
MATA INDONESIA, JAKARTA – Tingkat pengangguran terbuka (TPT) tahun 2018 ini merupakan angka terendah selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga bulan Agustus 2018 tingkat pengangguran terbuka kembali turun menjadi 5,34 persen.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengatakan angka penurunan TPT tersebut menunjukkan kecenderungan positif. “Bicara masalah pengangguran, harus dikatakan capaian pemerintah saat ini bahwa turunnya angka pengangguran sesuai yang kita harapkan, “ kata Hanif di Jakarta, Jumat 9 September 2018.
Sebelumnya BPS menyampaikan pada tahun 2015, angka pengangguran terbuka sekitar 6,18 persen, menurun setahun berikutnya (2016) menjadi 5,61 persen. Sementara di tahun 2017 kembali merosot menjadi 5,50 persen.
Meski turun, Hanif mengaku tak berpuas diri. Ia pun memastikan perluasan kesempatan kerja harus terus dilakukan di perkotaan dan pedesaan. Sebab pertumbuhan industri manufaktur, pariwisata, makanan dan minuman juga berkontribusi terhadap penyerapan lapangan kerja.
“Tren dari semua basis pendidikan, TPT alami penurunan, ini artinya positif. Saya ingin lihat dari sisi ini agar kita optimis dan optimis melihat bangsa ini . Kalau tidak, nanti isinya mengeluh dan komplain, seolah-olah tak ada masa depan, ” kata Hanif.
Dari tingkat pendidikan, Hanif Dhakiri mengatakan meski TPT pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) selalu paling tinggi kontribusinya, namun sejak tahun 2015 trennya relatif mengalami penurunan.Pada tahun 2015, TPT pendidikan SMK sebesar 12,65 persen, menurun 2016 menjadi 11.11 persen, 11,41 (2017) dan hingga Agustus 2018 sebesar 11,24 persen.
Banyak problem SDM di angkatan kerja termasuk lulusan SMK. Hingga saat ini profil ketenagakerjaan secara keseluruhan di tahun 2018 masih menantang. Dari 131 juta angkatan kerja, 58 persen masih lulusan SD/SMP.
Hanif pun menegaskan pihaknya telah melakukan terobosan-terobosan dengan memperbaiki akses dan mutu pendidikan formal utamanya pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Kedua, memperbaiki akses dan mutu vocational training secara massif. Langkah massifikasi diperlukan untuk mengatasi tiga problem tenaga kerja yakni kualitas, kuantitas dan persebaran tenaga kerja. “Itu kunci masa depan, akses dan mutu harus diperbaiki, ” ujarnya.
Ditambahkan Hanif, yang dilakukan pemerintah untuk memperkuat pemagangan dan vocational training salah satunya yakni kebijakan triple skilling (skilling, upskilling dan re-skilling).Bagi tenaga kerja yang belum punya keterampilan dapat mengikuti program skilling agar punya keahlian di bidang tertentu.
Bagi tenaga kerja yang telah memiliki skill dan membutuhkan peningkatan akan masuk program upskilling. Sedangkan yang ingin beralih skill dapat masuk ke program reskilling. (Puji Christianto)