JAKARTA (MI) – Sebuah perusahaan di bidang intelijen media, analisis data dan kajian strategis, Indonesia Indicator (I2) merilis perbincangan tertinggi netizen selama September 2017. Dengan menggunakan software AI (Artificial Intelligence), diketahui netizen memperbincangkan mengenai PKI dan perbincangan tersebut tertinggi sejak 2016.
Menurut Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2) Rustika Herlambang, hingga 21 September 2017 pukul 20.40 WIB terdapat sebanyak 437.221 tweets (cuitan) tentang PKI di media sosial Twitter. Intensitas itu meningkat dalam sepekan terakhir.
“Khususnya 18 september 2017, dalam sehari mampu menggerakkan 101.459 percakapan di Twitter,” kata Rustika dalam hasil risetnya bertajuk “PKI dalam Respons Netizen”, Jumat (22/9).
Ia menjelaskan, percakapan tersebut dipicu oleh ajakan Panglima TNI Gatot Nurmantyo untuk kembali menonton bersama Film G30S/PKI. Seluruh cuitan tentang isu PKI itu berasal dari 58.059 akun manusia (90,5%), 6.093 akun robot (mesin) (9,5%) dan perpaduan dua akun membentuk 361.971 percakapan.
Rustika menambahkan, wacana film G30S/PKI menempati porsi sebesar 31% dari seluruh pembicaraan netizen. Isu ini itanggapi dengan pro dan kontra.
Perbincangan semakin hangat karena Presiden Jokowi turut memberikan pernyataan dan mengharapkan agar dibuat versi terbaru yang bisa diterima generasi milenial tanpa menghilangkan konteks dari maksud film itu sendiri.
Netizen bereaksi dengan emosi “anticipation”, yang diwujudkan dengan penantian acara nonton bareng, respons pada pernyataan Jokowi.
Jokowi menjadi figure terbanyak yang disebut (di-mention), yakni sebanyak 25.552 tweets. Posisi ke dua disusul oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (16.988 tweets). Nama Soeharto kembali disebut sebanyak 6.647 tweets, serta Kivlan Zen 2.930 tweets.
Secara demografi, papar Rustika, 37% netizen yang merespons isu PKI berasal dari usia 26-35 tahun. Sisanya, usia 19-25 tahun sebanyak 28,2%, netizen berusia di atas 35 tahun sebanyak 25,3%. Sementara itu, netizen yang berusia di bawah 18 tahun – belum pernah merasakan tayangan wajib setiap tahun di televise, turut berpendapat sebanyak 9,5%.
“Isu ini direspons di hampir seluruh wilayah di Indonesia, terbanyak di Jawa,” ungkap Rustika.
Sementara itu, isu lainnya yang dimunculkan para netizen adalah Orde Baru. Perhatian netizen pada ulama, peristiwa di YLBHI, serta acara talkshow di salah satu televisi. Masing-masing isu tersebut rata-rata dibicarakan sebanyak 3–5% dari keseluruhan pembicaraan tentang PKI.
Rustika menambahkan, ada beberapa kelompok yang meramaikan cuitan PKI dengan variasinya. Masing-masing kelompok memiliki massa dan narasi yang berbeda-beda.
Perbincangan isu PKI, ungkap Rustika, ada masanya. Menjelang September, kata dia, intensitasnya pasti meningkat. Membicarakan tentang intensitas, lanjut dia, artinya bicara tentang massa. “Berapa banyak orang yang mau meresponsnya. Bicara tentang mereka yang meresponsnya, maka bicara tentang momentumnya. Adakah pemicunya? Seberapa besar pemicunya?”
Dalam riset di Twitter, menurut Rustika, pada 2016 isu PKI dibicarakan sangat tinggi di bulan Mei dan Juni, mencapai 70.588 tweet dan Desember 2016 sebanyak 79.912 tweets – yang berlanjut hingga Januari 2017. Peningkatan percakapan secara drastis tentang PKI terjadi sejak Mei 2016 lalu. Dan sejak itu, kata dia, isu PKI konsisten diperbincangkan di Twitter. Beberapa pemicunya diantaranya adalah penemuan kaos bergambar palu arit dan beberapa isu yang dianggap bagian dari kebangkitan PKI, isu temuan kuburan massal, symposium nasional terkait PKI, dan memuncak pada saat penangkapan aktivis karena dianggap makar.
“Tahun 2016, angka perbincangan tertinggi terjadi sebanyak 79 ribu, situasi itu meningkat tajam di sepanjang 2017. Puncak isu tersebut terjadi di bulan Januari dan September,” tambah Rustika.
Pada Januari 2017, isu PKI dibahas sebanyak 217.903 percakapan dari 33.700 akun manusia dan 4.610 akun mesin. Setelah itu, percakapan isu tersebut berkisar antara 80 ribu hingga 125 ribu tweets setiap bulan, hingga akhirnya meroket tajam pada September 2017. Guliran isu film menjadi salah satu pemicu terbesarnya. Momentum tersebut tepat karena bertepatan menjelang hari tragedy nasional tersebut sehingga mendapatkan respon massa yang cukup besar. (FC)