
MATA INDONESIA, JAKARTA – Semakin tinggi sebuah pohon, maka semakin kencang pula angin yang menerpanya. Kondisi itulah yang dialami Joko Widodo (Jokowi).
Calon Presiden nomor urut 01 yang pernah memimpin masyarakat dari Wali Kota, Gubernur, hingga Presiden ini pun mengakui pasti ada yang senang juga ada yang tidak senang. Meskipun sedih, Presiden mengakui, pemimpin dalam level apapun akan ada yang mencaci-maki, mencela, hingga menghujat.
Namun ada hal yang disayangkan Kepala Negara mengakui kadang dirinya berpikir, apakah cacian itu bagian dari etika dan tata krama Indonesia. “Tidak. Ini ada sesuatu yang memang harus kita luruskan. Masa mengatakan kepada presidennya, maaf, plonga-plongo, apalagi coba ditambah,” kata Presiden di Jakarta, Kamis 13 Desember 2018.
Atas kondisi itu, Jokowi pun mengajak masing-masing pribadi masyarakat Indonesia untuk mengubah pola pikir, mengubah mindset dari konsumsi ke produksi, dari yang negative thinking ke positive thinking.
“Tapi membawa seperti ini, perlu membangun sumber daya manusia, yang selalu berpikiran ke depan dan selalu positive thinking juga bukan hal yang mudah. Karena negara ini, kita harus sadar semuanya, negara ini adalah negara besar, negara besar,” ucapnya.
Terkait dengan kebijakan-kebijakan, Jokowi pun menyadari tidak mungkin 100 persen kebijakan bisa membahagiakan semua orang. “Artinya ada yang tidak senang. Tidak senang itu bisa mencela, bisa mencaci. Jadi Gubernur juga sama, jadi Presiden juga sama. Jadi biasa,” kata Presiden.