HeadlineNews

Kisah Bisa Ular yang Membentuk Suara Serak Khas Arifin Ilham

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hal yang khas dari seorang Arifin Ilham adalah suaranya yang serak. Ternyata itu bukan tanpa sebab. Cinta kepada ular kobra lah penyebab utamanya. Kok bisa?

Ceritanya saat tinggal di Jakarta untuk bersekolah, dia pernah memelihara ular kobra hasil tangkapan warga kampung di sekitar kediaman ibu angkatnya.

Suatu ketika, waktu ibu angkatnya Cut Tursina minta diantar ke Parung mencari tanaman bunga, dia menyempatkan diri menengok ularnya, sebelum berangkat. Ternyata dia dipatuk.

Namun Arifin merasa tidak apa-apa dengan patukan itu, dia bahkan menunjukkan kepada ibu angkatnya.

Waktu itu sang ibu mengajak anaknya itu ke dokter untuk memeriksakan kondisi patukan tersebut, namun Arifin Ilham menolaknya dan langsung mengemudikan mobil ibu angkatnya menuju parung.

Tapi, sekitar 200 meter menjelang warung makan langganan mereka di Parung, Arifin tiba-tiba mengeluh pandangan matanya mulai kabur dan mulai sulit bernapas. Ia meminta kepada Cut untuk menggantikannya mengemudi.

Sang ibu angkat yang berprofesi sebagai dokter gigi itu sangat yakin kondisi Arifin akibat bisa ular itu sudah bereaksi sehingga dia memutuskan bertindak cepat membawanya ke rumah sakit.

Setelah keliling ke berbagai rumah sakit di Bogor dan Parung, Arifin segera dibawa ke RS Bakti Yudha di Depok. Kondisi tubuh Arifin benar-benar makin buruk saat tiba di rumah sakit itu sekitar pukul 12 siang. Cut dan Sulaeman, bapak angkatnya bahkan sudah sempat menalkin (menuntun zikir bagi mereka yang akan meninggal) kepada Arifin.

Beberapa menit sebelum akhirnya tak sadarkan diri, Arifin pun berdoa, “Ya, Allah… kalau hamba tidak lagi bermanfaat hidup di dunia, segeralah hamba Kau panggil ke haribaan-Mu. Tapi, kalau hidup hamba akan bermanfaat dunia-akhirat, maka berilah kesempatan pada hamba untuk hidup.”

Setelah memeriksa dan menyuntik Arifin dengan SABU [serum anti bisa ular, dokter menganjurkan agar Arifin segera dibawa ke sebuah rumah sakit negeri yang sangat besar di Jakarta Pusat. Tapi malang, sampai sore hari berada di ruang gawat darurat, tubuh Arifin yang mulai menghitam itu tak segera disentuh oleh petugas medis. Cut pun langsung memindahkannya ke RS Sint Carolus.

Di rumah sakit inilah Arifin mendapat pertolongan yang intensif. Selain memiliki peralatan yang lengkap, pelayanannya cukup bagus. Saat itu juga Arifin dimasukkan ke ruang ICU, dan tubuhnya langsung dipasang alat bantu pernapasan, infus, alat pacu jantung, dan sebagainya.

Arifin ditangani oleh dr. Memet Nataprawira, dokter ahli bedah pencernaan yang juga ahli dalam menangani pasien digigit ular berbisa. Menurut dokter itu saat kondisi Arifin sudah sangat buruk.

Seperti umumnya pasien korban gigitan ular kobra atau ular laut, pernapasan Arifin pun jadi terhenti karena yang diracuni adalah sarafnya. Kalau tak segera ditolong dengan pernapasan buatan, pernapasan korban bisa langsung terhenti. Artinya, pasien akan mati.

Melihat keadaan pasiennya itu, Memet sangat pesimistis Arifin bisa tertolong. Kondisi Arifin saat itu sangat buruk, dan persediaan SABU [serum anti bisa ular] di rumah sakit maupun di seluruh apotek di Jakarta tidak ada. Memet juga berpikir hanya Tuhan yang bisa menolong pasiennya saat itu.

Ayah dan ibu Arifin yang datang dari Banjarmasin setelah ditelepon Cut juga hanya bisa pasrah setelah diberitahu Memet.

Ilham Marzuki, ayah Arifin, yang datang di hari kedua bersama istrinya setelah ditelepon Cut, hanya bisa pasrah ketika dipesan dr. Memet untuk bersabar dan banyak berdoa. “Keadaan putra Bapak sudah sangat parah, 99% sudah tidak ada harapan,” kata dr. Memet dengan sangat hati-hati. “Bapak sebaiknya banyak berdoa dan kita serahkan jalan yang terbaik pada Allah. Hanya mukjizat Allah-lah yang mampu menolong putra Bapak!”.

Saat itu, seperti tak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali dalam tubuh Arifin, kecuali denyut jantung yang dibantu dengan alat pacu jantung, dan tarikan napas yang dibantu dengan alat bantu pernapasan.

Esoknya, saat memeriksa Arifin, dr. Memet melihat kaki pasiennya bergerak-gerak. Dia pun mengucap syukur karena harapan hidup pasiennya berbalik 180 derajat. Apalagi hasil pemeriksaan selanjutnya otak, jantung maupun ginjalnya tidak tercemar racun ular sama sekali. Akhirnya Arifin pun lolos dari maut.

Setelah satu bulan dan lima hari melewati masa kritis, Arifin mulai memasuki masa penyembuhan. Lulusan Universitas Nasional itu menyadari ada perubahan pada suaranya.

Menurut analisa dokter, hal itu disebabkan pemasangan beberapa selang sekaligus dalam mulutnya untuk waktu yang cukup lama saat dia sekarat. Tapi justru dengan suara khasnya itu Arifin lebih mudah dikenal orang saat menyampaikan ceramah atau ajakan berzikir.

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close