat diantaranya adalah Panongan, Cengklong, Kosambi, dan Neglasari.
“Tidak seluruh masyarakat Cina dari Cikupa, Balaraja, dan Rajeg, lari ke Jakarta,” ujar Arie Novrie. “Ratusan lari ke Panongan. Mereka yang berasal dari Mauk melarikan diri ke Cengkong, Neglasari, dan Kosambi,” kata Arie.
Ada dua alasan mengapa empat wilayah ini terlindung dari dampak buruk dua kerusuhan. Pertama; masyarakat Cina di Panongan, Cengklong, dan Kosambi, ‘memagari’ diri dengan para jawara. Mereka, selama sekian ratus tahun dan sampai saat ini, membeli rasa aman dari para jagoan.
Kedua, khusus Neglasari, rasa aman diperoleh masyarakat Cina berkat pengalaman berbaur dengan penduduk lokal. Penelitian Guntur Setyanto memperlihatkan Neglasari adalah satu-satunya permukiman campuran Cina dan pribumi, dengan komposisi 49 dan 51 persen.
Neglasari juga menjadi simbol kerukunan etnis Cina dan pribumi selama lebih seratus tahun. Kampung ini juga menjadi ikon perlawanan segregasi etnis yang diterapkan kolonialis Belanda selama bertahun-tahun.
Namun Neglasari seolah membenarkan asumi bahwa hanya Cina yang miskin, dan tidak memonopoli alat produksi, yang sudi berbaur dengan pribumi. Masyarakat pemukim awal Neglasari; Cina dan pribumi, adalah buruh tani, peternak, dan wiraswastawan.
Saat ini pun, Neglasari masih dihuni masyarakat dengan mata pencaharian pekerja pabrik, peternak, dan pedagang kecil. Kesetaraan nasib, dan tidak adanya kepemilikan alat produksi yang menonjol, membuat masyarakat Cina dan pribumi Neglasari mampu menjaga keharmonisan.
“Masyarakat pribumi yang menjadi pagar bagi pemukim Tionghoa di Neglasari, saat kerusuhan terjadi,” ujar Arie Novrie.
“Tidak ada transaksi. Masyarakat Tionghoa tidak membeli rasa aman kepada siapa pun.”
Di Panongan, kalangan tua masih menyimpan cerita kerusuhan 1946. Oen Ong Tjoan (76), misalnya, mengenangya sebagai zaman ‘ngeli’, atau era pengungsian. Ia masih bisa membayangkan bagaimana saudara mereka yang lari dari Rajeg dan Gandu memadati Panongan, dan meminta tempat perlindungan.
Yosep, generasi muda masyarakat Tionghoa di Kampung Cukanggalih, Panongan, mengatakan zaman ‘ngeli’ melahirkan tradisi pembuatan rumah kebaya sistem knock down. “Mereka yang mengungsi, dan bermukim cukup lama di Panongan — karena khawatir belum aman — membangun rumah di tanah pengungsian,” ujar Yosep.
“Rumah itu dibangun dengan sistem knock down, dengan harapan bisa dipindahkan ke tanah asal mereka jika keadaan telah aman.”
Saat keadaan aman, penduduk Cikupa, Gandu, dan Rajeg yang mengungsi ke Panongan membongkar rumahnya dan memindahkannya ke tanah kampung asal. Sampai saat ini rumah kebaya sistem knock down bisa disaksikan di hampir setiap kampung di Panongan, Cikupa, Rajeg, dan desa-desa Cina Udik.
Penyuplai Jugun Ianfu
Kebutuhan akan rasa aman membuat etnis Cina bersedia melakukan apa saja. Mulai dari sekadar memberi ‘uang jago’ kepada para kriminal, jawara, dan jagoan kampung, sampai mendekat ke penguasa.
Ketika Jepang berkuasa, etnis Cina — yang seharusnya membenci bangsa yang menyerbu tanah leluhurnya — terpaksa menggantungkan harapan rasa aman kepada Dai Nippon. Jepang memberi rasa aman kepada etnis Cina , yang di bulan-bulan pertama sejak kepergian Belanda, menjadi sasaran perampokan.
Padahal, Jepang — menurut sejarawan Didi Kwartanada dalam Tionghoa dalam Dinamika Sejarah Indonesia Modern: Refleksi Seorang Sejarawan Peranakan — tidak bermaksud melindungi Cina. Jepang hanya ingin menjaga ketertiban agar roda pemerintahan berjalan.
