
Ambon, MI – Organisasi Kemahasiswaan dan Kepemudaan Nasional yang terdiri dari sejumlah kelompok menyerukan keprihatinan atas sejumlah aksi intoleransi yang merebak belakangan ini.
Menurut pernyataan sikap yang dimaklumatkan oleh 16 kelompok tersebut serangkaian peristiwa berupa intimidasi kepada para tokoh agama dan teror terhadap rumah ibadah itu memilukan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Aksi-aksi teror dan intoleransi
Setidaknya ada beberapa peristiwa yang menimbulkan keprihatinan mereka. Pertama aksi kekerasan terhadap ulama, tokoh NU, dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah, Cicalengka, Bandung, KH. Umar Basri pada tanggal 27 Januari 2018. Kedua, terhadap ulama sekaligus Pimpinan Pusat Persis, H. R. Prawoto yang dianiaya hingga meninggal oleh orang tak dikenal pada tanggal 1 Februari 2018.
Kemudian, persekusi terhadap Biksu Mulyanto Nurhalim dan pengikutnya di Desa Caringin, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang pada tanggal 7 Februari 2018. Lalu keempat, serangan terhadap peribadatan di Gereja St. Ludwina, Desa Trihanggo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman pada 11 Februari 2018, yang menyebabkan Romo Prier dan pengikutnya mengalami luka berat akibat sabetan senjata tajam.
Kelima, perusakan masjid di Tuban, Jawa Timur. Lalu, pelecehan terhadap rumah ibadah umat beragama Hindu di Bima, NTB, pada tanggal 12 Februari 2018, dan berbagai kejadian lainnya yang belum terekspos oleh media.
“Dampak dari beberapa peristiwa ini adalah terganggunya stabilitas keamanan daerah dan nasional yang dapat memicu konflik horizontal yang lebih besar. Oleh karena itu, persoalan-persoalan intoleransi dan radikal ini harus segera ditangani sehingga konflik sekecil apapun dapat segera diselesaikan dengan serius dan tuntas,” tulis pernyataan sikap yang diterima Infonawacita.com, Kamis (15/2/2018) pagi.
Penanganan belum sistematis
Mereka pun menyayangkan belum ada penanganan yang sistematis dan efektif dari berbagai lembaga terkait. Setiap lembaga masih bergerak sendiri tanpa ada koordinasi yang sinergis.
“Tindakan pencegahan yang terencana, sistematis, dan berkesinambungan masih belum terlaksana dengan baik,” lanjut pernyataan sikap yang mewakili HMI, PMII, GMNI, PMKRI, IMM, HIKMAHBUDHI, KMHDI, KAMMI, HIMA PERSIS, Pemuda Muslimin Indonesia, SEMMI, Gema Mathla’ul Anwar, GPII, IPTI, HIMMAH, dan GMKI itu.
Menyikapi hal ini, mereka mendesak Presiden untuk menginstruksikan seluruh jajaran pemerintahan agar bekerjasama dengan solid, sinergis, dan responsif dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kebangsaan dan intoleran.
Kemudian, mendesak Kepala BIN, Kapolri, Panglima TNI untuk berkoordinasi dalam mengungkap aktor intelektual dari rangkaian kasus yang telah terjadi serta mengoptimalkan tindakan preventif agar kejadian yang sama tidak terulang lagi.
Menjaga persaudaraan
Mereka juga mengajak segenap elemen bangsa antara lain pejabat publik, tokoh agama, tokoh masyarakat, elit partai politik, pimpinan ormas, dan lainnya untuk turut mengkondusifkan keadaan serta tidak mengeluarkan pernyataan yang provokatif.
Selain itu, pimpinan organisasi mahasiswa dan kepemudaan nasional itu menginstruksikan kepada seluruh anggota untuk menjaga ikatan persaudaraan. Mereka juga diminta berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang harmoni kebangsaan berdasarkan Pancasila, UUD 1945.
Mereka pun mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi dengan isu yang dapat memecah-belah kerukunan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(tk)