HeadlineNews

Prancis Tutup Menara Eiffel, Ini Penyebabnya

MATA INDONESIA, PARIS – Buat kalian yang punya rencana jalan-jalan ke Menara Eiffel dan Museum Louvre akhir pekan ini, tampaknya bakal gagal total deh. Sebab Pemerintah Prancis menetapkan kebijakan menutup Menara Eiffel dan lokasi-lokasi pariwisata lainnya di Paris.

Kebijakan berlaku hingga Sabtu 8 Desember 2018 nanti untuk mencegah gelombang demonstrasi kekerasan lainnya di negara itu yang memprotes tingginya biaya hidup. Bahkan Prancis mengerahkan lebih banyak lagi pasukan keamanan.

Diberitakan Reuters, Jumat 7 Desember 2018, Perdana Menteri Edouard Philippe mengatakan 89.000 polisi di seluruh negeri akan dikerahkan untuk menghindari adanya kekacauan seperti yang terjadi pada Sabtu lalu di seluruh Prancis. 

Diberitakan sebelumnya, muncul seruan dari demonstran “rompi kuning” untuk melakukan “Act IV” atau protes pada akhir pekan keempat, pihak berwenang telah mengambil sejumlah langkah antisipasi. 

8.000 polisi akan ditempatkan di Paris, di lokasi para perusuh membakar mobil, menjarah toko-toko dari bulevard Champs Elysees yang terkenal, dan mencoret-coret Arc de Triomphe dengan grafiti yang ditujukan kepada Presiden Emmanuel Macron.  

Selain jumlah polisi yang meningkat, 12 kendaraan lapis baja milik gendarmerie akan digunakan pertama kalinya di sebuah kota Prancis sejak 2005 ketika kerusuhan pecah di pinggiran ibukota.

Philippe mengatakan kepada Senat bahwa dia terbuka dengan langkah-langkah baru dalam membantu pekerja dengan bayaran terendah. Sementara Menteri Keuangan, Bruno Le Maire mengaku dirinya siap untuk mempercepat pemotongan pajak untuk rumah tangga dan bahwa dia ingin bonus yang diberikan pada pekerja dibebaskan dari pajak.

“Saya siap untuk melihat semua langkah yang akan membantu menaikkan gaji mereka yang menerima upah minimum tanpa merusak daya saing dan bisnis kami secara berlebihan,” kata Philippe kepada majelis tinggi parlemen.

Philippe mengatakan akan melakukan apa saja demi menjaga ketertiban.  Ada kekhawatiran tentang kelompok beraliran kanan, anarkis, dan anti-kapitalis seperti Blok Hitam, yang membonceng gerakan “rompi kuning”.

Pemerintah juga mempertimbangkan untuk menggunakan pasukan yang saat ini ditempatkan pada patroli anti-terorisme untuk melindungi bangunan-bangunan umum.

Kota-kota lain di seluruh negeri, termasuk Bordeaux, memerintahkan langkah-langkah pencegahan atas kekhawatiran bahwa para pengunjuk rasa dapat memilih untuk bersatu secara regional daripada menghadapi keamanan yang diperketat di Paris.

Di Facebook dan media sosial, pengunjuk rasa menyerukan “Act IV”. “Prancis sudah muak! Kami akan berada di sana dalam jumlah yang lebih besar, lebih kuat, berdiri untuk orang-orang Prancis. Bertemu di Paris pada 8 Desember, ” ujar tulisan spanduk di salah satu grup.

Demonstrasi rompi kuning  menuntut pajak yang lebih rendah, gaji yang lebih tinggi, biaya energi yang lebih murah, ketentuan pensiun yang lebih baik dan bahkan pengunduran diri Macron. Aksi itu juga semakin menenggelamkan popularitas Macron yang kini hanya berada di angka 20 persen.

Mereka melihat bahwa presiden dan mantan bankir berusia 40 tahun itu dengan bisnis yang besar.

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close