Pada perkembangan berikutnya, Cina benar-benar ketergantungan kepada Jepang. Masyarakat Tionghoa bisa memberikan — atau melakukan — apa saja kepada Jepang. Sebagai bentuk terima kasih, atau ketakutan akan kehilangan rasa aman.
Termasuk menyediakan jugun ianfu, atau wanita penghibur. Adalah Hoa Chiau Tsung Hui (HCTH), yang dengan sukarela atau terpaksa, melakukan semua itu. Ketika rasa aman dari pihak tertentu telah diperoleh, etnis Cina melihat yang lainnya sebagai ancaman.
Di Tangerang, para tuan tanah yang merasa aman di dekat para jawara yang dibayar, memandang curiga kepada pribumi mana pun.
Di sisi lain mereka sadar tidak setiap saat orang yang bisa mereka bayar akan memberi rasa aman. Pada keadaan tertentu, ketika sentimen anti-Cina sedemikian tinggi, orang bayaran — para jawara, oknum, atau lembaga — tidak akan bisa melindungi mereka.
Saat Kerusuhan Mei 1998, sejumlah penghuni perumahan mewah di Jakarta Barat berhamburan keluar pada malam hari. Sebagian menuju bandara untuk pergi ke luar negeri, atau Bali.
Lainnya, mereka yang dari kalangan kelas menengah, mendatangi rumah penduduk pribumi untuk meminta perlindungan, tentu saja dengan iming-iming uang.
Mereka sama sekali tidak yakin para satpam, yang direkrut dari warga sekitar, akan bisa melindungi mereka dari kemungkinan amuk massa. Namun setelah semua berjalan normal, tidak seorang Cina pun — bahkan mereka yang pernah ditolong — sudi bertegur sapa dengan penduduk di luar tembok permukiman.
Tidak jauh dari permukiman itu, beberapa etnis Cina yang turun-temurun tinggal di Cengkareng Barat ikut serta dalam penjarahan toko-toko. Mereka menjarah beras, dan jenis sembako lainnya dari beberapa toko, membawanya ke permukiman dan membaginya kepada rekan senasib; pribumi atau bukan.
Ketika salah seorang bertanya kepada mereka; toko siapa yang kau jarah. Mereka menjawab; “Dari toko orang Cina.” Beberapa tetangga mereka yang pribumi hanya bisa tertawa. Ironis. Ketika etnis Tionghoa yang kaya sibuk mencari rasa aman. Saudara mereka, yang hidup miskin, sibuk memanfaatkan kerusuhan untuk mencari makan.
Pembentukan Pao An Tui di tahun-tahun awal kemerdekaan Indonesia adalah fenomena. Itulah kali pertama masyarakat Tionghoa berusaha mandiri dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman terhadap dirinya.
Untuk memenuhi rasa aman itu, mereka harus lebih dulu meyakinkan pihak yang bertikai bahwa pembentukan milisi bersenjata tidak dimaksudkan melawan siapa pun. Mereka memohon restu pemerintah RI, tapi meminta bantuan Belanda untuk pengadaan senjata dan latihan militer.
Setelah 1949, ketika Pao An Tui dibubarkan, masyarakat Cina kembali harus mendekat ke militer, preman, dan organisasi-organisasi tertentu, untuk melindungi bisnisnya. Itu terjadi sampai saat ini.
Fakta untuk semua itu tak sedikit. Menjelang Imlek, Natal, dan Idul Fitri, para bos Tionghoa harus menyediakan banyak angpao untuk para oknum; militer, polisi, preman, sampai wartawan. Belum lagi ajakan partisipasi pada perayaan-perayaan tertentu.
]]>Salah satu karya film yang paling terkenal, Darah dan Doa (1950). Sebuah film yang disebut-sebut sebagai tonggak pembaharuan pembuatan film Indonesia.
Darah dan Doa diadaptasi dari cerita pendek karya Sitor Situmorang, yang mengisahkan tentang Kapten Sudarto, guru yang terlibat revolusi fisik, termasuk perjalanan panjang antara Yogyakarta dan Bandung yang dilakukan Pasukan Divisi Siliwangi pada 1948.
