Jakarta (MI) - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan memutuskan praperadilan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diajukan Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung yang menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi karena telah menetapkannya sebagai tersangka pada perkara BLBI.
Putusan itu akan dibacakan besok, Rabu, 2 Agustus 2017, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ujar juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, di Kantor KPK, Selasa (1/8).
Pihaknya memastikan akan memantau putusan itu, namun menurutnya akan lebih baik lagi jika Komisi Yudisial hadir dalam sidang tersebut, ujarnya.
Lebih lanjut Febri mengatakan bahwa Komisi Yudisial (KY) sebenarnya bisa melakukan pemantauan di sana, menurutnya hal itu akan lebih baik untuk menjaga marwah peradilan. Jadi bukan berangkat dari kecurigaan-kecurigaan tapi untuk menjaga marwah peradilan tersebut, Febri berharap majelis hakim akan memberikan putusan yang bisa memperkuat pengusutan perkara BLBI oleh KPK.
Pada sidang putusan besok, lembaga antirasuah akan merekam proses persidangan untuk dijadikan bahan pembelajaran, ungkapnya.
Kasus BLBI mencuat ketika Syafrudin mulai memimpin BPPN pada April 2002, saat itu, BPPN sedang menagih utang sejumlah bank penerima BLBI di era krisis keuangan 1997–1998. Khusus terhadap utang BDNI, tim BPPN sebenarnya telah memutuskan agar menyeret Sjamsul ke jalur litigasi, pasalnya, nilai aset yang diserahkan Syamsul lebih rendah Rp 4,75 triliun dibanding sisa utang Rp 27,4 triliun.
Namun demikian dua bulan setelah menjabat, Syafruddin mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk mengubah penyelesaian kewajiban obligor dari litigasi menjadi restrukturasi. Usul pun disetujui dan belakangan menambah pembayaran Rp 1,1 triliun dalam bentuk tagihan ke sejumlah petani tambak Dipasena Lampung yang berutang ke BDNI
Syafruddin sendiri dinilai mengabaikan rekomendasi timnya di Badan Penyehatan Perbankan Nasional agar menyeret pemilik PT Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim, ke pengadilan. Syafruddin diduga memaksakan penerbitan keterangan lunas untuk Sjamsul meski piutang negara masih tersisa Rp 3,7 triliun. (TGM)