AsumsiHeadline

Mungkin Ini yang Dipikirkan Tika, Gadis yang Dinikahi Kakek Berusia 75 Tahun

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hei gaes, kalian masih punya mindset dan percaya kalau cinta itu tidak buta gak? Jika iya, mungkin setelah baca artikel ini bisa melakukan taubatan nasuha. Becanda gaes!

Fakta bahwa cinta itu buta benar-benar terjadi di Desa Bontokatute, Sulawesi Tenggara. Yakni dibuktikan dengan adanya pernikahan antara Daeng Saing dan Tika. Usia mereka terpaut 57 tahun!

Lalu apa yang ‘membutakan’ cinta Tika kepada Daeng yang berusia 75 tahun tersebut? “Saya nikahkan Tika bin salabim dengan mas kawin mahar Rp 25 juta dan kebun cengkeh.”

Sampai di sini kalian sudah paham kan, apa yang membuat Tika menerima pinangan Daeng Saing khan? Yaps bukan nilai maharnya ya, tapi kebun cengkehnya.

Apakah Tika disini salah? Oh tentu tidak. Justru apa yang dilakukan ‘gadis’ berusia 18 tahun ini patut dicontoh anak muda jaman sekarang. Kok bisa?

Bisa dong gaes..Tika ini contoh anak muda yang punya pemikiran yang out of the box dan investasi jangka panjang. Coba deh bandingkan gadis-gadis muda lainnya, yang cuma menikmati pacaran tanpa status yang jelas dan sekedar have fun aja. Tentunya hanya dikasih mimpi serta angin sepoi-sepoi dari pacar yang gak jelas mau dibawa ke mana hubungan kalian tersebut.

Ah..gimana out of the box..lah wong pas foto pernikahannya aja Tika tidak senyum sama sekali, dan malah datar gitu mimik wajahnya!..Selow gaes, kita positif thinking dulu aja.

Bisa jadi Tika itu sedang memikirkan sesuatu yang berkaitan bagaimana dia memulai memanfaatkan kebun cengkeh yang diberikan suaminya tersebut. Cuz Tika ini tahu diri, dia gak punya pengalaman mengurus kebun cengkeh atau background ilmu pertanian or perkebunan.

Gimana kalau kita coba simulasikan apa yang dipikirkan Tika saat foto itu diambil. Kita mulai saja ya, seolah-olah dalam kalimat yang ditulis dalam artikel ini adalah curahan hati seorang Tika kepada kalian generasi milenial. Deal khan? Sipp.

“Betapa bahagianya aku diberi kebun cengkeh oleh suamiku. Mengingat usia suamiku yang sudah tua, mau tidak mau aku harus belajar bagaimana mengelola maupun manajemen kebun cengkeh itu. Toh itu sudah jadi hak milikku khan.”

“Tapi aku belum tahu nih gaes berapa hektar kebun tersebut.”

“Aku kemarin sih sempet coba google, kira-kira dalam satu hektar lahan cengkeh itu kita bisa dapat keuntungan berapa. Ternyata lumayan juga gaes..Rp 300 juta sekali panen. Itu keuntungan bersih ya, dan sudah dipotong oleh biaya perawatan dan pengerjaan pascapanen.”

“Mbah google juga menyebutkan bahwa satu hektar kebun cengkeh biasanya rata-rata ditanami sekitar 100 pohon bahkan lebih. Berarti aku harus punya tenaga baik untuk urusan perawatan hingga pascapanen.”

“Masa perawatan nanti juga ada dua pengeluaran yang harus dilakukan petani. Pertama, membersihkan kebun dan pemupukan yang bakal dikerjakan tenaga pekerja kebun untuk membantu petani. Total sih butuh 5 sampai 10 pekerja dengan estimasi dua hari kerja, upahnya sih Rp 100 ribu sehari. Dan setahun biasanya bisa tiga kali kegiatan untuk membersihkan kebun ini.”

“Nah untuk pemberian pupuk ini, temen sih ada yang rekomendasiin, setiap satu pohon membutuhkan pupuk kimia dengan merek seperti Ponska sebanyak lima kilogram. Berarti, satu hektar kebun membutuhkan 500 kilogram pupuk ponska. Pupuk ponska mungkin dikisaran Rp 400.000 per kuintal.”

“Jadi untuk kebutuhan pupuk satu hektar, aku dan suamiku harus mengeluarkan biaya dua juta rupiah. Pemupukan dilakukan oleh lima orang pekerja kebun dengan estimasi waktu satu hari. Maka, biaya tambahan yang harus dikeluarkan sebesar Rp500.000. Setiap tahun, pemupukan dilakukan satu hingga dua kali.”

“Saat panen, aku juga harus mengeluarkan biaya membeli tangga sebanyak lima buah per hektar dengan harga Rp 300.000 per buah. Jadi, petani mengeluarkan uang sebesar Rp 1.500.000. Untuk pemetik, dalam sistem borongan, mereka akan dibayar Rp 5.000.”

“Jika satu pohon cengkeh menghasilkan 120 kilogram cengkeh basah, maka petani harus membayar upah sebesar Rp 600.000 untuk satu pohon. Maka, satu hektar dibutuhkan dana sebesar 60 juta rupiah untuk pemetikan.”

“Habis fase pemetikan, aku juga harus memisahkan cengkeh basah antara bunga dan tangkainya (kepik). Proses pengepikan memakan biaya sebesar Rp 1.000 per kilogram. Maka, biaya yang dikeluarkan untuk proses pengepikan sebesar Rp 120.000 per pohon dan 12 juta rupiah per hektar. Sebenarnya tekor juga sih dengan mahar yang dikasih suamiku, yang cuma Rp 25 juta. Tapi gak papa lha gaes, khan masih ada untung 275 juta di tiap panennya.”

“Belum lagi biaya yang dikeluarkan adalah untuk sewa lahan pengeringan sebesar Rp 1.500.000 juta per tahun dan ongkos pengeringan sebesar Rp 100.000 per kuintal. Dengan tingkat penyusutan 1:3 dari berat basah, cengkeh kering yang dihasilkan sebanyak 40 kilogram per pohon atau empat ton per hektar. Ongkos pengeringannya sebesar empat juta rupiah.”

“Asumsinya sih harga cengkeh rata-rata Rp 100.000 per kilogram, maka nilai penjualan cengkeh petani dalam satu hektar sebesar 400 juta rupiah.”

“Alhamdulillah. Terima kasih suamiku telah memilih mahar kebun cengkeh. Keuntungan ini membuat keluarga ktia memiliki tabungan dalam bentuk hasil panen yang bisa dijual ketika membutuhkan uang.”

Ini hanya sebuah asumsi ya gaes..Jangan terlalu baper dan dianggap serius!!Hhe

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close