Masyarakat Papua, Tolak Sparatisme dan Ide Papua Merdeka

Papua (MI)- Boy Eluay (putra pertama Theys Eluay), menolak dengan keras ide sparatisme dan wacana Papua Merdeka yang disuarakan oleh segelintir oknum untuk kepentingan politiknya dengan mengorbankan kepentingan masyarakat Papua. Menurutnya ide tersebut adalah halusinasi yang bertolak belakang dengan keinginan masyarakat Papua yang setia kepada NKRI.

Hal tersebut disampaikan Boy Eluay, Kamis 29 Juli 2017di Pendopo Theys Eluay, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura. Pada kesempatan tersebut turut harir dan memberikan dukungan Keluarga Theys Eluay selaku Ondofolo Sentani) dan Nulce Monim (Ondoafi Putali Sentani Timur). Statemen tersebut disampaikan kepada Mataindonesia dan beberapa awak media, menanggapi ide dari oknum tertentu yang berkeinginan menjadikan Tanggal 1 Juli sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua.

Menurutnya, Alm Theys Eluay, telah memperjuangkan Otsus di Papua, tapi tidak tepat sasaran sehingga masih ada pemikiran2 untuk merdeka atau memisahkan diri dari NKRI.
Saya menanyakan kemana dana Otsus itu, kalau dana Otsus itu turun, maka tidak ada lagi yang ingin merdeka, kenapa Otsus tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

Pada kesempatan tersebut atas nama keluarga Alm. Theys Eluay juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang telah menunjukkan pembangunan di Papua, saya mengucapkan apresiasi kepada beliau tandasnya.

Sebagai salah satu ondoafi Sentani di Kab. Jayapura, menghimbau kepada seluruh masyarakat Papua juga Indonesia yang bicara tentang Kemerdekaan Papua, itu hal yang sangat keliru. Karena kita Indonesia sebagai negara yang utuh dan Provinsi Papua adalah bagian dari NKRI,maka dari itu, mari kita membangun Papua secara bersama2 utk menjadi lebih baik. Kita tetap mencintai Indonesia yang beridiologi Pancasila dan UUD 1945. Jangan jadi generasi pendendam yang hanya ingin memecah belah bangsa ini demi kepentingan pribadi ataupun golongan. Kita ciptakan Papua yg lbh baik dlm membangun masyarakat yang sejahtera, pungkasnya.

Lebih lanjut Eluay mengatakan, mereka yang masih menginginkan Kemerdekaan, baik yang di Papua maupun yang di luar Papua, saya sebagai orang tua menghimbau kepada aktifis, mari kita membangun Papua ini, mereka yang masih menginginkan memisahkan diri hanya untuk mencari keuntungan pribadi saja dari kekayaan Papua ini.

Pada akhir kegiatan, Martinus Mawari, SH salah satu Ketua LMA Kabupaten Jayapura memberikan peryataan sikap penolakan tanggal 1 Juli sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua, adapun isi pernyataan sikap tersebut yaitu :

PERTAMA
Menolak tanggal 1 Juli sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa Papua atau hari TPN-OPM, dan mendeklarasikan bahwa Tanggal 1 Mei 1963 sebagai Hari kembalinya Irian Barat ke Pangkuan Ibu Pertiwi NKRI dan hendaklah tanggal tersebut diberlakukan sebagai hari libur untuk seluruh Papua.

KEDUA
Mengajak seluruh masyarakat Papua untuk menengok sejarah dan belajar hidup berbangsa dengan para pendiri bangsa ini. Bangsa Indonesia diperjuangkan dan didirikan oleh tetesan darah dan pengorbanan jiwa para pahlawan dari berbagai agama,
suku dan bahasa. Mereka menanggalkan berbagai perbedaan, apalagi egoisme kelompok demi membela dan merebut bumi pertiwi dari tangan para penjajah.
Mereka tetap hidup sesuai dengan agama, suku dan bahasanya tetapi mereka juga menghargai dan menghormati agama, suku dan bahasa lain yang ada diluar mereka.
Bangsa ini didirikan tidak untuk satu agama dan suku tertentu maka sudah selayaknya semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di Negeri ini.

