PB PMII Mendesak Pemerintah Untuk Terbitkan Perpu Pembubaran Ormas Anti Pancasila

Jakarta (MI) – Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menilai langkah pemerintah dalam membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada 8 Mei 2017 lalu, sudah tepat.

Ormas yang anti Pancasila memang harus segera dibubarkan, daripada membuat gaduh dan memecah-belah bangsa.

Ketua Umum PB PMII Agus Mulyono Herlambang menegaskan pihaknya mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah kongkrit melalui penerbitan peraturan pengganti Undang-undang (Perppu).

Hal itu sebagai langkah hukum yang konstitusional dalam proses pembubaran ormas yang mengancam eksistensi Pancasila, UUD 1945 dan nilai konstitusi lainnya.

Mengacu pada UU Nomor 17 tahun 2013, setelah melarang HTI, pemerintah harus menempuh jalur hukum dengan mengajukan pembubaran secara konstitusional ke pengadilan negara.

“Maka demi menjaga marwah kebangsaan, perlu kiranya pemerintah mengambil sikap tegas sebagai tindaklanjut keputusan sebelumnya untuk mengeluarkan Perppu pembubaran Ormas Anti Pancasila, untuk memberi rasa nyaman dan kepastian hukum dalam rangka menjaga asas, nilai dan tujuan NKRI,” terang Agus, Kamis (6/7/2017).

Selain itu, dia menambahkan bahwa selama ini HTI menjadi persoalan yang sangat serius, dalam target perjuangannya ingin mengganti negara Pancasila menjadi negara Khilafah. Sehingga hal ini jelas-jelas merongrong NKRI yang telah menjadi kesepakatan dan konsensus bersama.

"Para pendiri bangsa dengan banyak pertimbangan yang matang menjadikan Pancasila sebagai asas bernegara dan itu mutlak," tegas Agus.

Dia menjelaskan bahwa data Mendagri pada tahun 2016 ada sekitar 250 ribu lebih jumlah ormas yang ada di Indonesia. Semuanya tanpa terkecuali diberikan kebebasan untuk berkumpul, berserikat dan berkegiatan asalkan tidak bertentangan dengan asas, tujuan dan ideologi negara.

Hal demikian merupakan salah satu wujud nyata bahwa negara ini masih konsisten menjalankan amanat reformasi.

PB PMII juga menyerukan kepada seluruh unsur masyarakat untuk melakukan deteksi dini dan bahu membahu mengantisipasi aktivitas organisasi maupun pribadi yang mengarah pada anti pancasila. Baik di lingkungan masyarakat, kampus, sekolah-sekolah dan bahkan di lingkungan institusi pemerintah.

“Siapapun yang menjadi bagian dari NKRI, mahasiswa, Kiai, tokoh masyarakat harus bersinergi untuk menjadi ujung tombak dalam rangka menjaga Indonesia dari ancaman radikalisme, intoleransi dan tindakan yang mengarah anti Pancasila serta menjaga kemajemukan SARA di Indonesia," pungkas pria jebolan Unipdu Jombang, Jawa Timur itu. (FC)