Yogyakarta (MI) - Anomali sosial bisa jadi merupakan kejadian unik dan aneh yang dapat terjadi dimana saja, termasuk di Gunung Kidul, Yogyakarta. Gara-gara Khotib Sholat Idul Fitri singgung isu SARA dalam khotbahnya, ribuan jamaah bubar meninggalkan khotib sebelum ritual rangkaian ibadah sholat Id selesai.
Pemandangan langka dan tak biasa itu terjadi saat pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1438 Hijriyah di Alun-alun Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu pagi 25 Juni 2017. Jemaah membubarkan diri pada saat khatib Idul Fitri, Ikhsan Nuriansyah Bajuri, menyampaikan khutbahnya.
Reaksi keras para jamaah tersebut berawal ketika dalam khutbahnya, Ikhsan sejak awal menyinggung kasus penistaan agama yang melibatkan mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).Ia kemudian mengatakan, seorang penista agama tidak harus dibela ataupun dibantu, apalagi dibantu oleh negara termasuk aparat kepolisian. Dia mendukung sepenuhnya hukuman terhadap Ahok agar menimbulkan efek jera dan tidak ada lagi yang menistakan agama. Jemaah yang semula duduk mendengar khutbah serentak berdiri dan meninggalkan lapangan dan melipat peralatan salat.
Ketua PHBI (Panitia Hari Besar Islam) Kota Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Iskanto membenarkan kejadian itu. Menurutnya, isi khutbah tersebut dinilai vulgar dan terlalu banyak menuding pihak lain dan mempermasalahkan kasus penistaan agama tersebut.
"Kalau masalah yang diungkapkan sebenarnya faktual tapi untuk konsumsi umum itu kurang pas," katanya.
Iskanto menyayangkan peristiwa tersebut. Seharusnya, seorang khatib bisa mengira-ngira apa yang sepatutnya dapat disampaikan di depan jemaah. Ia berharap untuk ke depan agar khutbah berisi hal-hal yang menyejukkan dan menggembirakan.
Sejak awal khutbah, Ikhsan langsung menyinggung tentang kasus penodaan agama yang menjerat Ahok. "Ahok merupakan penista agama," ucapnya di hadapan ribuan jemaah.
Ikrar halal bihalal yang sedianya dilakukan usai salat Idul Fitri oleh para jemaah, akhirnya hanya diikuti beberapa orang saja, karena sebagian besarnya telah membubarkan diri.
Kejadian tersebut menandakan bahwa masyarakat sesungguhnya tidak ingin ada pihak yang mengusik masalah kebhinekaan, dan semoga kejadian ini menjadi pembelajaran bagi para pemuka agama apapun, bahwa masyarakat saat ini telah cerdas serta bukan saatnya membodohi masyarakat dengan simbol agama. (TGM)