HeadlineNews

Seberapa Greget Soeharto Disebut ‘Guru Korupsi’ di Indonesia? Ini Faktanya

MATA INDONESIA, JAKARTA – Bau anyir korupsi semasa orde baru kembali menguap usai 20 tahun masa runtuhnya peninggalan Soeharto. Namun tak ada api jika tak ada asap. Mungkin perumpamaan ini bisa menggambarkan kondisi kenapa bau anyir korupsi era Soeharto kembali diungkit.

‘Api’ itu muncul saat mantan menantu Presiden ke-2 RI, Prabowo Subianto menyebut korupsi di era Presiden Joko Widodo masuk kategori stadium 4. Sontak pernyataan Prabowo dibalas Wakil Sekjen PDI Perjuangan Ahmad Basarah dengen menyebut Soeharto sebagai guru korupsi di Indonesia.

Basarah mengaku penyebutan itu berdasarkan fakta-fakta hukum mulai TAP MPR Nomor XI Tahun 1998. Alhasil banyak generasi muda kelahiran tahun 1990-2000 pun bertanya-tanya emang separah itukah korupsi yang dilakukan Soeharto sehingga dijuluki ‘Guru Korupsi’ Indonesia.

Buat yang masih penasaran beberapa contoh korupsi yang diduga dilakukan Soeharto selama 36 tahun menjabat sebagai Presiden Indonesia, berikut rangkuman MataIndonesia.id dari pelbagai sumber:

1. Korupsi dibalik Keputusan Presiden (Keppres)

Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Zainal Arifin Mochtar mengungkapkan jika kasus korupsi di zaman Orba terjadi karena sentralisasi kekuasaan. Apalagi biasanya pemilik kewenangan itu mainnya di kekuasaan yang tersentralisasi.

Menariknya, kata Zainal, kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme di Orde Baru menjadi legal karena memiliki payung hukum berupa keputusan presiden (keppres). Zainal menyebutkan salah satu contoh kasusnya adalah mobnas atau mobil nasional.

Pada 1996, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1996 yang menginstruksikan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman modal agar secepatnya mewujudkan industri mobil nasional.

Kemudian ditunjuklah PT Timor Putra Nasional (TPN) sebagai pionir mobil nasional. TPN adalah perusahaan milik Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto. Dengan ditunjuknya TPN sebagai pionir mobil nasional, perusahaan itu dibebaskan dari bea masuk dan pajak lainnya dengan syarat TPN harus menggunakan komponen lokal sebesar 20 persen pada tahun pertama, 40 persen pada tahun kedua, dan 60 persen pada tahun berikutnya.

Demi melancarkan proyek mobnas Timor, bukannya membangun pabrik perakitan dan industri komponen untuk menunjang mobnas, Presiden Soeharto malah mengeluarkan kembali Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 1996. Inti dari keppres itu adalah TPN tak perlu melalui tahapan pemenuhan komponen lokal itu dan boleh mengimpor mobil secara utuh atau completely built up. Dengan begitu, TPN memperoleh fasilitas antara lain pembebasan bea masuk impor mobil.

2. Nomor 1 dari 10 Pemimpin Paling Korup di Dunia

Upaya mengendus harta Soeharto juga sempat dilakukan dua lembaga raksasa yakni Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bank Dunia. Mereka pernah meluncurkan berkas setebal 48 halaman berjudul Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative atau Prakarsa Pengembalian Aset Curian.

Dalam berkas di halaman 11 dilansir sepuluh pemimpin politik paling korup di dunia, dan mantan presiden Soeharto bertengger di urutan pertama. Berdasarkan data itu total hasil curiannya mencapai US$ 15-35 miliar atau sekitar Rp 135-315 triliun pada kurs tahun 2007.

3. Koruptor Paling Kaya di Dunia

Transparency International (TI) menobatkan bekas Presiden Soeharto sebagai koruptor paling kaya di dunia. TI, seperti dikutip BBC News, mencatat kekayaan Soeharto dari hasil korupsi mencapai 15-35 miliar dolar AS. Sebagian besar di antaranya diduga kuat hasil jarahan selama 32 tahun berkuasa di Indonesia sejak 1967.

