Jakarta (MI) – Rencana pemerintah untuk memulai impor LNG dari Singapura tidak mendapat dukungan wakil rakyat di Senayan.
Anggota Komisi VII DPR RI Ahmad M Ali menyayangkan impor liquefied natural gas (LNG) untuk pasokan PLN dari perusahaan minyak dan gas (migas) asal Singapura, Keppel Offshore & Marine LNG.
“Awalnya kami mengira ini hanya sekadar rencana mengingat besarnya Kargo LNG kita yang tidak laku setiap tahun,” kata Ahmad.
Menurut Ahmad, harga mungkin bisa jadi pertimbangan pemerintah karena kabarnya perusahaan tersebut menawarkan harga sekitar US$ 3,8 per mmbtu.
“Mungkin kalau logikanya b to b, bisa jadi cocok dengan harga itu karena memang terbilang murah. Tetapi pemerintah harus ingat bahwa PLN adalah perusahaan negara yang harusnya bisa saling mengisi dengan Pertamina, terutama membeli Kargo LNG dalam negeri,” terangnya.
Kata Ahmad, PLN sebagai perusahaan listrik negara dapat menjadi mitra strategis dengan Pertamina untuk mendorong lahirnya kawasan industri berbasis energi gas.
Berdasar data ESDM, jika tidak ada permintaan terhadap LNG dalam negeri, jumlah kargo LNG yang tidak terserap akan terus bertambah hingga 2035 dengan rata-rata jumlahnya mencapai 50-60 kargo per tahun.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan membuka peluang impor gas alam cair (LNG) dari Singapura. Hal ini terutama jika hasil perhitungan komponen biaya yang timbul akibat pembelian dari Negeri Singa itu lebih murah ketimbang mendatangkan LNG dari Indonesia Timur.
Luhut menyebutkan harga LNG dari Singapura sebesar US$ 3,8 per MMBTU. “Itu sudah termaksud harga fasilitas (penyimpanan) dan harga gas, tapi saya lupa rinciannya. Yang jelas PLN bilang ada peluang harga mereka (Singapura) lebih murah dari yang lain,” ujarnya.
Luhut beranggapan harga murah yang ditawarkan oleh Singapura merupakan tantangan untuk lembaga penyedia gas LNG di Indonesia. “Kalau mereka bisa murah, kenapa kita tidak?” ujarnya.
Selain terbuka akan opsi impor, Luhut menyebutkan saat ini masih sedang dalam proses kerja sama dengan Singapura dalam penyediaan infrastruktur. Peluang pertukaran (swap) antara LNG Singapura dengan LNG milik Indonesia, menurut Luhut, juga sangat dimungkinkan.
Terlebih, kata Luhut, jika terbukti pertukaran LNG kedua negara bisa lebih murah ketimbang biaya yang harus dikeluarkan untuk membawa LNG dari Indonesia Timur. “Kalau nanti dengan adanya pertukaran (swap) ini lebih murah, kenapa tidak?,” ujarnya. (FC)