Sosial Budaya
Presiden Jokowi Beri Gelar Pahlawan Kepada Empat Tokoh Nasional

Jakarta (MI) – Usai melangsungkan hajat pernikahan Kahiyang – Bobby, Presiden Joko Widodo secara resmi memberikan gelar pahlawan nasional kepada empat tokoh nasional Almarhum Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, Laksamana Malahayati, Lafran Pane dan Sultan Mahmud Riayat Syah, bertempat di Istana Negara, Jakarta (9/11).
Sebagaimana dikatakan oleh Menteri Sosial Khofifah sebelumnya, keempat nama tersebut dipilih berdasarkan jasa dan tindakan kepahlawanan mereka. Dengan kata lain, mereka yang tidak terlibat di medan perang namun berjasa di bidang pergerakan berhak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional juga.
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berasal dari Nusa Tenggara Barat, mendapatkan gelar Pahlawan Nasional karena mendirikan organisasi Islam Nahdatul Wathan. Organisasi itu merupakan organisasi Islam terbesar di Lombok yang memberikan perhatian kepada pendidikan dan agama.
Laksamana Malahayati yang berasal dari Aceh, mendapatkan gelar Pahlawan Nasional karena jasanya di medan perang. Dia pernah memimpin armada laut Indonesia berperang melawan Belanda dan berhasil menewaskan Cornelis De Houtman di tahun 1559. Selain itu, di tahun 1606, ia bersama Darmawangsa Tun Pangkat (Sultan Iskandar Muda) berhasil mengalahkan armada laut Portugis.
Lafran Pane asal Yogyakarta, dia dianggap patut diberi gelar Pahlawan Nasional karena mendorong pertumbuhan gerakan pemuda di Indonesia, salah satunya adalah Himpunan Mahasiswa Islam yang berdiri pada 5 Februari 1947. Lafran juga merupakan sosok penentang pergantian ideologi dari Pancasila ke Komunisme.
Sedangkan Sultan Mahmud Riayat Syah berasal dari Kepulauan Riau. Seperti Malahayati, dia berjasa di medan perang. Pada rentang tahun 1782 hingga 1784, Sultan Mahmud berhasil mengalahkan Belanda yang ingin menanamkan pengaruhnya di Riau dalam Perang Riau I. Kapal Komando Belanda Malaka’s Walvaren berhasil diledakkannya.
Pada tahun 1784, Sultan Mahmud memimpin perang melawan Belanda yang dipimpin Pieter Jacob van Braam di Tanjung Pinang, dia menolak ajakan damai Belanda dan menerapkan strategi gerilya laut untuk mengacaukan perdagangan Belanda di Selat Melaka dan Kepulauan Riau. Sekitar 27 tahun kemudian, di tahun 1811, Sultan Mahmud berperang melawan ekspansi Belanda ke Sumatera Timur, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung. (TGM)