
MATA INDONESIA, SOLO – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan dikeluarkan dari kebijakan relaksasi daftar negatif investasi (DNI). Kepastian itu disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam penutupan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin Indonesia 2018 di Solo, Rabu 28 November 2018.
Asal tahu saja, saat ini terdapat sekitar 62 juta unit usaha UMKM dengan serapan tenaga kerja sebesar 116 juta orang. Sementara kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 60 persen.
Jokowi juga menegaskan pemerintah dan dirinya sangat berkomitmen terhadap UMKM. Ia beralasan karena selama ini UMKM memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sangat signifikan.
“DNI masih menjadi masalah, Kadin dan Hipmi komplain. Perpres belum saya tanda tangani, tidak perlu ragu, saya pastikan keluarkan UMKM dari relaksasi DNI. Saya putuskan di sini,” katanya.
Menurut dia, masyarakat tidak perlu meragukan komitmen pemerintah dan dirinya kepada UMKM. Apalagi, dahulu Jokowi juga merupakan pengusaha UMKM dan saat ini diteruskan oleh kedua anaknya yang membuka usaha martabak dan olahan pisang.
“Ketua Kadin dan Hipmi juga sudah ngomong masalah ini, siapa lagi yang mau saya dengar. Nanti kalau sudah masuk ke istana, ke meja saya, akan saya coret,” kata dia.
Komitmen pemerintah lainnya terhadap UMKM juga tercantum dalam kebijakan penurunan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 23 persen menjadi 7 persen per tahun serta penurunan pajak penghasilan (PPh) UMKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen.
Sebelumnya, Rosan P Roeslani, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan daftar negatif investasi (DNI) yang masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI.
Kadin diakui menaruh perhatian besar terhadap UMKM karena menjadi tulang punggung perekonomian nasional dan menaungi lebih dari 95 persen tenaga kerja nasional. Untuk itu, kebijakan yang berkaitan dengan sektor UMKM perlu dipertimbangkan secara matang karena dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk investasi.
“Terkait relaksasi DNI, berdasarkan masukan dan saran dari semua pengusaha dan asosiasi , kami minta ditinjau ulang dan dikaji ulang. Karena ini kami tidak mudah mengerti, apalagi masyarakat. Saat ini sudah terbentuk persepsi yang bercampur dan jadi tidak kondusif,” ujarnya.
Rosan mencontohkan dalam rancangan relaksasi DNI disebutkan bahwa industri rajut masuk dalam daftar yang dikeluarkan. Namun, ternyata industri rajut ini berbeda dengan industri bordir. Hal-hal seperti ini, menurutnya, sulit untuk dijelaskan kepada pengusaha dan masyarakat.
Selain itu, kebijakan relaksasi DNI dinilai dapat memperkecil porsi pelaku UMKM lokal untuk dapat lebih berkembang karena memungkinkan pihak asing menguasai 100 persen investasi di sektor-sektor usaha tertentu. (Puji Christianto)