Kisah

Sejatinya Habib Adalah Penyebar Kasih Sayang Kepada Seluruh Manusia

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kita sering dibuat bertanya-tanya ketika media massa menyebut seseorang dengan jubah putih dan sorban putih sebagai habib, seperti Bahar bin Smith. Banyak orang menasbihkan orang-orang dengan gelar habib atau habaib sebagai keturunan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassallam (SAW).

Pernyataan itu memang benar adanya. Sebab gelar habib atau habaib di Indonesia diatur ketat melalui sebuah lembaga bernama Rabithah Alawiyah.

Ketua umum Rabithah Alawiyah, Habib Zen bin Smith, menyatakan keturunan Rasulullah Muhammad SAW mempunyai tugas dan kewajiban yang lebih banyak dan berat, karena harus melayani masyarakat.

Meski begitu, seperti dikutip laman kemenag.go.id, Habib Zen menjelaskan nasab Rasul bukan untuk dihormati atau membuat mengagungkannya sebagai kasta atau ras yang minta dihormati. Lembaga Rabithah, menurut dia, semata-mata hanya merunut hubungan saja karena pada dasarnya saat ini telah terjadi asimilasi kaffah dengan masyarakat.

Istilah habaib itu muncul di era cucu Nabi Muhammad yaitu Hasan dan Husein atau keturunan dari Fatimah putri Nabi dan Ali bin Abu Thalib.

Setelah ratusan tahun berlalu, tentu saja, klan ini telah beranak pinak dan tersebar ke berbagai wilayah, mulai Jazirah Arab, Eropa, India, sampai Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Di masa kini menurut Habib Zen para keturunan Nabi itu tidak perlu menepuk dada dan menyombongkan diri sebagai habib.

“Jika ada seorang habib bilang, ‘saya adalah habib’, maka kita beri nasihat bahwa yang paling utama itu adalah yang paling takwa. Jangan lupa, di Indonesia ini, banyak auliya,” ujar Habib Zen.

Sebelumnya Habib Luhtfi bin Yahya dari Pekalongan juga menasehati kita bahwa yang terpenting sekarang adalah umat Islam belajar dan memahami sejarah Rasulullah dengan baik karena perjalanan beliau penuh dengan teladan baik dan ahlak yang mengesankan.

Kata “habib” menurut ahli tafsir terkenal Quraish Shihab sejatinya merupakan orang yang bukan hanya minta dicintai tetapi juga harus bisa mencintai manusia.

Laki-laki kelahiran Rappang, Sulawesi Selatan 74 tahun lalu itu sebenarnya memiliki nasab Rasulullah langsung dan berhak menyandang “habaib,” tetapi dia memilih menanggalkannya.

Bahkan keluarga intinya tidak pernah dibiasakan memanggil dia dengan sebutan itu. Pak Quraish begitu dia sering dipanggil ingin dikenang sebagai ustadz yang menyebarkan ilmu, karyanya yang menjadi sumber acuan ilmu agama saat ini adalah Tafsir Al Misbah.

Jadi habib adalah orang yang “merunduk, tawadhu dan penuh kasih sayang.”(Nefan Kristiono)

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close