KETIGA
Kami menyerukan kepada semua pihak separatis mulai dari kelompok bersenjata maupun kelompok Politik seperti NFRPB dan KNPB agar menghentikan semua aksi atau demo yang menyerukan kemerdekaan Papua, karena kegiatan aksi makar ini tidak dapat mensejahterakan orang Papua dan hanya menimbulkan perpecahan bagi Bangsa Indonesia sekaligus rakyat Papua yang ada di Tanah Damai ini, sudah bukan saatnya lagi kita bicara Papua Merdeka, kita sudah merdeka dan sekarang waktunya membangun tanah Papua ini demi anak cucu kita. NFRPB dan KNPB selama ini telah melakukan kebohongan dan provokasi terhadap masyarakat Papua untuk mendukung Papua Barat memisahkan diri dari Indonesia. Mereka meracuni masyarakat Papua dengan dalih Papua akan lebih maju dan sejahtera jika mendirikan negara sendiri. Padahal ini adalah tipu daya dari pemimpin OPM Benny Wenda yang bernafsu ingin menguasai Papua. Cara-cara kekerasan sudah sejak lama diterapkan untuk membuat situasi di berbagai wilayah menjadi tidak kondusif. Mereka selalu menebarkan isu pelanggaran HAM yang dilakukan pihak Indonesia terutama TNI/Polri, padahal jelas sekali bahwa OPM lah yang melakukan kekerasan seperti penembakan anggota TNI/Polri dan bahkan masyarakat sipil menjadi korban.

KEEMPAT
Mengutuk segala bentuk politisasi agama. Dinamika politik yang terjadi cenderung menggunakan agama sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik jangka pendek. Keagungan agama sebagai sumber kedamaian dan ketentraman, inspirasi dan pencerahan dalam hidup telah tereduksi sebagai pengumpul suara dan legitimasi kekuasaan. Bahkan dengan kian menguatnya politik identotas, agama telah menjadi pemisah dalam masyarakat. Politisasi agama telah merusak agama sebagai ranah yang suci, baik, adil dan damai. Agama harusnya dapat memurnikan dunia politik dan tidak sebaliknya justru membuat politik tampak kotor dan kurang beradab.

KELIMA
Mendesak kepada pemerintah untuk bertindak tegas terhadap semua pihak yang ditengarai akan merongrong Pancasila, ke bhinekaan, UUD 1945 dan memecah belah masyarakat dengan berbagai isu. Pemerintah tidak boleh takut, apalagi kalah dengan kelompok-kelompok yang membawa ideologi, ajaran, dan doktrin yang bertujuan untuk menghancurkan bangsa ini dan berharap kepada para penegak hukum agar mereka benar-benar menjaga independensi dan tidak terpengaruh dengan berbagai tekanan dalam memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.

KEENAM
Selain itu, para mantan pejuang, tokoh masyarakat, pemangku adat dan pemuda Papua menyatakan menerima dan mengakui paguyuban-paguyuban masyarakat asli Nusantara di tanah Papua sebagai masyarakat asli Papua dan orang asli Papua di kampung-kampung seluruh tanah Papua..

Dengan komitmen dan pernyataan sikap tersebut, membuktikan bahwa masyarakat Papua tetap setia kepada NKRI yang bersarkan Pancasila dan UUD 1945 serta menjunjung tinggi semangat kebhinekaan dan sekaligus menolak dengan keras kegiatan sparatisme maupun ide Papua Merdeka yang digulirkan oleh segelintir aktivis untuk kepentingan politiknya dengan mengorbankan masa depan dan kesejahteraan masyarakat Papua. (TGM)