Dalam film itu, pria kelahiran Bukit Tinggi, Sumatera Barat, 20 Maret 1921 ini mengangkat cerita perjalanan panjang penuh derita itu terpaksa dilakukan sebagai dampak perjanjian Renville yang merugikan Indonesia.
Belanda lantas melaksanakan agresi yang dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda II dengan menguasai Yogyakarta. Dalam film, Kapten Sudarto dicitrakan sebagai seorang peragu alih-alih pahlawan yang heroik.
Dalam perjalanannya, dia terlibat cinta dengan dua orang perempuan. Padahal, sang kapten sudah beristri.
“Saya tertarik kepada kisah Sudarto, karena menceritakan secara jujur kisah manusia dengan tidak jatuh menjadi film propaganda yang murah,” ujar Usmar Ismail.
Namun, ada satu film yang membuat hidupnya tersiksa dan berakhir dengan kematiannya yang relatif muda. Film itu berjudul “Adventure in Bali” atau “Incontro d′amore a Bali” yang dibuat pada tahun 1970.
“Usmar meninggal dunia dalam usia belum genap 50 tahun. Walaupun Usmar tidak pernah membicarakannya dengan saya, namun saya pikir dia telah mengalami kekecewaan berat dan stress akibat joint-production Perfini dengan sebuah perusahaan film Italia membuat film cerita dengan lokasi Bali,” tulis Rosihan Anwar, wartawan senior dan ipar Usmar Ismail, dalam “Di Balik manusia Komunikasi,” tulisan persembahan untuk 75 Tahun M. Alwi Dahlan, kemenakan Usmar Ismail.
Ketika itu, Usmar Ismail menjabat sebagai direktur Perfini bekerjasama dengan International Film Company dari Italia, membuat film Adventures in Bali.
Seperti yang ia tulis dalam surat pembaca di majalah Ekspres, 21 Desember 1970, Usmar mengatakan, “Untuk diketahui perlu juga kami menjelaskan bahwa dalam usaha kerjasama ini ternyata pihak Perfini telah banyak sekali dikecewakan oleh pihak Italia, terutama mengenai penyelesaian soal honorarium artis dan karyawan, soal mengenai biaya hotel yang sekarang dibebankan kepada Perfini.”
Menurut perjanjian, kata Rosihan, nama Usmar sebagai sutradara akan dicantumkan dalam versi film yang diedarkan di Eropa. “Ternyata waktu Usmar berkunjung ke Roma melihat penyelesaian film Bali itu namanya sama sekali tidak disebut. Usmar sudah ditipu oleh produser Italia,” kata Rosihan.
Pada 31 Desember 1970, Usmar pulang dari Italia untuk mengurus kopi film Adventure in Bali, yang ternyata untuk peredaran di Indonesia tidak dikirim. Film ini dirilis dengan judul Bali pada 1971, namun gagal menggaet penonton. Film ini kemudian diedit ulang oleh sutradara Ugo Liberatore dan Paolo Heusch, dan diberi judul baru, Incontro d’amore a Bali.
Tepat 2 Januari 1971, Usmar meninggal karena pendarahan di otak. “Ada pikiran untuk mengadakan operasi di otaknya. Namun, untuk itu tidak mungkin lagi,” kata Rosihan.
Semasa hidupnya, Usmar memang akrab dengan dunia puisi dan sandiwara. Bahkan mantan tentara berpangkat Mayor di Yogyakarta ini juga menggeluti jurnalistik. Ia pernah menjadi pendiri dan redaktur Patriot, redaktur majalah Arena, Yogyakarta (1948), “Gelanggang”, Jakarta (1966-1967). Dan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (1946-1947).
Dalam kariernya sebagai sutradara, Usmar sempat mendapat ilmu bidang sinematografi dari Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat pada tahun 1952. Selama hidupnya, antara tahun 1950-1970, Usmar Ismail membuat 33 film layar lebar: drama (13 film), komedi atau satire (9 film), aksi (7 film), musical/entertainment.
]]>Yang menarik, koin-koin tersebut bertuliskan nama Sultan Aceh ke-10 Alaudin Riayat Syah Al-Kahar dan Sulaiman I, Sultan Ottoman Turki. Penemuan ini menjadi bukti bahwa Al Kahar yang berkuasa pada kisaran abad ke-16 tersebut pernah menjajaki kerja sama diplomatik dengan Ottoman.
