Konflik Grab dan Pengemudi, Pemerintah Perlu Turun Tangan

Jakarta (MI) – Perwakilan pengemudi GrabCar yang berunjuk rasa di depan kantor Grab di Jalan Maspion, Pademangan, Jakarta Utara mengancam akan melakukan boikot dan aksi lebih besar. Boikot akan dilaksanakan pada 3-4 Juli jika manajemen Grab tak kunjung mendengar protes mereka.

"Saya juga teman-teman yang tergabung dalam driver online akan melakukan demonstrasi kembali pada tanggal 3 atau 4 Juli," ucap Bintang, perwakilan pengemudi GrabCar, Kamis (29/6).

Jika protes mereka saat itu tidak kunjung diperhatikan, Bintang dan rekan-rekannya bahkan berniat melancarkan aksi berikutnya, yakni pada 10 Juli. Ia berencana membawa rombongan beranggotakan 500 sampai 1.000 pengemudi GrabCar.

Ancaman Bintang dan rekannya tak berhenti di situ. Bila masih tidak ada respons dari manajemen Grab, ia siap mengajak pengemudi lain keluar dari Grab dalam waktu bersamaan.

"Ketika tuntutan-tuntutan tidak dituruti, kita akan sosialisasikan untuk mundur ramai-ramai dari Grab," ujar Bintang menegaskan.

Bintang dan rekan-rekannya mengaku dirugikan dengan pembekuan akun oleh manajemen. Mereka mengaku sudah bekerja kerasa selama Idulfitri, tetap narik meski tengah libur demi mengejar bonus Lebaran dengan nominal mencapai Rp11 juta yang dijanjikan manajemen.

Namun ada 200 pengemudi yang justru dituding curang dan akunnya dibekukan. Padahal akun itu berisi tidak sedikit. Ada yang bonusnya Rp6 juta hingga Rp11 juta. Bintang mengklaim, ketika bonus yang seharusnya diterima besar, akun justru di-suspend.

"Kalau tidak direalisasikan, kita akan demo besar-besaran agar kantor Grab ditutup dan kita minta pemerintah meninjau ulang izin operasional Grab Indonesia," ujar Bintang.

Sementara itu, Grab mengklaim bahwa kecurangan yang dilakukan para pengemudi yang akhirnya akunnya dibekukan, sebenarnya sudah terdeteksi sejak sebelum program insentif Lebaran berlaku. Salah satu aksi curang yang dituduhkan adalah penggunaan aplikasi Fake GPS.

"Kesalahannya macam-macam, jadi tidak hanya itu saja. Ada beberapa kesalahan, tapi semua terdeteksi di sistem Grab," ujar Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata, Rabu (28/6).

Pengamat transportasi, Azas Tigor Nainggolan meminta pemerintah segera turun tangan untuk menjembatani kepentingan perusahaan teknologi berbasis transportasi dengan para mitranya. Desakan itu bertepatan dengan akan berlakunya revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 per 1 Juli 2017.

"Dengan regulasi yang ada, pemerintah punya kekuatan hukum untuk campur tangan, seperti hubungan kemitraan yang bermasalah itu," ujar Tigor, Kamis (29/6).

Regulasi yang dimaksud, yakni revisi Permenhub No.32/2016. Dalam peraturan itu terdapat poin-poin yang secara umum membatasi kuasa perusahaan layanan, seperti Gojek, Grab, dan Uber, dalam menentukan tarif dan jumlah kendaraan.

Selain itu, Tigor menyebutkan, pemerintah masih punya amunisi berupa UU Nomor 22/2009. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa pemerintah wajib menyediakan layanan angkutan yang aman, nyaman, dan bisa diakses masyarakat.

Permasalahan sejumlah pengemudi GrabCar yang tak terima akunnya dinonaktifkan oleh perusahaan, merupakan contoh bahwa intervensi pemerintah sebagai pengawas dibutuhkan.

Sebagai solusi, Tigor menyarankan, pihak pengemudi melaporkan kasus mereka ke kepolisian atau Kementerian Perhubungan. Selain menjelaskan perkara, cara ini berguna untuk membuktikan klaim masing-masing pihak.

Tigor menambahkan, konflik tersebut bisa dihindari apabila pemerintah bisa memenuhi perannya sebagai pengawas, baik mengawasi hubungan kerja sama antara pengemudi-perusahaan serta hak masyarakat sebagai penumpang yang berhak mendapat angkutan nyaman, aman, dan terjangkau. (RSD/AVR)