
MATA INDONESIA, JAKARTA – Amerika Serikat sering disebut negara yang kerap ‘mengganggu’ keamanan negara lain. Melalui badan intelijennya Central Intelligence Agency (CIA), mereka sering membuat propaganda agar sebuah negara tidak pernah tenang jalani pemerintahannya.
Tak terkecuali Indonesia, yang kerap jadi korban ‘keisengan’ AS. Contoh saja saat CIA menempatkan seorang agennya di Asia Tenggara.
Agen itu bernama Allen Lawrence Pope. Dia ditugaskan dalam berbagai misi diantaranya pertempuran di Dien Bien Phu, Vietnam dan pemberontakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).
Sudah menjadi rahasia umum, jika CIA banyak memberikan bantuan kepada Permesta untuk menggulingkan pemerintahan Indonesia. Selain suplai persenjataan lengkap yang melebihi kekuatan militer TNI, agen rahasia tersebut juga mengirim intelijen khusus di lapangan.
CIA rela menggelontorkan alutsista seperti senapan ringan kaliber 12,7mm, RPG atau bazoka. Ada juga granat semiotomatis, senapan serbu infanteri, dan senjata‐senjata penangkis serangan udara.
Bersama dengan Permesta, pria kelahiran Miami, Oktober 1928, ini dipercaya menjadi pilot Angkatan Udara Revolusioner (AUREV) yang berpangkalan utama di Mapanget, Sulawesi Utara. Dalam aksi pemberontakan tersebut, CIA disebut-sebut telah menyiapkan 15 pesawat pengebom B-26 yang disiagakan di sebuah lapangan terbang di Filipina.
Namun naas, ketika melakukan misi pengeboman pada tahun 1958 ke armada gabungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, pesawat Invander yang diterbangkan Pope berhasil ditembak jatuh.
Saat itulah ia ditangkap oleh TNI dan kemudian dibawa ke pengadilan militer. Statusnya sebagai agen CIA pun terungkap.

Hal itu dibuktikan dengan adanya surat keterangan yang mengizinkan ia memasuki semua fasilitas militer di Clark Air Base (Pangkalan udara AS, Clark di Filipina). Juga ada kartu klub perwira di pangkalan itu.
Hanya saja, setelah John F. Kennedy menjadi Presiden Amerika Serikat, hubungan dengan Presiden Soekarno membaik. Keadaan itu dimanfaatkan pemerintah AS dengan mengirim Jaksa Agung tersohor Robert Kennedy ke Jakarta untuk menemui Presiden Soekarno.
Robert membawa surat Kepresidenan yang isinya agar Pope dibebaskan. Sejak itu, atau tepat pada tahun 1962, Pope bebas dan disembunyikan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Kemudian Pope kembali pulang ke Miami serta hidup dengan istri dan keluarganya. Namun tidak lama kemudian ia bercerai dengan istrinya.
Setelah bercerai inilah, Pope kemudian bergabung dengan Civil Air Transport (CAT) yang merupakan perusahaan kamuflase CIA dalam melaksanakan berbagai misinya di berbagai belahan dunia, seperti halnya perusahaan Intermountain, Southern Air Transport dan Air America.