‘Persahabatan’ itu dilakukan agar Ottoman menjadi jembatan penghubung Kesultanan Aceh untuk bekerja sama dengan Portugis. Bahkan tak jarang nama Sultan Ottoman selalu disebutkan dalam tiap khotbah Jumat.
Asal tahu saja, sejak tahun 1511 Portugis merupakan pesaing Aceh dalam meluaskan pengaruhnya di bidang ekonomi maupun politik di Selat Malaka. Sementara Aceh memiliki kekuatan politik dan ekonomi yang dominan di Sumatera dan Semenanjung Malaka.
“Kesultanan Ottoman menjadi tempat bagi kerajaan-kerajaan Islam di Timur. Baik itu India dan Kepulauan Nusantara yang baru berkembang menaruh harapan dalam menghadapi Portugis,” tulis Giancarlo Casale dalam The Ottoman: Age of Exploration.
Dalam penjajakan tersebut, Aceh mengirim utusan ke Istanbul pada 1562. Saat itu mereka meminta bantuan senjata berupa meriam. Menjawab permintaan itu, Sulaiman I mengirimkan meriam beserta teknisinya serta seorang diplomat bernama Lutfi Bey.
Usai kedatangannya ke Aceh, Lutfi Bey mengirim laporan ke Istanbul pada 1566. Isi laporan tersebut menyatakan bahwa Sultan Al-Kahar tidak lagi ingin sekadar meminta senjata kepada Sultan Sulaiman I.
“Kesultanan Aceh ingin diperintah secara langsung oleh Sultan Sulaiman I sebagai ganti bantuan Ottoman dalam menghadapi Portugis,” kata Casale.
Antusiasme Aceh ditanggapi positif oleh Sultan Sulaiman I sebelum akhirnya dia mangkat dan digantikan Sultan Selim II. Dia memerintahkan angkatan lautnya untuk mengirim armada sebanyak 15 kapal layar ke Aceh yang bermuatan prajurit, penasehat militer, teknisi meriam, juga tukang-tukang seperti penambang, pandai besi, dan pandai emas.
Sayangnya, armada yang dijadwalkan tiba di Aceh pada 1568 terpaksa mengalihkan perjalanan ke Yaman, Arab Selatan, untuk memadamkan sebuah pemberontakan. Hanya dua buah kapal yang tiba di Aceh tanpa membawa senjata.
Kedua kapal itu membawa sekelompok pedagang dan teknisi meriam, yang tidak cukup untuk memuluskan rencana Sultan Al-Kahar menyerang Portugis di Malaka pada 1570.
Menurut Denys Lombard dalam sebuah buku berjudul ‘Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636)’, Sultan Al-Kahar-lah yang memperkenalkan mata uang Aceh pertama, yakni dirham. “1 pardew (mata uang Portugis yang ditempa di Goa, India) sama dengan 4 dirham Aceh,” kata Lombard dalam tulisannya.
“Namun nilai mata uang itu sendiri sering mengalami perubahan yang besar sekali. Para penjelajah selalu memberi nilai yang berbeda-beda, kadang-kadang bahkan dalam jarak waktu yang hanya beberapa bulan,” ujar Denys.
]]>Sejumlah penelitian menyebut, mereka yang lahir di bulan Januari adalah orang-orang yang spesial dengan banyak keberuntungan. Apa saja bakat dan potensi yang dimiliki orang yang lahir di Januari? Berikut penjelasannya:
1. Berpotensi Jadi Figur Terkenal
Dalam Journal of Social Sciences, kebanyakan selebriti kelas dunia atau tokoh terkenal memiliki zodiak Aquarius, yang artinya lahir di antara 20 Januari hingga 18 Februari. Di antanya seperti Oprah Winfrey, Justin Timberlake, Alicia Keys, Michael Jordan.
2. Berkarakter Positif
Kamu lebih cenderung berkarakter positif, seperti bijak, sabar, ramah, setia namun tetap ambisius jika lahir di bulan Januari. Kamu mungkin berzodiak Capricorn atau Aquarius, yang keduanya memiliki sifat-sifat positif tersebut.
3. Punya Bakat di Bidang Olahraga
Tahukah kamu, bahwa 33 persen pesepakbola di dunia lahir pada bulan Januari? Ya, hal itu diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan Liga Sepak Bola Australia. Itu baru satu olahraga, sepak bola, belum yang lainnya.
