unique visitors counter
Viral

Sejumlah Fraksi DPRA Meminta DPR Mengembalikan 2 Pasal UUPA

Jakarta (MI) – Sejumlah fraksi di DPRA meminta DPR mengembalikan dua pasal UUPA karena proses pencabutannya melanggar aturan, tanpa konsultasi dan pertimbangan DPRA. Pasal yang dicabut adalah Pasal 57 dan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) melalui Undang-Undang Pemilu yang baru disahkan DPR.

Fraksi yang menuntut pengembalian dua pasal tersebut adalah Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Asrizal H Asnawi; Ketua Fraksi Gerindra-Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdurrahman Ahmad dan Ketua Fraksi Demokrat, T Ibrahim. Bahkan Ketua dan Sekretaris Badan Legislasi (Banleg) DPRA, Abdullah Saleh dan Azhari Cagee menolak UU itu diberlakukan di Aceh.

Asrizal berpendapat dua pasal di UUPA yang dieliminir oleh UU Pemilu harus dikembalikan seperti sediakala karena itu bagian dari kekhususan Aceh dalam melaksanakan Pileg dan Pilkada.

“UUPA merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian damai antara Aceh dan pemerintah pusat. Jadi, siapa pun yang merusak atau mengubah atau menghilangkan salah satu atau seluruh pasal-pasal dalam UUPA, akan melukai dan mencederai perdamaian yang diraih,” kata Asrizal kepada Serambi, Jumat (4/8)

Sedangkan Ketua Fraksi Gerindra-PKS, Abdurrahman Ahmad mengatakan pencabutan dua pasal tersebut menyalahi aturan.

Dia menilai, jika DPR RI ingin mengubah atau mencabut pasal-pasal dalam UUPA, maka harus terlebih dahulu dilakukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) bukan dengan serta merta mencabutnya.

“Yang berhak mencabut itu MK, tidak boleh DPR serta merta mencabut pasal ini karena membentuk undang-undang lain. Bagi kami, mekanisme pencabutan itu melanggar undang-undang,” tuturnya.

Anggota DPRA yang juga Sekretaris Badan Legislasi (Banleg), Azhari Cagee mengancam akan menolak pemberlakukan UU Pemilu di Aceh, jika dua pasal UUPA, yakni pasal 57 dan 60 tetap dicabut. Pencabutan dua pasal itu telah merugikan Aceh dari segi kekhususan dan kewenangan.

Azhari mengatakan, Aceh telah diberikan kekhususan, seperti kewenangan KIP, Panwaslih, soal bendera, dan bebeapa hal lainnya. Semua itu, katanya, tidak boleh dipreteli.

“Seperti misalnya soal KIP dan Panwaslih yang dibonsai terkait keanggotaan dan masa kerja, ini kan permulaan saja, nanti ke depan semuanya dipreteli, dimulai dengan hal-hal kecil dulu,” kata Azhari Cagee.

Sepakat direvisi

Anggota DPR RI asal Aceh, Nasir Djamil sepakat jika ada pasal dalam UUPA direvisi kembali, untuk menyesuaikan aturan yang ada dengan kondisi Aceh saat ini. Hal itu disampaikan Nasir usai menjadi pemateri dalam diskusi publik dengan tema “Haruskah UUPA Direvisi?”, di Fakultas Hukum, Unsyiah, Jumat (4/8).

Nasir menjelaskan, ada beberapa pertimbangan terhadap wacana revisi UUPA, di antaranya ada beberapa pasal dalam UUPA yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), kemudian fakta keberadaan UU sektoral mengesampingkan UU tentang kekhususan Aceh. Kemudian juga ada keputusan MK yang menyatakan bahwa pilkada bukanlah menjadi ranah kekhususan Aceh.

Jika melihat usia UUPA yang sudah mencapai 10 tahun, maka menurutnya sudah selayaknya aturan hukum itu dievaluasi kembali. Karena ada beberapa pasal yang harus mengikuti dinamika perkembangan ketatanegaraan, hukum, politik, dan ekonomi. Namun Nasir tidak merincikan pasal-pasal di UUPA yang selayaknya direvisi.

“Jika UUPA dievaluasi nanti maka masing-masing pemangku kepentingan dan pakar akan menilai apakah pasal itu memungkinkan untuk dilaksanakan atau tidak,” ujarnya.

Nasir menambahkan, beberapa sektor yang secara dinamis harus diubah, misalnya, aturan pengelolaan migas, batas Zona Ekonomi Ekskklusif (ZEE), pengelolaan sumber daya alam, lingkungan, dan sumber hutan. (FC)

Related Articles

Close