
MATA INDONESIA, JAKARTA – Gunung Anak Krakatau dipastikan masih berpotensi longsor. Hal itu diakibatkan erupsi yang masih terus terjadi hingga saat ini.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Geofisika, dan Klimatologi, Rahmat Triyono menyatakan potensi longsor itu didapat dari pengamatan sensor-sensor seismograf untuk mencatat aktivitas dari Gunung Anak Krakatau tersebut.
“Pada saat kejadian 22 Desember sensor-sensor ini juga merekam tetapi merekamnya bukan gempa bumi, dan sangat kecil memang, tidak ada manusia yang rasakan getaran itu,” kata Rahmat di Jakarta, Rabu 26 Desember 2018.
Menurut dia, dengan memanfaatkan seismograf tersebut diharapkan dapat memberikan peringatkan kepada masyarakat di sekitar Selat Sunda. Seismograf yang mengepung Gunung Anak Krakatau tersebut, kata dia, diharapkan bisa mencatat setiap aktivitas di beberapa titik sehingga bisa diketahui sumber getaran itu.
“Minimal kita bisa mengetahui di mana posisi, sumber getaran itu tadi. Apalagi kalau enam-enamnya mencatat getarannya,” kata dia.
Cara tersebut dinilai paling efektif untuk saat ini, karena potensi longsor Gunang Anak Krakatau masih mungkin terjadi.
“Sehingga dengan kami bisa memonitor gerakan itu tadi. Katakanlah pada 22 Desember kemarin setara dengan magnitudo 3,4. Kalau ini mungkin 3,4 sampai 3,5 ke atas bisa jadi BMKG memberikan peringatan untuk sekitar Selat Sunda,” ucap Rahmat.
Selama ini, kata dia, peringatan BMKG dengan magnitudo yang cukup signifikan di atas 7. Goncangan yang tidak begitu besar, kata dia, bisa menimbulkan longsor maka dengan sekitar 3,4 sampai 3,5 kami akan berikan peringatan untuk sekitar Selat Sunda.
Kemudian setelah memberikan peringatan sekitar satu jam kalau tidak ada air laut masuk atau tidak ada tsunami, maka BMKG akan segera menyatakan peringatan dinyatakan berakhir.