Politik
Perketat Aturan, Cegah Dana Parpol Disalahgunakan

Jakarta (MI) – Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto, menekankan bahwa kenaikan dana partai politik dari Rp 108 menjadi Rp 1.000 per suara sah harus diikuti oleh peraturan yang ketat agar tidak disalahgunakan. Menurutnya, salah satunya dengan merevisi PP No 5 tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik.
“Terdapat tiga poin yang perlu diperhatikan pemerintah dalam revisi PP tersebut,” jelas Yenny, Senin (28/8). Pertama, harus ada poin yang menuntut parpol untuk melakukan pengembangan SDM teknokrasi administrasi. Kedua, ada pelibatan lembaga pengawas keuangan, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan penegak hukum. Ketiga, harus diperjelas mekanisme pelaporan pertanggungjawaban partai terkait penggunaan dana tersebut.
Dengan demikian, parpol bisa membuktikan kepada masyarakat tentang akuntabilitas mereka sebagai lembaga publik. Hal tersebut bisa menjadi momentum untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat yang selama ini tidak terlalu percaya kepada partai politik, ungkap Yenny.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menilai bahwa peningkatan dana bantuan untuk partai politik (dana parpol) tidak serta merta memutus praktik korupsi di kalangan politikus. Sebab menurutnya, hasrat korupsi bergantung pada diri pribadi.
“Kami sudah bahas dengan BPKP, BPK, KPK, kami undang ICW juga. Bantuan berapa ratus ribu, berapa juta pun tidak bisa jadi ukuran apakah ini akan menyetop adanya korupsi, tidak bisa,” kata Tjahjo kepada awak media di Jakarta, Senin (28/8).
Lebih lanjut Tjahjo mengingatkan, korupsi bukan hanya dilakukan oleh politikus, tetapi juga aparat penegak hukum. Hal ini dibuktikan dari sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. “Aparatur penegak hukum kena [OTT] juga,” jelas Mendagri.
Menurut Tjahyo, Kemendagri sedang merevisi PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Parpol. Tjahjo mengatakan, jika kenaikan dana parpol dimasukkan dalam APBN 2018 maka acuan penghitungannya didasarkan pada perolehan suara parpol pada pemilu legislatif 2014. Namun jika dana parpol dimasukkan dalam APBN 2019 maka acuannya penghitungannya adalah perolehan suara parpol di pemilu serentak 2019.
Tjahjo mengatakan kenaikan dana parpol tidak hanya akan dirasakan oleh partai yang memperoleh kursi di DPR. Partai yang hanya memiliki kursi di DPRD I (provinsi) dan DPRD II (kabupaten/kota) juga akan merasakan manisnya bantuan dana negara. Adapun nilai nominal yang dijatah kepada setiap partai adalah Rp 1.000 untuk satu suara sah di DPR, Rp 1.200 untuk satu suara sah di DPRD I, dan Rp 1.500 untuk satu suara sah di tingkat DPRD II.
Senada dengan Yenny dan Tjahyo, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta kenaikan dana bantuan untuk partai politik diikuti peningkatan transparansi, akuntabilitas, serta demokrasi di internal partai. Paling tidak keuangan partai bisa diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Menurut peneliti ICW Donal Fariz, kenaikan tersebut berarti mengurangi beban anggaran operasional partai dalam proses pengambilan keputusan politik seperti penjaringan dan penetapan calon kepala daerah.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah melakukan kajian mengenai DPR dan partai politik. Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, hasil kajian itu menyimpulkan bahwa dana yang dimiliki partai politik tidak cukup untuk membiayai kegiatan partai politik. Menurutnya, tanpa aspek akuntabilitas, dia khawatir kenaikan dana partai politik justru akan menimbulkan persoalan baru. (TGM)