Jakarta (MI) - Komisi Pemberantasan Korupsi diminta melakukan kroscek terlebih dahulu sebelum menerima duit pengembalian dari PT Nusa Konstruksi Engineering Tbk Rp15 miliar. PT NKE merupakan tersangka korupsi korporasi proyek pembangunan Rumah Sakit Universitas Udayana Bali tahun 2009-2010.
“Cek dulu putusan kasasi dan PN, apakah ada amar putusan yang memerintahkan perusahaan DGI yang sekarang berubah menjadi NKE (untuk mengembalikan uang). Atau akarnya hanya memerintahkan Nazarudin yang harus mengembalikan uang,” kata Pakar Hukum Pidana Prof Ramli Atmasasmita di Jakarta, Senin (28/8).
Selain itu, Guru Besar Universitas Padjadjaran Bandung itu pun mempertanyakan posisi bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Nazarudin ketika melakukan tindak pidana korupsi itu sebagai apa? Agar tidak menyeret begitu saja perusahaan kalau memang tindakannya dilakukan sendiri.
Terlebih lagi, Direktur Utama Lembaga Pengkajian Independen Kebijakan Publik itu pun sangat mengkritik keras KPK terkait penetapan Nazarudin sebagai justice collaborator.
“Nazarudin kan pelaku utama masa dia bisa dijadikan justice collaborator. Tidak bisa itu. Bahkan yang aneh dia dapat remisi berkali-kali, sampai 39 kali. Ada aturannya di UU LPSK tentang syarat-syarat yang mendapat remisi. Apa Nazarudin sudah menyeĺesaikan kewajibannya,” katanya sambil menunjuk pasal yang ada di UU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Prof Romli pun meminta kehati-hatian penegak hukum dalam membuat putusan. Kepentingan pihak ketiga juga perlu mendapatkan perhatian.
“Hukum itu selain perlu menekankan keadilan dan kepastian juga harus memperhatikan kemanfaatan,” kata mantan Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM itu.
Bahkan, dia sempat membeberkan hasil analisa tentang kinerja KPK dan Indonesia Corruption Watch yang dituangkan dalam sebuah buku. Intinya KPK dinilai telah menyimpang dari khittah awal pembentukan kedua lembaga tersebut.
Hasil analisa tersebut juga mendorong dia untuk menjadi narasumber dalam Panitia Khusus Angket KPK dengan tujuan mengoreksi kinerja KPK. Prof Romli menyebut, seluruh data yang dibagikan kepada panitia angket melalui buku yang dihasilkan lembaga yang dipimpinnya berjudul Sisi Lain Akuntabilitas KPK dan Lembaga Pegiat Antikorupsi: Fakta dan Analisis.
Dia mengatakan bahwa data yang digunakan dalam buku tersebut merupakan laporan yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan atas KPK dan audit keuangan ICW oleh kantor akuntan Yanuar dkk.
“Buku dari LPIKP ini menggunakan laporan BPK, dan yang memeriksa BPK,” kata Romli.
KPK Harus Hati-hati Tangani NKE
Sebelumnya Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal Indra Safitri mengatakan, penanganan yang menyangkut korporasi harus ditangani berbeda dengan perorangan.
Sebagai perusahaan terbuka, status hukum tersebut dapat mempengaruhi kondisi finansial perusahaan, sehingga dapat mengancam kepastian usaha dan nasib para karyawan.
Dia mencontohkan langkah lembaga antirasuah mengumumkan PT NKE sebagai tersangka korupsi korporasi. Akibatnya, perusahaan langsung mendapatkan sejumlah permasalahan, seperti dihentikan sementara perdagangan saham PT NKE oleh PT Bursa Efek Indonesia, hingga kesulitan mendapatkan pinjaman dari perbankan.
“KPK perlu lebih berhati-hati dalam memberikan informasi kepada publik sampai adanya kepastian hukum yang tetap,” kata Indra.
Kasus hukum yang melibatkan PT NKE berhungan dengan proyek pembangunan Rumah Sakit Universitas Udayana Bali tahun 2009-2010. NKE dianggap telah bersikap proaktif dengan menyerahkan uang sekitar Rp15 miliar kepada KPK.
Indra menambahkan, KPK juga harus memiliki sistem pengungkapan korupsi yang baik, dengan memastikan kebenaran sebuah perusahaan yang melakukan kesalahan atau merupakan tindakan pribadi seseorang. (FC)