Headline
Kisah Adik RA Kartini, Poligot Jenius Indonesia yang Berakhir Jadi Tukang Pijet

MATA INDONESIA, JAKARTA – Banyak yang tidak mengenal sosok Raden Mas Panji Sosrokartono, adik Raden Ajeng Kartini. Apalagi generasi milenial yang hanya mengenal sosok sang adik semata.
Padahal, sepak terjang kakak dari Kartini tersebut bisa dibilang tak kalah hebatnya dengan Kartini. Sosrokartono merupakan salah satu orang jenius Indonesia yang memiliki keahlian sebagai poliglot atau ahli bahasa.
Tak tanggung-tanggung, ia mampu menguasai 17 bahasa Barat dan 9 bahasa Timur. Karena keahliannya tersebut, dirinya berhasil menjadi wartawan perang The New York Herald Tribune (NY Herald Tribune) pada 1917.
Ia pernah terlibat pada satu liputan yang mungkin hingga saat ini masih dikenang, saat bekerja kantor media Amerika Serikat tersebut. Yakni liputan perundingan gencatan senjata antara Sekutu dan Jerman pada Perang Dunia I.
Ketika itu, Sosrokartono ikut rombongan dengan menumpangi kereta api pada 11 November 1918 di Compiegne, Perancis Selatan. Peristiwa bersejarah ini kemudian dikirim Sosrokartono dengan kode pengenal ‘bintang tiga’ atau anonim.

Tulisan penerima pangkat Mayor itu menggemparkan Amerika dan Eropa, dan menjadi salah satu prestasi luar biasa Sosrokartono sebagai wartawan perang.
Mengutip beberapa sumber, dalam laporan yang diberitakan NY Herald ketika itu, Sosrokartono menuliskan bahwa perjanjian tersebut mulai berlaku setelah enam bulan perundingan di Paris. Perjanjian ini akan mengakhiri perang antara Sekutu dan Jerman.
Jerman pun didesak untuk menentukan kapan Jerman harus memenuhi kewajiban sesuai klausul hasil perundingan tersebut. Beberapa minggu pertama diprediksi akan menjadi masa tekanan yang besar.
Sebab menurut Traktat Damai tersebut ada beberapa tugas yang harus dilakukan dalam jangka waktu yang ditentukan.

Dalam artikelnya tersebut Sosro juga meminta menunjuk sebuah Komisi Pemerintahan dan seorang Komisaris Tinggi untuk Dantzig.
Perjalanan Karir
Pada tahun 1919, Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson memprakarsai didirikannya Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations). Sejak tahun tersebut sampai 1921, RMP Sosrokartono berhasil menjabat sebagai Kepala Penterjemah untuk semua bahasa yang digunakan di Liga Bangsa-Bangsa.
Tahun 1919 RMP Sosrokartono juga sempat mencicipi menjadi Atase Kebudayaan di Kedutaan Besar Perancis di Belanda. Setelah berhenti kerja di Jenewa, Sosrokartono pergi ke Paris untuk belajar Psychometrie dan Psychotecniek di sebuah perguruan tinggi di kota itu.
Akan tetapi, karena ia adalah lulusan Bahasa dan Sastra, maka hanya diterima sebagai toehoorder saja. Pihak perguruan tinggi beralasan, jurusan tersebut secara khusus hanya disediakan untuk mahasiswa-mahasiswa lulusan medisch dokter. Alhasil, Sosrokartono kecewa.

Sosrokartono pun pulang ke tanah air pada 1925. Saat itu ia langsung ditawari berbagai jabatan dari Pemerintah Kolonial Belanda seperti jabatan Bupati, Adviseur Voor Inlandse Zaken dan Direktur pada Museum Bataviaasch Genootschaap Van Kunsten en Wetenschappen di Jakarta. Sayang, tawaran jabatan itu ditolak mentah-mentah Sosrokartono.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia memberi kursus bahasa kepada orang-orang asing. Bahkan dia juga mendirikan rumah penyembuhan ‘pijet’ dengan nama Dar-Oes-Salam, yang berarti “Tempat yang Damai”, di rumahnya di Jalan Pungkur No 7 Bandung – sebelum pindah ke Jalan Pungkur No 19.
Ketika itu, Soekartono punya beberapa nama panggilan lainnya seperti, wonderdokter, juragan dokter cai pengeran, dokter alif, Oom Sos, Eyang Sosro, dan Ndoro Sosro.
Tepat pada hari Jum’at Pahing, tanggal 8 februari 1952, Sosrokartono wafat. Presiden Soekarno saat itu memerintahkan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) untuk mengantarkan jenazah Sosrokartono dengan pesawat terbang militer ke kota Semarang.
Jenazahnya kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga Sedhomukti di kota Kudus. Di nisannya tertulis: “sugih tanpa bandha / digdaya tanpa aji / nglurug tanpa bala / menang tan ngasorake (kaya tanpa harta, sakti tanpa jimat, menyerbu tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan yang dikalahkan).

Profil RMP Sosrokartono
Tempat dan Tanggal Lahir: Mayong, 10 April 1877 M
Pendidikan : Eropesche Lagere School di Jepara, H.B.S. di Semarang. Pada tahun 1898 meneruskan sekolahnya ke negeri Belanda, dan ambil Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur. Beliau merupakan mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke negeri Belanda, yang pada urutannya disusul oleh putera-putera Indonesia lainnya. Dengan menggenggam gelar Docterandus in de Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden, beliau mengembara ke seluruh Eropa, menjelajahi pelbagai pekerjaan.