4. Calon Pemimpin Perusahaan
Sebuah penelitian mengungkap para petinggi sekelas CEO di 500 perusahaan raksasa kebanyakan lahir di bulan Januari. Bahkan angkanya melebihi bulan lain seperti Maret sebesar 12,53 persen atau April 10,67 persen.
Jadi, kalau kamu lahir di bulan Januari, jangan pernah sia-siakan bakat dan potensimu untuk menjadi orang besar.
]]>Tapi tahukah bahwa nama Indonesia pernah diperkenalkan Herge lewat komiknya Tintin? Dalam komik Tintin yang berjudul Penerbangan 714, Tintin singgah di Indonesia dan kemudian bertualang ke Makasar hingga Pulau Komodo, Flores.
Komik yang judul aslinya Flight 714 To Sydney yang dibuat pada 1968 (dalam bahasa Prancis: 714 pour Sydney) mengisahkan Tintin bersama Kapten Haddock, Profesor Calculus, dan anjing kesayangannya Milo dalam perjalanan menuju Sydney yang pesawatnya singgah di Bandara Kemayoran.
Dalam cerita tersebut kebetulan, mereka bertemu Piotr Skut, kawan lama mereka yang seorang pilot. Saat itu Stut sedang bekerja sebagai pilot pesawat pribadi milik industrialis pesawat dan jutawan Laszlo Carreidas. Singkat cerita, sang jutawan mengajak bergabung menumpang pesawat jet pribadi menuju Sydney.
Nah, petualangan baru dimulai. Pesawat ini dibajak orang-orang yang berkomplot dengan sekretaris Carreidas, Walter Spalding. Yang menarik, setelah dibajak, pesawat itu sempat berhubungan dengan menara pengawas di Makassar, yang saat itu disebut Ujung Pandang.
Mereka dibawa ke sebuah pulau kecil bernama Bompa yang ada gunung berapinya. Para pembajak rupanya membangun landasan di pulau tersebut. Dalam cerita komik, diperkirakan pulau Bompa berada di sekitar Makassar Darwin. Kawasan ini dulunya disebut Kepulauan Sunda Kecil.
Di pulau ini ternyata ada beragam fauna langka. Salah satunya adalah Bekantan (hewan asli dari Kalimantan). Juga ada Komodo (hewan yang hanya ada satu-satunya di Pulau Komodo, Flores) dan kelelawar yang banyak ditemukan di Sulawesi.
Para pembajak ini adalah anak buah Rastapopoulos musuh bebuyutan Tintin. Sedangkan pulau ini dijaga oleh milisi lokal yang digambarkan sebagai bekas pejuang kemerdekaan.
Dalam cerita itu memang banyak yang janggal. Tak berlebihan, mengingat Herge sang pengarang tidak pernah mengunjungi Indonesia. Tapi Herge cukup teliti dan cermat menggambarkan cerita sesuai dengan faktanya. Mulai dari cuaca yang terik sehingga Tintin dan kawan-kawannya kepanasan, juga judul pesawat yang mengacu pada penerbangan Qantas dari London ke Sydney dengan persinggahan di Jakarta.
Yang menarik, adalah ilustrasi dari Bandara Kemayoran, yang merupakan bandara internasional pertama di Indonesia dan beroperasi dari tahun 1940 hingga 1984. Menara kontrol lalu lintas udara tua masih berdiri di bagian utara Jakarta Pusat, bersama dengan beberapa terminal dan landasan, sementara sisanya telah menghilang.
Selain itu sebagian besar orang Indonesia dalam Penerbangan 714 adalah pemberontak separatis ‘Sondonesian’, yang disewa sebagai tentara bayaran. Lebih besar kemungkinan orang-orang Sondonia dimodelkan pada separatis Maluku atau dikenal dengan nama Republik Maluku Selatan (RMS).
Tak hanya itu para milisi ini berbicara dalam Bahasa Indonesia, seperti yang tampak pada seorang nelayan yang marah karena pesawat Carreidas terbang terlalu rendah dan pada dua orang milisi yang menjaga tempat penahanan Tintin dan teman-temannya. Bahkan, kedua penjaga ini menyebutkan penyedap makanan khas Jawa, sambal bajak, sebagai menu yang mereka nikmati.
Herge sama seperti pengarang buku lainnya pada masa itu. Tak pernah mendatangi atau melihat negara tersebut, tapi berdasarkan literasi yang kuat, mereka bisa menggambarkan dan mengilustrasikan seolah-olah berada di sana.
