HeadlineNews

Pemprov Papua: Tak Ada Penyerangan Anggota KPK

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pemerintah Provinsi Papua mengeluarkan pernyataan perihal penyerangan terhadap dua pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hotel Borobudur, Sabtu 2 Februari 2019.

Menurut Kepala Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Provinsi Papua, Gilbert Yakwar peristiwa itu berawal dari kecurigaan pegawai provinsi pada rapat hasil evaluasi RAPBD Provinsi tahun 2019. Revisi itu telah dievaluasi Menteri Dalam Negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Mereka melakukan rapat tersebut di Hotel Borobudur Jakarta Pusat yang dihadiri wakil dari Direktorat Keuangan Daerah pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

“Bersamaan dengan pelaksanaan agenda tersebut, ternyata KPK telah menempatkan beberapa pegawai KPK untuk melakukan kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) dengan dugaan akan ada tindakan penyuapan pada pertemuan itu,” kata Gilbert dalam keterangan tertulisnya, Senin 4 Januari 2019.

Hal tersebut dapat terbaca dari beberapa bukti berupa cuplikan komunikasi melalui platform WhatApps yang berisi informasi, gambar, foto semua peserta rapat beserta keterangannya.

Barang-barang peserta rapat seperti tas ransel dan sebagainya juga dilaporkan ke atasan mereka.

Mengetahui pihak lain dalam rapat itu, salah seorang pegawai Pemerintah Provinsi Papua mendatangi mereka memastikan segala sesuatunya.

Saat dihampiri kedua orang itu menjadi gugup dan panik serta berusaha berkelit soal niat mereka ke acara tersebut.

Pada sesi konfirmasi itu, kedua pegawai KPK tidak mengakui sebagai pegawai komisi antirasuah tersebut.

Namun setelah tas mereka diambil barulah para peserta rapat meyakini mereka adalah pegawai KPK karena didapati kartu identitasnya. Keduanya bernama Muhammad Gilang Wicaksono dan Ahmad Fajar.

Saat diminta surat tugasnya, seperti dilansir Pasific Pos mereka juga menegaskan tidak memilikinya dan hanya menyatakan diperintah pimpinan. Setelah itu keduanya juga diminta memperlihatkan foto-foto yang sudah mereka buat di acara tersebut. Dari situ diketahui mereka sudah menghambil gambar hampir semua peserta rapat menggunakan kamera smartphone.

Peserta yang membawa tas ransel atau backpack paling banyak difoto. Secara spontan para peserta rapat memperlihatkan isi tasnya dan hanya ditemukan sejumlah kertas dokumen.

Mengingat banyak kasus yang mengatasnamakan diri pegawai atau penyidik KPK, apalagi yang bersangkutan tidak dapat memperlihatkan surat tugas atau surat perintah penugasan, maka diputuskan keduanya diserahkan ke Polda Metro Jaya.

Gilbert membantah dari pengrusakan wajah maupun hidung mereka serta penganiayaan lainnya. Dia menegaskan hanya terjadi aksi saling dorong karena pada peserta emosi akibat tuduhan melakukan suap.

Pemerintah Provinsi Papua termasuk DPR Papua, menurut Gilbert justru merasa telah diciderai karena kedua instansi itu telah dengans serius menjalankan arahan dan pembinaan KPK selama empat tahun.

Hasilnya adalah membangun sistem e-planning, e-budgeting, e-samsat, e-perijinan, dan e-lapor.

Dengan peristiwa ‘Hotel Borobudur’ pegawai Pemerintah Papua menjadi takut melaksanakan
tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan. Mereka khawatir sewaktu-waktu bisa ditangkap dengan tuduhan melakukan tindak pidana korupsi.

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close