News
Juara di Thailand, Tiga Santri Ini Ciptakan Beras Analog untuk Penderita Diabetes

MATA INDONESIA, JAKARTA-Prestasi kembali ditorehkan oleh para anak bangsa di kancah internasional dalam bidang sains. Kali ini tiga santriwati dari SMA Unggulan Haf-sa Zainul Hasan, Genggong berhasil menjadi jawara dalam ajang ‘PCCST International Science Fair’ di Thailand, mengungguli karya milik 26 tim dari empat negara lainnya di Asia Tenggara.
Tiga santriwati itu adalah Kamsiyah Naili, Nanik Nor Laila dan Cahyaning Fitrialy Aisyah. Mereka berhasil menciptakan beras analog yang cocok dikonsumsi pasien diabetes.
Kamsiyah mengaku inspirasi pembuatan beras analog ini memang berasal dari besarnya jumlah pasien diabetes di Indonesia.
“Beras disini memiliki kandungan gula yang tinggi sehingga sangat berisiko terhadap penderita diabetes. Untuk itu kita ciptakan inovasi membuat beras analog,” katanya, Selasa 22 Januari 2019.
Menurut Kamsiyah, bahannya sederhana saja, yaitu umbi suwek, daun kelor dan tepung sagu. Untuk membuat beras analog ini, ketiga bahan alami yang mudah didapatkan di Probolinggo itu kemudian dihaluskan dengan mesin penggiling.
Setelah halus, ketiga bahan yang telah berbentuk serbuk itu dicampurkan dalam satu wadah dengan perbandingan 70 persen Suwek, 7 persen Daun Kelor dan 30 persen Tepung Sagu.
Usai ditambahkan air, diaduk hingga seluruhnya menyatu dan memadat menjadi sebuah adonan. Barulah setelahnya, adonan beras analog itu di-press menggunakan mesin pencetak sampai berbentuk buliran beras.
Bulir-bulir beras analog yang sudah jadi itu lantas dikeringkan hingga mengeras menggunakan oven. “Untuk membuat beras analog, kami hanya membutuhkan sehari dari proses awal hingga jadi beras analog,” katanya.
Kamsiyah menambahkan, agar dipastikan khasiatnya, beras analog bikinan mereka juga telah diujicobakan kepada para pengasuh ponpes dan wali santri yang mengidap diabetes.
“Hasilnya, konsumsi beras selama sebulan penyakit diabetes normal. Beras analog juga udah diuji coba di laboratorium milik ponpes dan ternyata kandungan karbohidratnya kecil,” katanya.
Dara berusia 15 tahun itu juga mengatakan cara mengolah beras analog sama halnya dengan beras pada umumnya, yaitu dikukus. “Soal rasa sama, hanya terasa lebih hambar. Tapi kalo kandungan vitamin dan gizinya lebih tinggi. Dan yang jelas, lebih rendah kandungan gulanya,” ujarnya.
Ketika ditanya rencana ke depan, ketiga pelajar ini mengaku ingin memproduksi beras analog ini secara massal dengan menggandeng investor pabrikan nantinya.