Perangi Kejahatan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, Indonesia Segera Gabung FATF

Jakarta (MI) –  Keinginan Indonesia bergabung dalam satuan tugas internasional untuk memerangi kejahatan pencucian uang dan pendanaan terorisme, Financial Action Task Force (FATF) akan segera terwujud.

Dalam Sidang Pleno FATF yang digelar pada Jumat (23/6) di Valencia, Spanyol, Presiden FATF Juan Manuel Vega-Serrano memutuskan segera memproses keanggotaan Indonesia dalam satgas tersebut. Keputusan itu didukung secara bulat oleh 37 anggota FATF, di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Singapura, dan Malaysia.

FATF merupakan satuan tugas yang dibentuk negara-negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk memerangi kejahatan pencucian uang di tingkat internasional. Dalam High Level Symposium on Global Economic Governance in a Multipolar World yang merupakan rangkaian pertemuan G20 di Baden-Baden, Jerman, Jumat (17/3) lalu, Sri Mulyani menyampaikan keinginan Indonesia bergabung menjadi anggota FATF.

Dikutip dari keterangan resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Minggu (7/2), Vega-Serano secara resmi telah menyampaikan dukungan terhadap keinginan Indonesia yang akan bergabung melalui surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani tertanggal 29 Juni 2017.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti menyatakan, pihaknya menyambut baik keputusan FATF di Valencia. Pihaknya juga berkomitmen memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan, termasuk dengan menyelesaikan proses Mutual Evaluation Review (MER), sebagai bukti kepatuhan Indonesia terhadap rezim antipencucian uang dan pendanaan terorisme.

Nufransa mengatakan, lembaganya akan melibatkan 15 kementerian dan lembaga terkait untuk menyempurnakan dan melengkapi hal-hal yang masih perlu dilakukan terkait pelaksanaan MER pada November 2017.

Keanggotaan FATF Indonesia dinilai memiliki arti strategis. Pasalnya, FATF adalah suatu forum kerjasama antarnegara yang bertujuan menetapkan standar global rezim antipencucian uang dan pendanaan terorisme, serta hal-hal lain yang mengancam sistem keuangan internasional.

Selain itu, Indonesia juga memiliki nilai positif dalam hal memajukan aspek regulasi, koordinasi dan implementasi dalam rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Kemajuan Indonesia dinilai signifikan karena telah memiliki Undang-Undang No. 8/2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, maupun penerbitan peraturan bersama mengenai Proliferasi senjata pemusnah massal.

Di tingkat internasional, Indonesia adalah anggota aktif dalam The Egmont Group, Asia-Pacific Group on Money Laundering (APG), termasuk menggiatkan serangkaian kerjasama Financial Intelligence Unit (FIU) Indonesia dengan FIU negara-negara lain.

Lebih jauh, Indonesia juga berkontribusi bagi komunitas internasional dengan menyusun Regional Risk Assessment on Terrorism Financing yang pertama di dunia, menginisiasi National Risk Assessment on Money Laundering/Terrorist.

Dengan rencana bergabung sebagai anggota FATF, maka Indonesia akan menjadi setara dengan negara-negara maju dalam memerangi secara aktif tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

"Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap meningkatnya kredibilitas Indonesia sebagai negara yang bermartabat di mata dunia internasional," ujarnya. (RSD/AVR)