unique visitors counter
Politik

Dilema Partai Golkar Hadapi Penggantian Setnov

Jakarta (MI) – Desakan agar DPP Partai Golkar menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) dengan agenda menggeser Setya Novanto dari kursi ketua umum kian nyaring terdengar, sejumlah kriteria pengganti Novanto pun disampaikan oleh para politikus partai berlambang beringin itu.

Mantan Dewan Pakar Partai Golkar Indra J Piliang menjelaskan salah satu pertimbangan Golkar bergabung dalam koalisi pemerintah adalah agar kader Golkar yang menjadi kepala daerah mendapat dukungan pemerintah pusat, namun dalam kenyataannya, sikap politik itu juga membuat Golkar kehilangan independensi dalam memutuskan isu-isu strategis.

Pada bagian lain Indra mengatakan status Novanto sebagai tahanan KPK merupakan alasan kuat bagi DPP Golkar menggelar Munaslub, hal ini karena penahanan Novanto akan menyulitkan langkah konsolidasi partai menjelang pilkada serentak 2018, ujarnya.

Indra mengatakan dukungan Golkar terhadap Jokowi mesti dievalusi dalam Munaslub, keputusan itu menurutnya bukan saja terlalu tergesa-gesa, tapi partai sebesar Golkar sebaiknya mengusung capres sendiri.  Kalau ada Munaslub itu (dukungan ke Jokowi) harus dibicarakan. Golkar lebih baik punya calon presiden sendiri dari kader, ujar Indra.

Di Munaslub 2016 lalu, Indra merupakan salah satu pendukung kubu Airlangga Hartarto. Namun ia mengungkapkan tidak akan mendukung Airlangga jika menteri perindustrian itu maju dengan dukungan penguasa. “Saya tidak mau calon saya direstui istana. Kalau dia (Airlangga) mau maju, dia [harus maju] sebagai orang Golkar bukan titipan Istana,” kata Indra.

Indra menilai Plt Ketua Umum tidak cukup memimpin partai. Sebab Plt Ketua Umum tidak berwenang mengambil keputusan-keputusan strategis di DPR seperti pembahasan APBN dan penandatanganan calon kepala daerah. Ia berharap Munaslub bisa digelar awal 2018 mendatang. “Menurut saya Januari. [Kalau] 2017 ini terlalu cepat. Lagi pula tidak etis ketum masih sakit kita sudah cari penggantinya,” kata Indra.

Sementara itu Wakil Sekretaris Jendral DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan kriteria ketua umum pengganti Novanto haruslah orang-orang yang bebas dari indikasi kasus korupsi. Menurut Ace, kriteria bebas korupsi ini mutlak mengingat pengganti Novanto harus menjadi antitesa dari sang ketua umum yang saat ini terjerat kasus korupsi e-KTP. Ace beralasan, karena Golkar telah menjadi partai yang berkomitmen untuk melawan korupsi.

Kriteria kedua, Ace berharap sosok yang akan terpilih tetap memastikan dukungan Golkar kepada Jokowi di Pilpres 2019. Sebab, kata Ace, hal itu merupakan keputusan final di Golkar sesuai dengan hasil Munaslub Bali 2016.

Sedangkan Politikus Golkar Yorrys Raweyai juga menyatakan pengganti Novanto harus siap melanjutkan komitmen Golkar mendukung Jokowi di Pilpres 2019. “Tidak akan ada manuver lagi. Dukungan ke Pak Jokowi itu final,” kata Yorrys.  Yorrys bahkan secara eksplisit menyebut nama Airlangga Hartarto sebagai sosok yang paling pantas menjadi ketua umum Golkar menggantikan Novanto. “Airlangga memang yang paling pas, ungkapnya.

Sementara itu Politikus senior Golkar yang juga Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai sosok Airlangga Hartato layak menggantikan Novanto. “Airlangga orang baik, mana saja bisa,” kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/11).  Menurut Luhut, Partai Golkar juga sudah cukup matang dalam menentukan sosok yang terbaik untuk memimpin partainya.

Munaslub atau musyawarah nasional luar biasa merupakan salah satu mekanisme pengambilan keputusan tertinggi di Partai Golkar. Salah satu kewenangan munaslub adalah melengserkan dan mengangkat ketua umum baru. Pasal 23 (3) Bab XV AD/ART Partai Golkar 2016 tentang Musyawarah dan Rapat-Rapat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga menjelaskan bahwa munaslub bisa diselenggarakan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dewan pimpinan daerah provinsi (DPD I). (TGM)

Related Articles

Close