Nama Soeharto nongkrong di pucuk daftar koruptor sedunia, di atas bekas Presiden Filipina Ferdinand Marcos dan bekas diktator Zaire Mobutu Sese Seko, yang berada di peringkat kedua dan ketiga dengan nilai korupsi terpaut cukup jauh dari Soeharto. Daftar para raja koruptor itu adalah bagian dari Laporan Korupsi Global 2004 (Global Corruption Report) yang dikeluarkan lembaga itu untuk menunjukkan bagaimana korupsi dan praktek suap-menyuap yang terkait dengan kekuasaan politik telah merusak habis proses pembangunan di banyak negara berkembang.

4. Presiden Paling Lemah Berantas Korupsi

Salah satu penelitian tentang korupsi di era Soeharto dilakukan oleh Ketua Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) UGM, Oce Madril. Penelitian itu dilakukan sebagai syarat disertasi guna meraih gelar doktor dengan judul ‘Politik Hukum Presiden dalam Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan’.

Penelitian itu ia pertahankan di depan tim penguji, yaitu Prof Mahfud Md., Prof Denny Indrayana, Prof Saldi Isra, Prof Nikmatul Huda, Dr Supriyadi, Dr Richo A. Wibowo, serta Dekan FH UGM sebagai ketua, yaitu Prof Sigit Riyanto. Adapun untuk promotor adalah Prof Eddy OS Hiariej dan Dr Zainal Arifin Mochtar. Sidang doktor itu digelar di Kampus UGM, Yogyakarta, pada awal Oktober 2018.

Dalam penelitiannya, dari 7 presiden, yaitu Sukarno, Soeharto, BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY dan Jokowi, Soeharto dinilai paling lemah memberantas korupsi.

“Yang paling lemah tentu Presiden Soeharto karena karakter kekuasaan Presiden ala executive heavy yang korup,” ucap Oce.

5. Meninggal dengan Status Terdakwa Korupsi

Guru besar UGM, Prof Denny Indrayana, menyatakan sebagai penguasa Orde Baru, Soeharto meninggal dalam status sebagai terdakwa, bukan sekadar tersangka. Kasus dugaan korupsi berbagai yayasan yang dipimpinnya saat itu sudah masuk tahap penuntutan, baru kemudian tiba-tiba dihentikan Jaksa Agung saat itu. “Tolong dicatat, Pak Harto meninggal sebagai terdakwa. Belum ada putusan, sehingga statusnya tetap sebagai terdakwa,” kata Denny pada 28 Januari 2008.

6. Pembuat Keppres yang Bikin Untung Keluarganya

Ada 8 Keputusan Presiden (Keppres) Soeharto yang menguntungkan keluarganya, yaitu: Keppres No 36/1985 tentang Pajak Pertambahan Nilai yang Terutang atas Penyerahan dan Impor Barang Terkena Pajak Tertentu Ditanggung Pemerintah. Keppres ini membuka kran KKN untuk pajak impor yang belum ada di Indonesia.

Kemudian Keppres No 74/1995 tentang perlakuan pabean dan perpajakan atas impor atau penyerahan komponen kendaraan bermotor sedan untuk dipergunakan dalam usaha pertaksian.Dengan keppres ini, Taksi Citra milik Siti Hardianti Rukmana yang menggunakan mobil Proton Saga mendapat pembebasan pajak pertambahan nilai.

Keppres No 86/1994. Keppres ini berisi pemberian hak monopoli distribusi bahan peledak yang diberikan kepada dua perusahaan, yaitu kepada PT Dahana untuk kepentingan militer sedang distribusi komersial diberikan kepada PT Multi Nitroma Kimia (sahamnya sebesar 30 persen milik Hutomo Mandalaputra, 40 persen milik Bambang Trihatmodjo melalui PT Bimantara, dan sisanya PT Pupuk Kujang).

Keppres No 81/1994 tentang Penetapan Tarif Pajak Jalan Tol. Keppres ini menguntungkan kerabat dan kolega Soeharto. Kemudian Keppres No 31/1997 tentang Izin Pembangunan Kilang Minyak oleh Swasta, Keppres ini menguntungkan kerabat dan kolega Soeharto.

Keppres No 1/1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri, Keppres ini menguntungkan kerabat dan kolega Soeharto.

Selanjutya ada Keppres ini adalah Keppres No 93/1996 tentang Bantuan Pinjaman kepada PT Kiani Kertas. Keppres ini merugikan masyarakat dan negara. Lalu ada Keppres No 42/1996 tentang Pembuatan Mobil Nasional.

Nah, sekarang sudah tahu kan informasi dugaan korupsi yang dilakukan Soeharto. Semoga bermanfaat ya gaes!

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close