Sosial Budaya
MUI Keberatan Namanya Digunakan Dalam Aksi-aksi GNPF

Jakarta (MI) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan keberadaan Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Selain itu, MUI juga menegaskan tidak memiliki hubungan apapun dengan aksi massa yang menolak Perppu tersebut, serta keberatan atas digunakannya nama MUI oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF).
Seperti diketahui, GNPF MUI menggelar aksi 287 menolak Perppu Ormas, bersama sejumlah elemen masyarakat lainnya, pada Jumat (28/7/2017). Aksi digelar dari Istiqlal lalu akan dilanjutnya dengan long march ke Mahkamah Konstitusi (MK), sekaligus mendaftarkan gugatan terhadap Perppu Ormas.
“Tidak ada hubungan apapun baik politik maupun struktural antara MUI dengan aksi atau gerakan massa manapun – termasuk GNPF – yang menolak Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Sikap MUI sangat jelas, bahwa publik tidak perlu khawatir terhadap Perppu tersebut selama Ormas atau lembaganya komitmen dan konsisten terhadap Pancasila dan NKRI,” demikian pernyataan tertulis MUI, Jumat (28/7/2017).
Pernyataan itu ditandatangani oleh Ketua Bidang Informasi MUI Masduki Baidlowi dan Wasekjen Misbahul Ulum. Dalam pernyataannya, MUI juga kembali menyampaikan keberatan terhadap penggunaan nama MUI ke dalam aksi-aksi GNPF.
“MUI berkeberatan terhadap gerakan atau institusi yang melakukan labelisasi atau asosiasi institusi MUI ke dalam aksi atau kegiatannya secara tidak sah dan di luar pengetahuan MUI,” lanjutan pernyataan tersebut soal keberatan penggunaan nama MUI.
Berikut ini 7 pernyataan MUI selengkapnya :
1. Tidak ada hubungan apa pun, baik politik maupun struktural, antara MUI dan aksi atau gerakan massa mana pun, termasuk GNPF, yang menolak Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Sikap MUI sangat jelas bahwa publik tidak perlu khawatir terhadap Perppu tersebut selama ormas atau lembaganya komitmen dan konsisten terhadap Pancasila dan NKRI.
2. MUI berkeberatan terhadap gerakan atau institusi yang melakukan labelisasi atau asosiasi institusi MUI ke dalam aksi atau kegiatannya secara tidak sah dan di luar pengetahuan MUI. Perilaku tersebut bisa berpotensi menciptakan adu domba antara ulama, umara, serta umat, dan menciptakan disharmoni kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. GNPF bukanlah organ atau lembaga yang berada di dalam naungan MUI. Namun, sebagai konsekuensi dari demokrasi, GNPF dipersilakan menyatakan sikap dan pendapat sendiri terhadap hal apa pun dengan tanpa melabelisasi dan mengasosiasikannya dengan institusi MUI, apalagi di luar sepengetahuan MUI.
4. MUI mengimbau GNPF dan elemen masyarakat lainnya agar dalam mencari solusi keumatan hendaknya lebih mengedepankan dialog dan musyawarah terlebih dahulu daripada mengerahkan massa di jalan.
5. MUI mengingatkan publik bahwa hanya MUI yang memiliki otoritas menerbitkan dan menyosialisasikan fatwanya. MUI tidak masuk ranah upaya pengawalan fatwa di tingkat massa. Karena itu, MUI meminta GNPF tidak terus membawa-bawa fatwa MUI, memperluasnya ke arah politik yang sensitif, dan berpotensi mengadu domba antara ulama, umara, dan umat.
6. MUI mengimbau seluruh elemen masyarakat terus meningkatkan hubungan yang harmonis, dialogis, akhlakul karimah antara ulama, umara, dan umat. Demikian halnya dalam upaya penyelesaian problem kebangsaan hendaknya mengutamakan cara-cara yang intelek, berdasarkan hati nurani, dan konstitusional. Bukan dengan agitasi, represi, dan pengerahan massa di jalan yang justru kontraproduktif dalam mewujudkan kenyamanan dan ketentraman publik.
7. MUI kembali menegaskan sikapnya sekaligus menyeru kepada segenap umat Islam agar memperteguh komitmennya, menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, dan NKRI sebagai bentuk negara yang bersifat final dan mengikat, serta mendukung kinerja pemerintahan yang sah dengan segala dinamikanya selama dalam koridor upaya mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan bangsa, sebagaimana ditetapkan dalam Ijtima Komisi Fatwa MUI di Gontor pada 2003, Rakernas MUI 2016 di Jakarta, dan Khutbah Milad ke-42 MUI oleh Ketua Umum MUI di Jakarta. (WR/AVR)