
MATAINDONESIA.ID, LONDON – Hari ini 38 tahun lalu tepatnya 8 Desember 1980, John Lennon, salah satu personel The Beatles ditembak di depan rumahnya oleh Mark David Chapman.
Setelah menjalani sesi rekaman lagu Walking On Thin Ice, John Lennon dan istrinya Yoko Ono kembali ke apartemen eksklusif mereka di Dakota, New York. Naas, saat melangkah keluar dari limusin, pentolan The Beatles itu ditembak beberapa kali di bagian dada dari jarak dekat oleh orang tak dikenal (belakangan diketahui bernama Mark David Chapman). Yoko berteriak histeris meminta pertolongan.
Dengan tubuh yang berlumuran darah, Lennon segera dibawa menggunakan mobil polisi menuju ke Rumah Sakit Roosevelt untuk mendapatkan pertolongan. Malang, nyawanya tak dapat diselamatkan. Ia menghembuskan napas terakhir sesaat setelah tiba di ruang gawat darurat.
Dokter menyebutkan, Lennon mengalami pendarahan luar biasa di bagian dada. Paru-paru bagian kirinya terluka cukup parah. Lennon kehilangan banyak darah akibat penembakan tersebut. “Kami sudah mencoba menyelamatkannya. Kami membuka dadanya dan memompa jantungnya, tetapi ia sudah sekarat saat polisi membawanya ke rumah sakit,” ujar Dr Stephen Lynn, dokter yang menangani Lennon. Jenazah pria kelahiran Liverpool, 9 Oktober 1940 itu lalu dibawa ke Rumah Sakit Belleuve untuk diotopsi.
Peristiwa tragis itu berlangsung begitu cepat. Dalam sekejap, musisi legendaris itu meninggalkan ribuan penggemarnya di seluruh dunia. Lennon tiba di rumah sakit beberapa menit jelang pukul 11 malam dan dinyatakan meninggal pada jam 23.07 waktu setempat.
Apa sebenarnya yang menjadi alasan pembunuhan itu? ternyata alasannya sepele. Bukan soal kalimat John Lennon yang menggegerkan saat itu; The Beatles lebih populer dari Yesus, seperti yang dituding sejumlah kalangan. Chapman hanya ingin menembak orang yang populer, dan kebetulan John Lennon adalah orang yang paling populer saat itu.
Pengakuan Chapman dilontarkannya kepada Yoko Ono. Chapman memastikan John Lennon hanyalah orang yang tidak beruntung sehingga menjadi sasaran tembaknya. Ia menegaskan sama sekali tidak memiliki kebencian pada Lennon.
“Aku berharap Nyonya Lennon mengetahui hal ini. Jadi tidak ada unsur kemarahan. Tidak ada kebencian pada suaminya, hanya karena ia adalah orang populer. Jika dia saat itu adalah orang ketiga atau keempat paling populer di daftarku, dia pasti tidak akan mendapatkan tembakan itu,” ujarnya.
Sebuah transkip tulisan asli Chapman dirilis di Inggris 2014 lalu. Ia menjelaskan bagaimana detail pembunuhan Lennon. Dalam transkip tersebut dijelaskan bahwa Chapman melontarkan lima peluru ke arah Lennon dari pistol 38 Special revolver. Peluru pertama sempat meleset tepat di atas kepala dari Lennon. Namun empat peluru lainnya bersarang di tubuh Lennon yang saat itu baru keluar dari Limousin-nya.
Dua peluru bersarang di punggunya dan dua lain bersarang di dada Lennon. Hingga sosoknya meninggal saat perjalanan ke rumah sakit.Selain itu dijelaskan, sebelum membunuh Chapman sempat meminta tanda tangan Lennon yang dianggap menjadi terakhir darinya. Dalam transkip tersebut Chapman juga meminta maaf atas tindakan bodohnya membunuh Lennon. “Saya meminta maaf karena memberikan luka. Saya meminta maaf karena menjadi seorang yang bodoh dan memilih cara salah untuk kemenangan,” ucap Chapman dalam transkip tersebut.
Seperti tak berhenti merasa bersalah, Chapman mengakui apa yang dilakukannya tak patut ditiru oleh siapapun dengan alasan apapun. “Banyak orang yang begitu mencintainya (Lennon). Dia adalah orang besar yang penuh dengan bakat,” ujarnya.
Atas tindakannya itu, Chapman dihukum 20 tahun penjara. Pria bernama lengkap Mark David Chapman ini lahir di Texas, Amerika Serikat pada 10 Mei 1955. Chapman lahir dari pasangan David Curtis Chapman yang merupakan anggota US Air Force dan Diane Elizabeth yang merupakan perawat.
Lahir dari keluarga militer disebut membuat Chapman depresi. Bahkan, ia mengaku sering mendapatkan kekerasan dari sang ayah. Saat duduk di bangku sekolah, Chapman juga tak berjalan lancar. Chapman dikabarkan beberapa kali berpindah sekolah karena menjadi korban bullying. Salah satu contoh sederhana adalah saat dirinya di-bully karena tak mahir di kegiatan olahraga. Kejadian tersebut dianggap sangat mempengaruhi kejiwaan Chapman. Beranjak dewasa, Mark David Chapman diketahui mempunyai ke-fanatikan dengan berbagai hal yang disukainya. Seperti saat Chapman begitu terkesan dengan film ‘Around the World in Eighty Days’.Karena terinspirasi dari film tersebut Chapman sempat melakukan perjalan selama enam minggu ke beberapa penjuru dunia. Mulai dari Tokyo, Singapura hingga London dan Dublin.
Sifat fanatik itu semakin menjadi-jadi saat dirinya kenal dengan musik The Beatles yang dianggap ‘belahan jiwanya’. Salah satu sorotan utama Chapman sendiri ternyata terfokus pada John Lennon. Chapman dikabarkan begitu mengikuti setiap tingkah laku Lennon. Bahkan, ia seperti ‘penganut’ setia dari lagu-lagu yang pernah dibuat Lennon.