HeadlineNews

Jujurlah Sandi, Bangun Tol Cipali Pakai Utang Sindikasi Khan! Ini Buktinya

MATA INDONESIA, JAKARTA – Tepuk tangan begitu meriah saat calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno kembali sesumbar mengklaim telah membangun proyek Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) tanpa utang. Proyek itu menurut Sandi sebagai salah satu keberhasilan jika dirinya tidak pernah bergantung pada utang dalam mengerjakan sebuah proyek.

Ucapan Sandi itu langsung menghipnotis para pelaku UMKM dan masyarakat yang hadir di Foodcourt Urip Sumoharjo, Surabaya, Selasa 1 Januari 2018. Siapa yang tidak senang dan bangga akan janji yang tidak bergantung utang dalam membangun Indonesia jika terpilih nanti.

Ya, siapapun pasti melakukan segala cara demi mendapatkan sebuah kursi pemimpin nomor 1 di negeri ini. Sayangnya, ada fakta mengejutkan nih gaes soal pembangunan Tol Proyek Cipali sebenarnya. Ternyata pembiayaan proyek itu pakai utang sindikasi lho. Gak percaya? Nih penjelasannya:

Tol Cipali mulai dibangun atau groundbreaking pada 8 Desember 2011, dan ditargetkan rampung pada September 2014. Sebagai pemegang konsesi adalah PT Lintas Marga Sedaya (LMS), sebuah perusahaan patungan dengan kepemilikan perusahaan Malaysia, Plus Expressways Berhard 55% dan PT Bashkara Utama Sedaya (BUS) sebanyak 45 persen.

Sementara, BUS merupakan konsorsium terdiri dari PT Interra Indo Resources, PT Bukaka Teknik Utama, dan PT Baskhara Lokabuana. Kemudian Interra Indo Resources merupakan anak usaha PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG).

Nah untuk SRTG semua pasti sudah tahu jika Sandi memegang sebagian saham perusahaan tersebut. Dalam keterbukaan Bursa Efek Indonesia (BEI), Sandi masih memegang saham sekitar 24 persen.

Udah paham ya sampai disini. Oke kita lanjut lagi soal pembangunan tol ini ya gaes. Berdasarkan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol yang diamandemen pada 27 Oktober 2011, total nilai investasi tol sebesar Rp 12,56 triliun dengan masa konsesi 35 tahun.

Lalu bagaimana pendanaan tol tersebut? Disini nih, bukti bahwa pembangunan tol ini butuh utang. Pendanaan tol berasal dari modal sendiri sebanyak 30 persen dan pinjaman alias utang sindikasi perbankan yang dipimpin oleh PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).

Kemudian pada Juni 2013, LMS mendapat pencairan kredit perbankan sebesar Rp 1 triliun. Pencairan tersebut merupakan tahap pertama yang merupakan bagian dari sindikasi 22 bank dipimpin BCA dan Bank DKI dengan komitmen pinjaman Rp 8,8 triliun.

Menurut Presiden Direktur Utama PT LMS, Muhammad Fadzil, pinjaman ini merupakan komitmen untuk mempercepat pembangunan Tol Cipali. Meski sudah mendapatkan pendanaan, tol ini alhasil mundur dari target awal September 2014.

“Kami menyadari bahwa proyek Tol Cipali ini sangat strategis untuk mendorong ekonomi nasional dan menciptakan manfaat ekonomi yang tinggi bagi masyarakat di sekitar proyek tol. Oleh karena itu, kami berharap dukungan seluruh pihak agar pembangunan ini dapat segera selesai,” kata Fadzil dalam keterangan tertulis 26 Juni 2013.

Kemudian, Tol ini rampung dan diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 13 Juni 2015. Namun ada cerita bengkaknya nilai investasi proyek ini.

Menurut Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Achmad Abdul Gani Ghazali saat itu menyebut, nilai investasi tol bengkak sekitar Rp 1 triliun. Kenaikan nilai investasi ini disebabkan adanya perubahan rute dalam pelaksanaan pembagunan. Sebab, ada bidang tanah yang tidak bisa dibebaskan sehingga mesti mencari rute alternatif.

“Investasi yang ditelan untuk jalan tol ini hampir Rp 13,7 triliun. Awalnya hanya Rp 12,7 triliun,” katanya usai peremian di Pintu Tol Cikopo, Purwakarta.

Tak lama usai tol beroperasi, Sandi melalui Saratoga Investama Sedaya kemudian melepas kepemilikannya di Tol Cipali. Hal tersebut diketahui melalui Keterbukaan BEI.

Dari surat Saratoga yang dilayangkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI pada 18 Januari 2017, perseroan selaku penjual melakukan satu paket transaksi kepada PT Astratel Nusantara selaku pembeli.

Adapun yang ditransaksikan berupa kepemilikan atas 40 persen saham di PT BUS yang dimiliki secara tidak langsung oleh perusahaan, melalui anak usahanya PT Interra Indo Resources. Kedua, pengalihan piutang konversi perseroan terhadap BUS dengan nilai Rp 900,1 miliar.

“BUS merupakan pemegang 45 persen (empat puluh lima persen) saham di PT Linyas Marga Sedaya (LMS) yang merupakan pemilik konsesi ruas jalan tol Cikopo-Palimanan,” bunyi surat tersebut.

Kepemilikan tersebut dilepas ke PT Astratel Nusantara yang merupakan anak usaha Grup Astra. Berdasarkan dokumen transaksi tertanggal 17 Januari 2017, perseroan selaku penjual melakukan satu paket transaksi penjualan kepada PT Astratel Nusantara selaku pembeli, berupa (i) pengalihan atas kepemilikan 40 persen (empat puluh persen) saham dalam PT Baskhara Utama Sedaya (BUS) yang dimiliki secara tidak langsung oleh perseroan melalui anak perusahaannya, PT Interra Indo Resources (IIR), dan (ii) pengalihan piutang konversi perseroan terhadap BUS, dengan total nilai sebesar Rp 900.110.151.457 (transaksi).

Bagaimana, masih percaya Tol Cipali dibangun tanpa utang gaes? Cuma satu kata dari Cak Lontong. “Pikir!!”

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close