News

DPR, Upaya Makar Tidak Selalu Diwujudkan Dalam Perbuatan Mengangkat Senjata

Jakarta (MI) – Berbagai polemik terus bergulir terkait isu makar dan saat ini sedang berlangsung uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) di Mahkamah Konstitusi. Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diwakili oleh anggotanya Adies Kadir, berpendapat bahwa pasal-pasal terkait makar yang dimohonkan untuk diuji di MK tidak bersifat multi tafsir.

Menurut Adies, ketentuan pasal-pasal a quo telah jelas dan tidak bersifat multi tafsir. Ketika memberikan keterangan mewakili DPR di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (24/7),
Adies menyebutkan bahwa Para Pemohon dari uji materi atas pasal makar, masih dapat menjalankan kewenangan konstitusionalnya untuk menjalankan tugas dan perannya untuk mendorong perlindungan, pemajuan, pemenuhan hak asasi manusia, dan keadilan dalam hukum pidana di Indonesia.

Lebih lanjut Adies menjelaskan bahwa tidak diuraikannya penjelasan terhadap unsur-unsur makar, tidak mengurangi substansi makar yang pada intinya merupakan bagian dari delik-delik terhadap keamanan negara, makar terhadap negara, dan bentuk pemerintahan negara merupakan tindak pidana yang berbahaya, yang mengancam kelestarian bangsa dan negara Indonesia.

DPR melalui Adies juga berpendapat bahwa upaya menggulingkan Pemerintah tak selalu diwujudkan dalam perbuatan mengangkat senjata atau tindak kekerasan, namun penggulingan tersebut dapat juga dilakukan melalui hasutan. “Artinya ketentuan tersebut merupakan langkah preventif untuk melindungi negara, sehingga makar dalam konteks tersebut dimaknai secara luas,” tegasnya.

Perkara dalam sidang uji materi ini diajukan oleh dua permohonan yakni permohonan dengan Nomor 7/PUU-XV/2017 dan Nomor 28/PUU-XIV/2017. Permohonan Nomor 28/PUU-XV/2017 adalah Hans Wilson Wader, Meki Elosak, Jemi Yermias Kapanai, dan Pastor John Jonga, serta Yayasan Satu Keadilan dan Gereja Kemah Injil di Papua yang memohon uji materi Pasal 104, serta Pasal 106 hingga Pasal 110 KUHP.

Menurut Pemohon, ketentuan mengatur soal makar tersebut digunakan Pemerintah untuk mengkriminalisasi Pemohon serta telah merugikan hak konstitusional Pemohon selaku warga negara.
Sementara perkara Nomor 7/PUU-XV/2017 diajukan oleh LSM Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) yang mengajukan uji materi untuk Pasal 87, Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 139a, Pasal 139b, dan Pasal 140 KUHP.

Mereka memandang tak ada kejelasan definisi kata aanslag yang diartikan sebagai makar. Padahal makar berasal dari Bahasa Arab, sementara aanslag berasal dari Bahasa Belanda  yang menurut mereka mengaburkan makna dasar dari kata aanslag.  (TGM)

Tags

Related Articles

Close