
MATA INDONESIA, JAKARTA – Drama lanjutan aksi ‘walk out’ Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di acara kampanye damai Pilpres 2019, Minggu 23 September lalu memasuki babak baru. Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mempersilakan SBY atau Sekjen Partai Hinca Panjaitan untuk datang dan menandatangani Deklarasi Kampanye Damai.
Menurut Komisioner Hasyim Asyari, penandatanganan deklarasi oleh peserta pemilu tersebut bersifat sukarela dan partisipatif. Tidak ada sanksi administratif bagi partai politik yang tidak menandatangani Deklarasi tersebut.
“Mestinya tanda tangan pada saat Deklarasi Kampanye Damai, Ahad, 23 September 2018. Bila ada pimpinan partai hadir dalam Deklarasi tetapi tidak tanda tangan dan sekarang mau ikut tanda tangan, maka tetap akan difasilitasi oleh KPU. Silakan hadir ke kantor KPU,” kata Hasyim di Jakarta, Rabu 26 September 2018.
Sebelumnya SBY mengaku aksi walk out itu dilakukan karena banyak pendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf mengenakan atribut kampanye hari itu. Sementara menurut KPU, pendukung yang mengenakan atribut kampanye tersebut berada di luar area Deklarasi Kampanye Damai.
Sementara Ketua Umum PPP M Romahurmuziy menduga aksi walk out yang dilakukan Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bukan karena masalah atribut partai. Menurutnya, hal itu disebabkan oleh protokoler yang tidak patut bagi mantan presiden RI.
Rommy mengaku tepat di belakang dari mobil SBY. Dia menuturkan sebelumnya tidak ada tanda-tanda presiden ke-6 itu bakal ‘walk out’ dari Deklarasi Kampanye Damai. “Saya melihatnya lebih karena pengaturan protokol yang barangkali dianggap tidak sepatutnya untuk seorang mantan presiden,” kata Rommy beberapa waktu lalu.
Namun, dia tidak yakin pelanggaran penggunaan atribut partai menjadi alasan SBY. Sebab, Rommy melihat banyak juga atribut partai Demokrat. “Karena kalau alasannya adalah keberadaan atribut maka atribut partai Demokrat bertebaran juga di sana cuma memang tidak semeriah partai lain,” ujarnya.
Rommy mengakui protokoler untuk mantan presiden tidak semestinya. Seperti juga yang dialami oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. “Semestinyalah ada protokol yang lebih memberikan tempat kepada pak SBY berbeda dengan kita-kita ketum parpol yang memang belum pernah jadi presiden,” ucapnya. (Tian Rayya Bahlamar)