News

Mahfud MD: Ini Biang Masalah yang Bikin Freeport Selalu Menang Sebelum Ketemu Jokowi

MATA INDONESIA, JAKARTA – Mendapat banyak “serangan” pertanyaan soal divestasi saham PT Freeport oleh Pemerintah Jokowi di akun twitternya, membuat pakar hukum tata negara Mohammad Mahfud MD harus menjelaskan secara rinci masalah seputar perjanjian perusahaan tambang Amerika Serikat tersebut dengan Pemerintah Indonesia.

Melalui akun tersebut dia menjelaskan asal mula tambang Freeport jadi masalah di tanah airnya sendiri.

Menurut analisisnya awal Orde Baru Indonesia mengalami keterpurukan ekonomi yang parah sehingga perlu investasi besar untuk menggerakan roda perekonomian. Sedangkan tata hukum saat itu belum tertib bahkan hukum pengelolaan sumber daya alam belum ada.

Tetapi pada tahun 1967 Pemerintah Indonesia justru mengizinkan Freeport menambang emas di Pengunungan Jayawijaya saat itu dengan sistem kontrak karya (KK).

“KK inilah biangnya,” ujar Mahfud, Minggu 22 Desember 2018.

Artinya dengan kontrak karya Pemerintah Soeharto saat itu menyejajarkan Freeport yang merupakan bisnis swasta dengan instansi pemerintah.

Sistem itu juga membuat operasi Freeport dilakukan dlm bentuk perjanjian (perdata) antara Pemerintah dan Freeport yang berlaku 1971-1988.

Anehnya pada tahun 1991 kontrak karya itu diperpanjang dengan materi yang aneh. Keanehan itu adalah terdapat materi yang disetujui Pemerintah Soeharto tetapi dengan sepengetahuan DPR dan menguntungkan Freeport. Padahal untuk mengubah perjanjian harus dengan perjanjian baru dengan kedudukan Pemerintah Indonesia sejajar dengan Freeport bukan hanya mengubah perjanjian yang lama.

Maka sistem KK membuat Freeport mudah menolak untuk melakukan divestasi 51 persen sahamnya untuk Pemerintah Indonesia.

Sulitnya sudah disepakatan Pemerintah dengan sepengetahuan DPR RI bahwa dalam perjanjian terdapat klausul jika masa kontrak habis Freeport dapat minta perpanjangan 2 X 10 tahun dan pemerintah Indonesia tidak boleh menghalangi tanpa alasan rasional.

Soal divestasi 51 persen saham yang diminta Pemerintah Jokowi, Freeport selalu mengancam akan membawa kasusnya ke arbitrasi internasional jika dipaksa melakukannya. Itu lah keistimewaan kontrak karya bagi perusahaan tambang tersebut yaitu kedudukan yang sejajar dengan pemerintah.

Meskipun Pemerintah bisa menghadapi gugatan tersebut tetapi tidak akan jaminan memenangkan gugatan tersebut. Sebab perjanjiannya masuk dalam kasus perdata.

Baru pada 2009, Indonesia mengundangkan UU No. 4 Thn 2009 yg isinya mengubah bentuk KK menjadi bentuk izin usaha. Setelah diubah Freeport tidak bisa lagi disejajarkan dgn Pemerintah. Kontrak Freeport hrs dilakukan dgn badan usaha yg berbisnis dalam lapangan perdata atas izin Pemerintah kita.

Meski ada undang-undang itu Freeport masih ngotot mempertahankan posisi kontraknya. Saat itu Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berupaya untuk meminta kembali 51 persen tersebut tetapi gagal karena selalu diancam ke arbitrase internasional.

Stlh keluar UU No. 4 Thn 2009 Freeport msh ngotot ingin mempertahankan posisi kontraknya. Pemerintahan SBY sdh melakukan upaya2 tp gagal, selalu diancam akan diarbitasikan.

Awalnya Pemerintahan Jokowi pun juga kesulitan menghadapinya. Tetaepi, akhirnya bias selesai: 51% saham kita miliki, tetapi dengan keuletannya dia bisa mendapat jalan keluar yang baik. (Nefan Kristiono)

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close