Gaya HidupKisah
Mengulik Batik Hasil ‘Kawin’ Budaya Indonesia dan Cina

MATA INDONESIA, JAKARTA – Tiap tanggal 2 Oktober menjadi salah satu hari penting bagi kebudayaan Indonesia sejak tahun 2009 silam. Sebab pada hari tersebut, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan atau lebih dikenal sebagai UNESCO, menetapkan batik yang berasal dari Indonesia secara resmi diakui sebagai warisan budaya dunia, dan sekaligus menjadikan tanggal 2 Oktober menjadi Hari Batik Nasional.
Sebagai pemilik Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity), kehadiran batik Indonesia mempunyai cerita yang beragam. Mulai dari pengaruh budaya Cina pada abad ke-13 yang memberikan warna budaya dari Cina Selatan di ragam hias batik, hingga pengaruh budaya Jepang saat Perang Dunia II.
MataIndonesia.id mencoba mengulas karakteristik dan sejarah pengaruh budaya Cina untuk ragam hias batik di Indonesia, yang dirangkum dari pelbagai sumber. Cerita batik Cina ini dimulai jauh sebelum kedatangan orang-orang Cina, sebenarnya telah ada hubungan antara kerajaan-kerajaan di daratan Cina dan kerajaan-kerajaan Nusantara.
Sekitar abad ke-13, orang-orang Cina mulai mendirikan permukiman-permukiman, terutama di Bandar-bandar penting sepanjang pantai utara Pulau Jawa, dan lambat laun berbaur dengan penduduk asli, yang kemudian disebut “peranakan”.
Banyak di antara mereka kemudian menetap di kota-kota pelabuhan, seperti Indramayu, Cirebon, Lasem, dan Tuban. Cara mereka berpakaian pun lambat laun mengikuti cara berpakaian penduduk setempat, yaitu menggunakan batik. Dan akhirnya mereka mulai membuat batik untuk perlengkapan upacara agama dan masyarakat peranakan sendiri.

Sejurus kemudian, melihat perkembangan batik Belanda yang digemari masyarakat Indo-Belanda, para pengusaha batik Cina ikut-ikutan memproduksi batik-batik yang pola, warna, serta gayanya senada dengan batik Belanda. Bahkan ada pula batik buatan orang-orang Cina yang mengandung ragam hias dan warna-warna batik keraton dengan paduan warna merah dan biru sebagai warna-warna khas batik Cina.
Ada juga batik Tionghoa. Jenis batik yang dibuat oleh pengusaha Tionghoa yang kebanyakan hidup di kota pantai utara Jawa. Mereka ini perantau dari Cina yang datang ke Jawa antara abad ke-12 hingga ke-14 mula-mula tinggal sepanjang pantai utara.
Sejak akhir abad ke-18 pedagang-pedagang keturunan Tionghoa dan Arab sudah memperdagangkan batik-batik buatan rumahan yang mereka kumpulkan dari kampung-kampung. Saat itu sebagian wanita Keturunan Tionghoa mengupah pembatik dari desa untuk membuat batik yang ragam hiasnya diambil dari motif sulaman sutra Tiongkok atau motif pada porselin Tiongkok.
Mereka mempunyai ragam hias tersendiri yang memiliki makna atau simbolis sendiri pula. Motif batik buatan mereka kadang bermotifkan geometri jenis banji. Sedangkan patra batiknya menampilkan ragam hias satwa mitos Tiongkok seperti naga, singa, burung phoenix atau hong, kura–kura, kilin, dewa dan dewi ataupun ragam hias keramik Tiongkok, serta ragam hias berbentuk mega.

Batik Tionghoa yang dipengaruhi patra batik Belanda yang mulai berkembang kurang lebih 10 tahun sebelum batik Tionghoa, juga menggunakan ragam hias bunga dan buket lengkap dengan kupu–kupu dan burung–burungnya. Ada pula patra batik Tionghoa yang menggunakan ragam hias batik Kraton dan warna soga. Hingga saat ini yang dapat menyamai halusnya batik Belanda adalah batik Tionghoa, baik dalam teknik maupun patra.
Sebagai informasi, sebelum 1910 batik Tionghoa hanya berupa Tokwi (kain altar), Mukli (taplak meja besar) dan kain batik untuk hiasan dinding dan umbul-umbul yang warnanya masih terbatas pada warna biru Indigo dan merah Mengkudu. Setelah itu patra dan warna dari batik Tionghoa mengalami perubahan karena lebih banyak digunakan sebagai busana.
Batik Tionghoa juga dibuat untuk masyarakat pedalaman, dengan menampilkan warna dan patra batik Kraton, atau “Batik Tiga Negri”. Penamaan itu diberikan karena membuatnya melibatkan tiga daerah pembatikan, yaitu Lasem untuk warna merah, Kudus dan Pekalongan untuk warna biru, dan Surakarta, Jogjakarta dan Banyumas untuk warna coklat.