Meski ada beberapa kesalahan, Herge mampu memperkenalkan Indonesia pada masa itu. Minimal bagi penggemar Tintin di seluruh dunia, mereka tahu bahwa ada negara di ujung timur dunia yang bernama Indonesia.
]]>Tintin adalah wartawan muda asal Belgia. Ia seringkali terlibat dalam kasus berbahaya. Tintin juga hampir selalu terlibat dalam berbagai kasus kriminal berbahaya internasional. Hampir di setiap petualangan dia melibatkan dirinya dalam sebuah investigasi, tapi anehnya sangat jarang ia menjadikan hasil penyelidikannya menjadi berita seperti layaknya wartawan lainnya.
Itulah Tintin. Dengan rambut jambulnya yang unik, bersama anjingnya bernama Milo alias Snowy, mereka melanglang buana hingga ke Indonesia dan bertemu dengan banyak karakter jahat yang ingin menghancurkan dunia.
Tintin memang dijadikan karakter wartawan, oleh sang pengarang Herge hampir selalu mempergunakan karakter tersebut didalam setiap cerita-cerita petualangan ciptaanya. Seringkali cerita tersebut terjadi pada masa-masa ketika ia masih bekerja sebagai seorang wartawan (yang paling mudah dikenali pada saat perang dunia I dan II) .
Lalu darimana Herge mengambil karakter ini menjadi Tintin yang kemudian mendunia ini? Herge sampai akhir hayatnya tetap tidak menjawabnya. Meski sebuah situs The Vintage News menurunkan artikel berjudul “Tintin, the subject of 200 million comics sold, was likely based on a real 15-year-old”. Artikel ini ditulis Goran Blazeski dan diungah di situs berita tersebut pada 11 Juni 2017. Artikel ini menceritakan sosok seorang remaja 15 tahun bernama Palle Huld.
Huld berasal dari Denmark. Dia adalah pemenang kompetisi perjalanan Phileas Fogg, sebuah karakter dari novel terkenal Jules Verne, Around the World in Eighty Days (berkeliling dunia selama 80 hari) . Waktu itu, ratusan remaja Denmark mengajukan diri untuk berpartisipasi dalam perlombaan tersebut. Dan anak laki-laki yang cukup beruntung menjadi juara sayembara itu adalah Huld.
Remaja berusia 15 tahun ini kemudian harus menyelesaikan perjalanan dalam waktu 46 hari. Perjalanan itu harus dilakukan sendiri, tanpa sponsor dari perusahaan dan tanpa menggunakan pesawat terbang.
Huld dengan semangat penuh memulai perjalanannya keliling dunia pada 1 Maret 1928. Berangkat dari Kopenhagen, dia melakukan perjalanan dengan kereta api dan kapal uap melalui Inggris, Skotlandia, Kanada, Jepang, Uni Soviet, Polandia, dan Jerman.
Kurang dari setahun sebelum Tintin dibuatkan serialnya di majalah anak-anak Belgia Le Vingtième Siecle, Huld menyelesaikan tantangan bertualang sendiri selama 46 hari.
Perjalanannya menjadi berita utama saat itu dan ketika dia kembali ke Tanah Airnya, Huld disambut bak pahlawan. Usai melakukan perjalanan panjang itu, Huld menulis buku. Dia menceritakan semua pengalamannya. Bukunya laris dan diterbitkan dalam beberapa bahasa. Buku itu juga masuk ke tangan seorang kartunis Belgia yang dikenal dengan nama Herge dan pada tahun yang sama, ketika buku Huld diterbitkan, Tintin memulai debutnya.
Namun perdebatan siapa karakter Tintin ini tak berhenti disini saja. Ada beberapa pendapat menyatakan bahwa ilham sebenarnya dibalik karakter tersebut adalah jurnalis Prancis, Robert Sexe. Hal itu terbukti dari kesamaan cerita dengan perjalanan di tiga buku pertama komik Tintin.
