HeadlineKisah

Loes Elisabeth Condelhoff, Prajurit Kowal Pengibar Bendera Merah Putih Pertama di Papua

MATA INDONESIA, JAKARTA – Tepat 30 April 1963 pukul 24.00 waktu Hollandia (sekarang Papua), menjadi hari bersejarah bagi eorang prajurit Korps Wanita TNI Angkatan Laut (Kowal) angkatan pertama, Letnan (W) Dra Loes Elisabeth Condelhoff. Bahkan untuk bangsa Indonesia, khususnya.

Saat itu, Presiden Sukarno menunjuk dirinya sebagai pengibar bendera Merah Putih. Hal itu untuk menandai serah terima kekuasaan Irian Barat dari Otoritas Pemerintahan Peralihan PBB (UNTEA/United Nations Temporary Executive Authority) kepada pemerintah Indonesia.

Loes pun kaget bukan kepalang saat ditunjuk Sukarno. Sebab saat itu dirinya sedang menjalani orientasi dan latihan bersama personel cadangan, dengan pimpinan adalah Letnan An Go Lian Lie. “Gimana yah kok jadi saya, besok pagi saya akan beritahu pada An (Letnan An Go Lian Lie) yang saat itu selaku pemain utama upacara bendera penyerahan kemerdekaan Irian Barat kepada Indonesia, bahwa upacara penaikan bendera RI dari pihak Indonesia adalah saya, Loes,” kata Kolonel Laut (Purn) Loes Coldenhoff seperti yang ditulis Info Historia TNI AL.

Loes pun menceritakan kondisi upacara penaikan bendera Merah Putih yang merupakan hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar tahun 1949 tersebut. Saat itu, posisi tiga bendera saat itu, bendera PBB, Belanda, dan Indonesia, masing-masing sudah ada di tiang.

Untuk urutan penurunan bendera, kata Loes, mula-mula bendera PBB, baru Belanda dan Indonesia. Saat lagu Indonesia Raya berkumandang, barulah Letnan Loes menaikkan bendera Indonesia: Sang Saka Merah Putih.

Bedanya, jika bendera PBB dan Belanda diturunkan sampai tanah, bendera Indonesia hanya setengah tiang. “Ini dilakukan bangsa Indonesia demi menghormati bangsa Belanda yang telah menyerahkan Irian Barat kepada PBB dan dilanjutkan diserahkan oleh PBB kepada bangsa Indonesia”, kata Kolonel Loes Coldenhoff.

Esok harinya, Presiden Sukarno berpidato di hadapan ribuan masyarakat Irian Barat. Namun ada kejadian menarik saat itu. Awalnya pidato disampaikan dalam bahasa Indonesia. Orang-orang Papua yang semula tertib mendengar pidato, mulai meninggalkan lapangan satu persatu, hingga mengundang pertanyaan Presiden.

Di sini, Kolonel Loes menjelaskan, “Mereka, orang Papua, hanya paham bahasa Belanda,” kata Loes meniru perkataan salah seorang tentara yang menjaga jalannya upacara.

Akhirnya Presiden Sukarno kembali berpidato, hanya kali ini dalam bahasa Belanda. Seketika itu juga orang-orang Irian kembali masuk. “Hebat juga Bapak Sukarno, bisa berempati dan membuat simpati kepada komunikannya saat pidato sehingga orang-orang Irian kembali masuk mendengarkan pidato,” ujar Loes.

Usai penugasan di Bumi Cenderawasih itu, Loes dan 11 Perwira Inti Kowal lainnya melanjutkan pendidikan ke Maryland, Amerika Serikat, untuk mempelajari dan mengenal organisasi Women Accepted for Volunteer Emergency Service (WAVES).

Di Amerika, mereka juga bertugas belajar bahasa Inggris dan manajemen. Selepas menuntut ilmu di Amerika, mereka lantas disiapkan juga sebagai tenaga perekrut sekaligus pendidik dan pembina bagi para calon anggota berikutnya di Seskoal, Cipulir.

Dalam melaksanakan tugasnya mendidik calon prajurit Kowal, sejak masih berpangkat Letnan hingga menjadi Kolonel, Loes Coldenhoff kerap berdiskusi dan meminta masukan dari Ibu-ibu Jalasenastri mengenai berbagai hal berkaitan dengan pembinaan Kowal ke depannya.

Sarjana Pendidikan Jasmani

Karir militer Loes Elisabeth Condelhoff bermula saat dirinya menamatkan pendidikannya di Universitas Padjadjaran, Bandung, dan menjadi Sarjana Pendidikan Jasmani. Saat itu Loes mengetahui bahwa TNI AL yang saat itu masih bernama Angkatan Laut RI tengah membuka pendaftaran pembentukan Kowal. Saat itu, ada dua jalur bagi calon anggota Kowal dari sarjana, yaitu mengikuti Wajib Militer atau sementara.

Semua tahu bahwa perekrutan tersebut juga bagian dari mobilisasi umum dalam rangka pembebasan Irian Barat Trikora. Karena bertekad menjadi prajurit dan bukan sukarelawan, Loes E. Coldenhoff memutuskan mendaftar sebagai calon anggota Kowal melalui jalur Wajib Militer.

Proses seleksi dilakukan di Malang. Loes E. C. berhasil melalui seluruh tahapan tes seleksi. Akhirnya, Loes E. Coldenhoff bersama dengan 11 rekannya dilantik sebagai Perwira Kowal Angkatan I dan menjadi Perwira Inti Kowal pada tanggal 5 Januari 1963.

Mereka dilantik oleh Menteri/KSAL Laksamana R.E. Martadinata di lapangan apel MBAL Jl. Gunung Sahari 67, Jakarta Pusat. Letnan (W) Loes Coldenhoff kemudian ditempatkan di Sekolah Supply Angkatan Laut (SSAL) Surabaya.

Tak lama kemudian, Ia bersama Perwira Inti Kowal lainnya menerima tugas ke Irian Barat. Letnan Loes Coldenhoff bersama rekan-rekannya kemudian berangkat menuju Irian Barat menggunakan pesawat.

Namun pesawat tidak langsung mendarat di Hollandia, melainkan singgah terlebih dahulu di Merauke. Selama berada di Merauke, mereka berlatih berdiri dan baris berbaris. Setelah itu baru mereka diberangkatkan ke Hollandia dan menerima perintah untuk mengibarkan bendera Merah Putih saat upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA.

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close