
MATA INDONESIA, JAKARTA – Sekjen PSI Raja Juli Antoni menyatakan bahwa istilah ‘budek-buta’ yang diucapkan Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Ma’ruf Amin, bukan dalam konteks fisik dan tanpa ada kemarahan.
Toni menuturkan Ma’ruf Amin justru menggunakan bahasa di Alquran yang biasa digunakan santri sehari-hari. “Kyai Ma’ruf adalah ulama besar. Ulama yang sudah ‘mapan’ secara spiritual dan emosional. Jadi tidak ada kemarahan dalam nada bicaranya ketika mengatakan ‘budek dan buta’,” kata Toni di Jakarta, Minggu 11 November 2018.
Kata dia, istilah ‘budek-buta’ itu dipakai untuk mendeskripsikan orang-orang yang tidak mau menerima kebenaran mesti sudah berulang-ulang kali sudah didakwahkan. Hal itu terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 18, Allah berfirman: Mereka pekak, bisu, buta maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).
Ayat ini, lanjutnya, dalam konteks Indonesia menggambarkan orang-orang yang tidak menerima fakta keberhasilan pembangunan yang dilakukan Presiden Joko Widodo. “Bahkan mereka memanipulasi data hanya untuk mencerca dan mendelegitimasi pemerintah,” katanya.
Dia juga menegaskan bahwa kata ‘budek-buta’ dipakai Ma’ruf Amin bukan dalam konteks penyandang disabilitas. Maksud sebenarnya adalah konteks sosial dan politik.
“Penggunaan kata ‘budek-buta’ ini diperuntukkan orang yang tidak punya kemampuan melihat dan mendengar secara sosial-politik karena nafsu politik yang terlalu tinggi,” ujarnya.
Sebelumnya, PAN menyampaikan rasa simpati ke kaum difabel terkait penggunaan istilah ‘budek dan buta’ yang diucapkan cawapres Ma’ruf Amin. Menurutnya, kaum difabel, terutama tunanetra dan tunarungu mungkin merasa dikerdilkan atas ucapan tersebut.
“Saya bersimpati kepada saudara-saudara kita yang difabel khususnya kaum tunanetra dan tunarungu yang sangat mungkin merasa dikerdilkan oleh ucapan tersebut,” kata Sekjen PAN Eddy Soeparno. (Puji Christianto)