Sexe adalah jurnalis dan pengendara sepeda motor yang terkenal di Belgia pada 1920-an. Petualangan dan pengalamannya dicatat dalam Sexé au Pays des Soviets, yang diterbitkan oleh Vieux Château pada tahun 1926. Perjalanan pelaporan asing pertamanya adalah ke Moskwa pada tahun 1926, tiga tahun sebelum Tintin melakukan penugasan serupa. Bahwa kronologi tiga perjalanan pertama Sexe cocok dengan tiga komik Herge pertama membuat orang bertanya-tanya apakah Herge tidak menyadur karakter Sexe sebagai Tintin. Dan bukan kebetulan, sahabat Sexe, seorang mekanik bernama Mihloux yang menemaninya dalam banyak perjalanan. Tintin juga memiliki rekan yang setia yang namanya terdengar sama dengan Milhoux, yang kalau dieja adalah Milo.
Ada juga yang mengatakan Tintin sebenarnya berasal dari Totor, yang juga merupakan tokoh komik karya Herge. Totor adalah seorang Pemimpin Regu Pandu Belgia, tokoh komik yang dibuat Herge untuk majalah Kepanduan Belgia.
Ketika Herge membuat tokoh lain pada 1929, maka nama yang digunakan adalah Tintin. Dia bukan lagi seorang Pemimpin Regu Pandu Belgia, tetapi seorang reporter muda.
Nah, di sinilah terjadi perdebatan siapa atau apakah ada tokoh nyata yang menjadi inspirasi lahirnya Tintin. Belum ada yang memastikan siapa sebenarnya tokoh yang menginspirasi lahirnya karakter Tintin. Namun apapun jawabannya, Tintin menjadi inspirasi setiap orang, terutama wartawan muda.
]]>Ada yang mendukung, ada yang mengatakan pencitraan, ada juga yang beranggapan Jokowi terlalu baik orang yang sering mengkritiknya.
Parahnya ada netizen yang menuduh selama ini Ustaz Arifin kerap ikut-ikutan menghina dan memfitnah Presiden Jokowi. Tapi, presiden tetap menunjukkan sikap baik dengan mengunjungi orang-orang yang memusuhinya.
Namun, semua anggapan netizen itu segera dipatahkan oleh anak Ustaz Arifin, Muhammad Alvin Faiz melalui akun Instagram-nya @alvin_411. Ia berkata sebenarnya antara ayahnya dan Presiden Jokowi sudah terjalin hubungan akrab yang sangat lama.
Berikut penjelasan Faiz selengkapnya yang diunggah di Instagram:
“Abi senang nak, ada hikmah dibalik sakitnya abi, sejenak kita semua melupakan perbedaan kita, dan semua berdoa untuk kesembuhan abi, semoga seterusnya kita bisa seperti ini, tidak hanya sekarang, aamiin” – Abi @kh_m_arifin_ilham
Saya tertawa kecil melihat komentar2 netizen ketika pak @jokowi datang langsung menjenguk abi.
Ada yang bilang abi saya selama ini benci pak jokowi, padahal mereka gak ada bukti. Ada yang bilang pak jokowi hatinya sangat baik karena masih mau menjenguk abi saya yang selama ini menghina dan mencaci maki pak jokowi. Sekali lagi, gak ada buktinya.
Apa mereka tidak tau kalo abi saya sudah lama akrab dengan pak jokowi. Meskipun berbeda pandangan dan pendapat, tidak menghalangi kita untuk saling menyayangi dan menghormati.
Saya masih ingat betul beberapa waktu lalu abi bilang langsung ke saya, kalo abi itu akrab dan dekat dengan pak jokowi.
Abi juga bilang siapapun presidennya kita harus tetap hormati dan taati, jika ada salah, ingatkan dengan cara yang baik dan tidak melewati batas.
Jangan sampai perbedaan pandangan politik, membuat kita bodoh dan lupa, bahwa kita ini sama2 rakyat indonesia dan sama2 menginginkan yang terbaik untuk NKRI tercinta ini.
Saya selaku anak Abi @kh_m_arifin_ilham mengucapkan terimakasih atas doa dan waktunya, semoga Allah membalas kebaikan bapak, dan semoga Abi saya disehatkan kembali, aamiin.
Siapapun pilihan kita nanti, jangan lupakan kalo kita sama2 ingin yang terbaik untuk negeri tercinta ini #2019IndonesiaBersatu#IndahnyaPersatuan.
Pesan dari Faiz ini diunggahnya bersama dengan 5 foto, yakni saat Arifin Ilham dijenguk oleh Presiden Jokowi, KH Ma’ruf Amin, Prabowo Subianto, Sandiaga Uno dan Anies Baswedan. (Ryan)
]]>