
MATA INDONESIA, JAKARTA – Presiden Donald Trump sepertinya bakal menjadi pemimpin negara Amerika Serikat (AS) yang gemar membuat ‘shutdown’ pemerintahannya. Seakan jadi agenda rutin, Trump kembali menutup sementara layanan pemerintahannya sejak akhir tahun 2018.
Hingga hari ke-17 ini, para senator gagal mencapai kesepakatan terkait dengan dana operasional pemerintah. Yakni terkait permintaan anggaran Trump senilai 5,6 miliar dolar AS untuk membangun tembok di perbatasan Meksiko.
Shutdown kali ini juga berdampak pada operasional kegiatan pertahanan atau militer AS. Banyak pegawai Departemen Pertahanan dan instruktur di akademi militer yang ‘menganggur’.
Sayangnya para tentara AS masih diwajibkan masih bekerja, tapi gaji mereka tidak akan terjamin sampai kondisi pemerintahan kembali normal. Contoh saja 42.000 anggota Cost Guard alias penjaga pantai yang menjadi cabang militer AS, mereka tetap bertugas aktif dan tidak ada yang dibayar karena penutupan pemerintah.
Bahkan ada seorang istri dari anggota Coast Guard yang mengaku mengalami kesulitan finansial beberapa minggu terakhir. Wanita bernama Melissa Waywell itu menggambarkan kondisi keuangan keluarganya dalam beberapa minggu terakhir sebagai roller coaster.
Sang suami merupakan seorang perwira rendahan di Coast Guard, bekerja di Unit Lapangan Cecil. “Kami tidak tahu apakah Coast Guard akan didanai, kami tidak tahu apakah Homeland Security akan didanai, keluarga masih ketakutan,” kata Waywell seperti dikutip News4Ajax, Senin 7 Januari 2019.
Bagaimana dengan pasukan milter lainnya? Pentagon mengatakan bahwa militer AS akan terus melakukan operasi di seluruh dunia.
Sementara Juru Bicara Komando Pusat AS, Kolonel John Thomas mengatakan bahwa penutupan tersebut tidak akan berdampak signifikan di Timur Tengah, di mana tentara AS melakukan operasi terhadap militan di Suriah, Afghanistan, Yaman dan tempat lain, dan di mana militer AS memiliki sebuah tuan rumah basis besar.