News
Gak Canggih! Sistem Persenjataan F-35 Ternyata Mudah Diretas

MATA INDONESIA, JAKARTA – F-35 Lightning II merupakan pesawat tempur siluman andalan kekuatan udara militer Amerika Serikat (AS). Namun ada kabar mengejutkan datang dari Kantor Akuntabilitas Pemerintah atau Government Accountability Office (GAO) Amerika Serikat.
GAO menyebut F-35 ternyata masih memiliki kelemahan peretasan ‘mission-critical’ di sistem persenjataannya, termasuk sistem rudal yang rentan serangan cyber. Seperti dikutip dari BBC, Jumat 12 Oktober 2018, laporan ini merupakan hasil uji coba yang dilakukan GAO sejak 2012 hingga 2017 lalu.
Adapun temuan utama laporan tersebut adalah:
– Pentagon tidak mengubah kata sandi standar pada banyak sistem senjata dan satu kata sandi yang dapat ditebak dalam sembilan detik
– Tim yang ditunjuk oleh GAO dapat dengan mudah menguasai satu sistem senjata secara real time saat terjadi peretasan
– Peretasan hanya butuh tim dua orang untuk mendapatkan akses awal ke sistem senjata dalam satu jam, dan satu hari untuk mendapatkan kontrol penuh
– Tim mampu menyalin, mengubah, atau menghapus data sistem dengan satu tim mengunduh informasi sebesar 100 gigabyte
– GAO menambahkan bahwa Pentagon “tidak mengetahui skala penuh kerentanan sistem persenjataannya”.
Ken Munro, seorang ahli di perusahaan keamanan Pen Test Partners, mengaku tidak terkejut sama sekali atas temuan itu. “Laporan ini menunjukkan beberapa kelemahan keamanan dasar.”
Menurut dia, sebenarnya dibutuhkan waktu lama untuk mengembangkan sistem senjata, namun sering kali berdasarkan literasi sistem yang jauh lebih tua. Akibatnya, komponen dan perangkat lunak dapat didasarkan pada kode yang sangat tua dan rentan.

Sebelumnya, sebuah laporan yang dirilis lembaga think-thank AS, National Security Network (NSN) juga pernah menyebutkan, terdapat empat kelemahan utama F-35. Yakni, manuvernya miskin yang membuatnya rentan dalam serangan dogfights, kapasitas muatan internal kecil, jangkauan operasional pendek dan masih ketergantungan pada teknologi siluman untuk survivability. (Rayyan Bahlamar)