Kisah

Menuju Global Netizen, Generasi Milenial Berpotensi jadi Agen Dakwah

Generasi Muslim milenial perlu disiapkan menjadi global netizen yang mengakar kuat pada nilai dan ajaran agamanya

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pendekatan pendidikan dan pengajaran agama perlu menyesuaikan dengan konteks kekinian generasi milenial. Yaitu produktif, penuh energi, semangat, percaya diri, siap dengan perubahan, suka berkolaborasi secara digital.

Melalui karakteristik tersebut, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Ditjen Pendidikan Islam dari Kementerian Agama, Arskal Salim mengatakan bahwa generasi milenial yang positif, kreatif, terkoneksi, efektif dan bersemangat sangat berpotensi menjadi agen dakwah yang inovatif.

“Karenanya, generasi Muslim milenial perlu disiapkan menjadi warga dunia (global netizen) yang mengakar kuat pada nilai dan ajaran agamanya,” kata Arskal melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat 14 September 2018.

Asal tahu saja, generasi milenial atau generasi Y adalah mereka yang lahir pada tahun 1980 sampai 2000-an. Saat ini mereka berusia 17- 37 tahun. Terkait bagaimana meneguhkan nilai keislaman pada generasi millenial, menurut Arskal, harus menggunakan berbagai metode yang menarik.

Generasi milenial mungkin tidak lagi merasa tertarik untuk belajar dari buku dan menghafal. Kata dia, mereka perlu didampingi dan diarahkan dalam penggunaan media sosial agar dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif dan produktif.

Arskal lantas mencontohkan mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) yang tergolong generasi milenial berjumlah total 802.637. Mereka tersebar di 744 PTKI negeri dan swasta. Oleh karena itu meminta agar melibatkan generasi milenial dalam program dan gerakan keagamaan yang berbasis sosial media.

“Dengan penguasaan teknologi informasi generasi milenial bisa mengambil peluang-peluang strategis dalam melakukan dakwah Islamiyah yang ramah, toleran dan damai,” ujarnya.

Sementara Kepala Seksi Kemahasiswaan Kementerian Agama RI, Ruchman Basori menambahkan, penting generasi milenial mendapatkan pemahaman agama dari sumber yang otoritatif. Mahasiswa harus menjadi garda terdepan untuk memberikan narasi dan ideologi Islam yang moderat serta toleran.

“Untuk itu mahasiswa harus menjadi sosok yang cerdas dan kritis, sehingga mampu melakukan counter narasi dan ideologi pada paham dan gerakan yang intoleran dan radikal,” ujarnya. (Tian)

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close