
MATA INDONESIA, JAKARTA – Rakyat Indonesia saat ini harus mewaspadai keberadaan ‘genderuwo’ yang menyamar menjadi politisi. Kehadiran mereka sering mengganggu persatuan dan kesatuan antarsesama masyarakat.
Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pidato pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat 9 November 2018. “Cara-cara propaganda politik yang tidak beretika bisa menakutkan dan membuat kekhawatiran di tengah masyarakat. Masak masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Nggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya politik genderuwo, nakut-nakuti,” kata dia.
Menurut dia, saat ini banyak politikus yang tidak menggunakan etika dan sopan santun politik yang baik. “Setelah takut yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Masyarakat menjadi, memang digiring untuk ke sana. Dan yang ketiga menjadi ragu-ragu masyarakat, benar nggak ya, benar enggak ya?” katanya.
Dalam kesempatan itu, dia mengingatkan tentang besarnya NKRI dengan keberagaman yang ada. Menurut dia, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 263 juta merupakan anugerah Allah SWT. Dari jumlah itu terdapat perbedaan-perbedaan, warna-warni, beda suku, beda agama, beda adat, beda tradisi, dan beda bahasa daerah.
“Kita memiliki 714 suku, banyak sekali suku di Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Bahasa daerahnya beda-beda, ada 1.100 lebih bahasa daerah kita,” kata Jokowi.
Aset bangsa tersebut, kata dia, harus dijaga. Dia juga mengatakan, persatuan, persaudaraan, kerukunan adalah modal terbesar bangsa Indonesia. Untuk itu, jangan sampai karena pilihan bupati, gubernur, presiden, ada yang tidak saling sapa dengan tetangga. “Jangan sampai ada yang tidak saling sapa antarkampung, antardesa, tidak rukun antarkampung. Jangan sampai terjadi seperti itu di Kabupaten Tegal, di Provinsi Jawa Tengah. Setuju?” katanya.
“Setuju,” jawab warga.
Begitu juga dalam Majelis Taklim ada yang berbeda pilihan hingga tak saling ngomong. Hal itu ditegaskan Jokowi tidak boleh terjadi. Salah satunya dengan menjaga ukhuwah Islamiah, ukhuwah wataniah masyarakat Indonesia.
“Sebab kita ini semua adalah saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Jangan sampai tidak rukun, tidak bersatu, menjadi pecah gara-gara pilihan presiden, gubernur, bupati. Jangan sampai rugi besar kita ini. Karena pas setiap 5 tahun itu ada pilihan bupati, gubernur, wali kota ada terus. Jangan sampai seperti itu,” katanya. (Puji Christianto)