Jakarta (MI) – Banyak upaya yang dilakukan berbagai pihak dalam menggoreng sejumlah isu baik isu PKI maupun isu Genosida Rohingya.
Apalagi menjelang peringatan 30 September 2017 yang saat orde baru diisi dengan berbagai kegiatan untuk mengungkapkan bahaya laten PKI.
Seperti yang akan dilakukan oleh sejumlah orang di Mesjid Istiqlal yang sangat rawan ditunggangi oleh para provokator dalam mengemas isu-isu tersebut dalam kepentingan hanya untuk membentuk opini seolah-olah pemerintah telah membiarkan komunisme bangkit kembali.
Kegiatan bernamakan Makah (Malam Ahad Barokah) oleh Tengku Azhar sebagai penceramah utama yang rencana diseleggarakan pada hari Sabtu tanggal 9 September 2017 mulai pukul 20.00 hingga subuh.
Isu-isu PKI mereka kemas dengan menggabungkan isu krisis kemanusiaan yang terjadi di Syria dan Rohingya, namun apakah mereka akan akuntabel dalam data termasuk penggolongan dana bagi kaum Rohingya.
Kegiatan ini patut diwaspadai dengan iming-iming Kajian yang digaungkan oleh orang yang tidak kredible dalam hal ini nama Tengku Azhar serta Imaddudin Al Hafidz.
Para undangan sendiri selain mendengar kajian mereka akan diberikan buletin Makak, Snack, Ilmu, Teman Soleh dan Sarapan pagi.
Ustad Tengku sendiri merupakan seorang relawan untuk pengiriman bantuan ke Syria dan bergabung dalam team 7 Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI).
Pemerintah RI sendiri dalam kasus Rohingya telah bereaksi cepat dengan mengutus Menlu RI Retno Marsudi bertemu dengan Aung San Suu Kyi di Rangong kemarin. Indonesia memberikan solusi permasalahan pengungsi dan menyorot tindakan militer Myanmar yang berlebihan.
Sementara Isu PKI sendiri Pemerintah Republik Indonesia wajib berpegang kepada TAP MPRS nomor 25 tahun 1966 tentang larangan PKI dan segala bentuk ideologi komunis.
Bagaimana sebenarnya negara memandang paham komunis? Sesungguhnya, dengan telah ditetapkannya: Ketetapan Majelis Permusyawarahan Rakyat Sementara (Tap MPRS) No. XXV/1966, pada 5 Juli 1966, maka sejak saat itu PKI dinyatakan dibubarkan. Termasuk Marxisme-Leninisme (komunisme internasional/ komintern) sebagai ideologi PKI, dinyatakan sebagai paham terlarang di Indonesia.
Menuju Tahun politik menuju pemilu 2019 semakin menunjukkan gerak-gerik para politikus untuk mengungkit-ungkit masalah yang jelas seperti PKI dihubungkan kepada pemerintahan sekarang dengan fitnah seolah-olah telah melakukan pembiaran kepada gerakan PKI bahkan lebih keji lagi bahkan disebut sebagai pendukung.
Masyarakat seharusnya lebih cerdas dalam memilah informasi termasuk memeriksa siapakah para orang-orang yang akan mengisi kajian Makah di mesjid Istiqlal. Deretan pasal krusial untuk memberangus komunisme di Indonesia masih ada dan siap digunakan kapan saja.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan PKI tak boleh ada lagi di Indonesia, dan masyarakat tak diperkenankan menggunakan simbol palu-arit yang identik dengan komunis. Pasal 107 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara.
Pasal 107 a UU tersebut berbunyi, “Barangsiapa yang melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk, dipidana penjara paling lama 12 tahun.”
Pasal 107 c berbunyi, “Barangsiapa melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana penjara paling lama 15 tahun.”
Pasal 107 d berbunyi, “Barangsiapa melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana penjara paling lama 20 tahun.”
Sementara Pasal 107 e berbunyi, “Pidana penjara paling lama 15 tahun dijatuhkan untuk mereka yang mendirikan organisasi yang diketahui atau diduga menganut ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya; mereka yang mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam maupun luar negeri, yang berasaskan komunisme/marxisme-leninisme atau dalam segala bentuknya, dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah yang sah.” (FC)