Mimika (MI) - Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Perumahan Rakyat Mimika, Septinus Somilena, menyatakan bahwa PT. Freeport dan perusahaan terkaitnya telah mengurangi 2.200 ribu karyawan selama 12 Februari-27 Maret 2017. Jumlah itu meliputi 200 karyawan Freeport yang dirumahkan dan 2.000 karyawan perusahaan terkaitnya yang mengalami pemutusan hubungan kerja.
Perusahaan tambang itu melakukan pemutusan hubungan kerja dan merumahkan sebagian karyawannya setelah aktivitas produksinya berhenti pada Februari. Namun diberitakan sebelumnya, PT Freeport Indonesia akhirnya memiliki izin untuk melaksanakan ekspor konsentrat kembali, setelah Pemerintah melalui Kementerian ESDM menyepakati penetapan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang bersifat sementara hingga Oktober 2017 yang lalu.
Buntut dari PHK tersebut ribuan mantan karyawan PT. Freeport Indonesia dan beberapa anak perusahaan lainya terus melakukan aksi unjuk rasa penolakan dan berujung pada aksi perusakan terhadap beberapa asset PT. Freeport Indonesia, Sabtu (19/8). Akibat aksi anarkhis tersebut Polisi telah menetapkan beberapa orang sebagai terangka dalam kasus itu.
Kapolda Papua Irjen Polisi Boy Rafli Amar memastikan bahwa saat ini sudah ada delapan tersangka terlibat dalam kasus perusakan dan pembakaran fasilitas serta kendaraan milik PT Freeport, PT Redpath serta kendaraan pribadi milik karyawan yang saat itu sedang bekerja dan tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan jumlah tersangka karena sampai saat ini polisi terus mengembangkan penyelidikan dan penyidikan kasus, ujar Boy, di Timika, Selasa (22/8).
Lebih lanjut Boy menegaskan bahwa pihaknya masih mendalami aktor yang menggerakkan massa melakukan aksi perusakan dan pembakaran yang terjadi di Check Point 28 Timika, Terminal Gorong-gorong dan kompleks perkantoran PT Petrosea di Jalan Cenderawasih Timika itu, ujar Mantan Kadiv Humas Polri itu.
Boy mencurigai bahwa demonstrasi yang berujung pada aksi perusakan yang dilakukan massa mantan karyawan Freeport dan perusahaan subkontraktornya pada Sabtu (19/8) siang hingga malam itu telah direncanakan secara matang.
Kapolda juga menampik anggapan bahwa aparat kecolongan saat sekelompok massa menyerbu ke pos keamanan di Check Point 28, samping Bandara Mozes Kilangin Timika pada saat kejadian, karena menurutnya petugas sekuriti dan anggota Polri sudah berada di pos Check Point Mil 28, Namun massa yang datang sangat besar sehingga tidak seimbang dan terjadi insiden tersebut, pungkasnya. (TGM)